OPINI

OPINI: Menilik Etape Lanjutan Kopdeskel Merah Putih di Bawah Komando Ferry Juliantono

Kisah pendirian KDKMP di berbagai wilayah Indonesia sangat bervariasi. Masing – masing wilayah menyisakan cerita yang berbeda.

Istimewa
PENULIS OPINI : Arsip foto Erytnanda Akbar, SIP, M.Eng, Pemerhati Perkoperasian Sulawesi Tenggara. Penulis opini berjudul: Menilik Etape Lanjutan Kopdeskel Merah Putih di Bawah Komando Ferry Juliantono. 

Kendali dadakan atas uang jumlah besar ini karena tidak dibekali pengalaman dan pemahaman yang baik, cendrung membawa masalah psikologi seperti greedy, gelagapan, gemar foyafoya/hedon (judi, prostitusi, perselingkuhan), kecemasan, stres dan masalah psikologis lain.

Di AS, kasus SWS beberapa dilaporkan relevan pada kebijakan melegalkan lotre. Karena hanya Lotere yang secara legal dapat memberi kesempatan setiap orang, termasuk kelompok ekonomi bawah, bisa menjadi kaya raya mendadak.

Seorang pekerja kasir misalnya, berasal dari Point Pleasent Beach, New Jersey-AS, bernama Evelyn Adams, ia memenangkan Lotere total senilai $ 5,4 juta atau saat ini setara Rp 89 miliar. 

Namun ia kehilangan semua uangnya setelah menggunakannya untuk berjudi dan berfoya-foya.

Di Indonesia kasus SWS juga terjadi pada beberapa aparatur Kepala Desa.

Memperoleh anggaran besar Dana Desa membuat sejumlah kepala desa tersangkut masalah hukum pidana korupsi. 

Penyimpangan Dana Desa akibat SWS punya kisah beragam, mulai dari memperkaya diri dan oranglain, hingga penggunaan korupsi Dana Desa untuk keperluan menambah istri. 

Sebagaimana kisah salah satu mantan Kepala Desa di Serang Banten, Aklani. Dana Desa yang dikorupsi dikabarkan digunakan untuk menikahi 4 (empat) istrinya dan foya-foya di tempat hiburan malam.

Kondisi di atas bisa dan berpotensi dialami oleh para Pengurus KDKMP jika secara drastis memiliki keleluasaan mengajukan pinjaman dalam jumlah besar apalagi miliaran. 

Meski telah dibekali pelatihan dan pendampingan bisnis kepada para pengurus KDKMP, namun regulasi perlu membatasi dan mendeteksi dini baikburuknya karakter pengurus KDKMP calon peminjam kredit. 

Pinjaman yang diberikan tidak boleh mendadak dalam jumlah besar. Pengurus bisa diujicoba dengan limit sesuai riwayat terbesar pengelolaan keuangan atau omset yang pernah pengurus kelola secara pribadi maupun secara organisasi & bisnis.

Kalau identifikasi limit riwayatnya ternyata di bawah Rp 200 juta, maka jumlah pinjaman yang layak dikelola cukup di bawah Rp 200 juta saja.

Itu juga sepanjang kriteria track record kreditnya baik dan layak, kalau buruk tentu perlu ditolak atau diberikan pagu pinjaman yang rendah.

Sumber Anggaran KDKMP: SBN - Burden Sharing

Anggaran modal kerja KDKMP bukan dari “uang dingin.” Dana sebesar Rp 16 triliun sumbernya pinjaman atau SBN yang di privat placement kepada Bank Indonesia (BI).

Uang dingin dalam istilah dunia investasi adalah “uang lebih” yang tidak dibutuhkan dalam waktu dekat.

Artinya ia bukan uang pinjaman atau uang yang tidak menimbulkan resiko akan kebutuhan finansial jangka pendek. 

Jika biasanya SBN dibuka untuk investor mana saja dan BI hanya Standby Buyer (atau pembeli akhir jika tidak/belum laku habis). 

Maka dalam privat placement ke BI, SBN memang di desain untuk dibeli investor terbatas, dalam hal ini hanya ditujukan kepada BI. 

Dengan klausul bunga pinjaman kelak juga akan dikembalikan kepada Kementerian Keuangan RI. 

Jadi sederhananya, MenKue terbitkan SBN, lalu BI yang membeli SBN nya. Atau duit Indonesia dari kantong kanan dipinjam dulu ke kantong kiri. 

Tapi dananya merupakan cetakan baru BI khusus untuk dipinjamkan ke Menkeu RI, dengan tujuan KDKMP.

Dampaknya tentu bertambahnya jumlah uang yang beredar. Skenario ini mirip dengan kebijakan yang diambil Pemerintah Indonesia di saat Covid19 melanda.

Pun dengan Amerika Serikat ketika The Fed memborong obligasi Treasury yang membantu AS membagikan Bansos kepada Warganya.

Kebijakan tersebut dikenal dengan CARES Act dan American Rescue Plan Act, yakni kebijakan bantuan berupa uang tunai ke rekening warga AS, tunjangan pengangguran, dan bantuan makanan. Strategi ini efektif membantu AS segera bangkit pasca dilanda Covid19.

Gejala kredit macet KDKMP dan efek SBN Burden Sharing perlu diantisipasi agar tidak menjadi salah satu pemicu inflasi meningkat, sehingga harus dimitigasi agar tidak menggelinding menjadi bibit resesi.

Kondisi inflasi tinggi tentu harus dijawab dengan pengetatan moneter yang tidak bisa dihindari.

Jika kebijakan menaikkan BIRate harus diambil maka akan mempengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi karena perusahaan akan mengurangi investasi dan ekspansi bahkan melakukan PHK.

Kontras dengan rencana pencapaian target pertumbuhan ekonomi Presiden Prabowo 8 persen.

Namun Skema Burden-Sharing ini juga piilhan yang bijak agar tidak menggangu persepsi investor di pasar keuangan. 

Karena jika Bank Himbara “dipaksa” menyalurkan Dana Pihak Ketiganya untuk membiayai KDKMP, bisa diperkirakan IHSG akan koreksi dalam dengan capital out flow nasabah Dana Mahal dan Investor Asing dari Big Banks.

Karena investor terbukti pernah merespon buruk isu KDKMP membebani BRI di awal 2025.

Padahal pencapaian all time high (ATH) IHSG di angka 8.000 an pada HUT RI ke 80 sudah mengembalikan gairah dunia investasi Republik Indonesia, meski tetap terkoreksi tipis pasca demo 25 Agustus.

Kolaborasi kebijakan fiskal MenKeu dan kebijakan Moneter BI ini juga sudah tepat dengan BI menurunkan BI-Ratenya sebesar 25 basis poin menjadi 5 persen. 

Langkah moneter BI cocok karena turut membantu kondisi perekonomian terkini. Hanya memang perlu diantisipasi, penurunan BI-Rate ditambah SBN Burden Sharing bisa berdampak pada inflasi pasca pinjaman KDKMP bergulir.

Namun bergulirnya pinjaman KDKMP tentu diharapkan meningkatkan produksi barang/jasa di masyarakat terutama di pedesaan.

Peningkatan produksi barang/jasa diharapkan dapat diserap konsumsi dalam negeri dan juga ekspor luar negeri.

Jika pinjaman KDKMP efektif dikelola sesuai harapan, maka inflasi jangka menengah dapat terjaga stabil karena peredaran uang dapat diimbangi produktifitas barang/jasa lebih besar. 

Kita berharap di bawah komando Menteri Ferry Juliantono yang juga praktisi koperasi, kebijakannya dapat menjawab kebutuhan dan tantangan perkoperasian Indonesia agar menjadi pilar ekonomi rakyat yang sesungguhnya.

Selamat bekerja pak Menteri, semoga Allah Subhanawata’ala selalu meridhoi.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved