OPINI

OPINI: Menilik Etape Lanjutan Kopdeskel Merah Putih di Bawah Komando Ferry Juliantono

Kisah pendirian KDKMP di berbagai wilayah Indonesia sangat bervariasi. Masing – masing wilayah menyisakan cerita yang berbeda.

Istimewa
PENULIS OPINI : Arsip foto Erytnanda Akbar, SIP, M.Eng, Pemerhati Perkoperasian Sulawesi Tenggara. Penulis opini berjudul: Menilik Etape Lanjutan Kopdeskel Merah Putih di Bawah Komando Ferry Juliantono. 

Oleh: Erytnanda Akbar, S.IP., M.Eng

Pemerhati Perkoperasian Sulawesi Tenggara

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Menteri Ferry adalah alumnus Fakultas Ekonomi UNPAD (Universitas Padjadjaran), jurusan akuntansi. Dalam urusan keuangan, beliau pernah menjadi International Auditor, pernah mengikuti beragam seminar perbankan, pernah berkarir profesional sebagai konsultan perbankan serta segudang pengalaman di urusan koperasi, termasuk didapuk menjadi Wakil Direktur Pelaksana Induk Koperasi Tani Nelayan (INKOPTAN) sejak 2006.

Bagi penulis, ungkapan yang cocok untuk Ferry pada jabatan Menteri Koperasi
RI adalah “right man in the right place, even if it’s late.”  Tidak apa-apa! Karena ada juga pribahasa: “lebih baik telat daripada telat banget.”

Istilah ini menggambarkan bagaimana seorang ahli perkoperasian harus short course jadi Wamen dulu sebelum melengkapi karir profesional dan politiknya duduk sebagai Menteri meski pengalaman Koperasinya jauh lebih matang ketimbang atasan sekaligus tandemnya di Kementerian.

Saat ini Menteri Ferry dan jajaran telah melewati Etape I dengan kesuksesan berdirinya 80.081 Koperasi Desa Kelurahan Merah Putih (KDKMP) serentak di seluruh Indonesia pada 21 Juli 2025.

Presiden Prabowo sendiri hadir secara fisik di Desa Bentangan, Klaten, Jawa Tengah untuk menyaksikan operasionalisasi KDKMP Bentangan yang memiliki 6 (enam) Unit Usaha yang terdiri dari Gerai Pupuk, Gerai Logistik, Unit Penjualan Sembako, Unit Usaha Simpan Pinjam, Klinik Desa dan Apotik Desa.

Sedangkan Provinsi dan Kabupaten lain, para Kepala Daerah menyaksikan secara Daring simultan turut meresmikan KDKMP masing-masing di wilayah kewenangannya

Kisah pendirian KDKMP di berbagai wilayah Indonesia sangat bervariasi. Masing –
masing wilayah menyisakan cerita yang berbeda. Ada yang berjalan mulus, lancar
dan cepat.

Baca juga: OPINI: Pemuda Merdeka, Sultra Aman, Sejahtera dan Religius

Namun tidak jarang pula yang mencatatkan berbagai kendala, mulai kendala aparat, kendala akses, dan juga kendala masyarakat yang dinamis menyikapi kebijakan pemerintah tentang KDKMP.

Bahkan ada desa yang sampai harus melaksanakan Musdes sebanyak 5 (lima) kali untuk menyepakati terbentuknya KDKMP di wilayahnya karena masih terbawa “residu" dinamika pesta demokrasi pilkades.

Setelah lebih dari 1 (satu) bulan diresmikan di seluruh Indonesia. Tentu tidak semua KDKMP langsung beroperasi karena memiliki keterbatasan, terutama keterbatasan kapasitas pengurus dan modal. 

Idealnya, Koperasi konvensional-organik yang berdiri atas inisiatif pendirinya (Botu tom-Up), sudah tentu adalah Koperasi yang siap berwirausaha dengan kekuatan modalnya sendiri, minimal dengan kekuatan internal yakni Simpanan Wajib dan Simpanan Pokok.

Namun KDKMP yang lahir dari kebijakan Top-Down berbeda karena tidak terbentuk organik sehingga tidak siap membentuk kekuatan internal modalnya dari Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib.

Sebagian besar KDKMP menunggu dan mengandalkan gandengan langsung pihak eksternal, dalam hal ini pemerintah. 

Di kalangan masyarakat dan KDKMP ada anekdot, Pemerintah yang mengintruksikan maka pemerintah pula yang tanggungjawab memfasilitasi.

Baca juga: OPINI: Menjemput Momentum Pembentukan BID pada Rakornas PHD Nasional di Kendari Sulawesi Tenggara

ETAPE II : Learn before Earn

Dalam sektor keuangan, ada pribahasa umum yang akrab menjadi basic knowlegde suksesnya sebuah bisnis yakni Learn Before Earn atau Belajar dulu Sebelum Peroleh (untung).

Istilah ini menekankan bahwa dalam mengejar kesuksesan finansial atau profesional harus didahului investasi waktu dan sumber daya untuk belajar, menguasai keterampilan dan mengembangkan diri.

Hal ini bukan berarti tidak bisa memperoleh penghasilan saat masih belajar, tetapi prioritas utama haruslah pada akumulasi pengetahuan dan keahlian.

Intervensi lanjutan pemerintah pada tahap operasionalisasi ini Jakarta menyebutnya Etape ke II.

Fase ini menandai babak lanjutan KDKMP yang tidak hanya berdiri, namun wajib memahami konsep demi kemampuan memotori koperasi meraup keuntungan.

Selain menggerakkan KDKMP, edisi ini juga merupakan babak awal persiapan para pengurus menerima aliran dana pinjaman yang diharapkan memberi efek multipliar atau efek pengganda perekonomian desa.

Karena tidak sedikit pihak yang khawatir jika anggaran KDKMP akan rawan disalahgunakan jika pengurus tidak dibekali dengan pemahaman wirausaha yang mumpuni.

Baca juga: OPINI: Catatan Kritis Legal Policy Abolisi dan Amnesti

Berbagai suara keluhan dari Kabupaten/Kota telah dipotret oleh Pusat terkait akan keterbatasan ilmu dan pengalaman wirausaha sebagian besar pengurus KDKMP.

Sementara di saat yang bersamaan, Pemerintah Kabupaten/Kota hingga provinsi juga dilema tak mampu melatih KDKMP di tengah keterbatasan fiskal.

Dampak pemangkasan Dana Alokasi Umum (DAU) yang berbuntut berkurangnya transfer pusat ke daerah.

Alih-alih menganggarkan peningkatan kapasitas pengurus KDKMP, pembiayaan rutin OPD pun masih banyak belum terpenuhi maksimal.

Dan secercah harapan muncul dengan adanya dukungan kebijakan anggaran Kementerian Keuangan kepada Kementerian Koperasi RI.

Melalui kebijakan Dana Dekonsentrasi, Kementerian Koperasi akan merekrut Pendamping Bisnis (Business Assistant) yang bertugas melakukan pendampingan usaha KDKMP.

Setiap BA akan mendampingi 10-12 KDKMP dengan kemampuan membuat Proposal Bisnis dan Praktek Bisnis hingga memenuhi kriteria Bankable para KDKMP.

Tidak itu saja, Kemenkop melalui Pemprov juga akan melatih para pengurus KDKMP.

Baca juga: OPINI: Citizen Science Sebagai Cara Lain dalam Mencari Solusi Terkait Isu Lingkungan

Setiap KDKMP diberikan kuota 2 (dua) orang dari jajaran pengurus untuk ikut dilatih cara mengelola unit usaha. Usaha yang tentu disesuaikan dengan potensi market dan sumberdaya alam lokal KDKMP.

Dengan demikian usaha utama yang dipilih akan selaras dengan ekosistem perekonomian KDKMP setempat.

Untuk memastikan para BA bekerja dengan efektif, peran pengawasannya akan diamati oleh Project Management Officer (PMO), setiap PMO akan mengontrol pelaksanaan tugas BA agar tetap mengikuti pedoman yang telah ditentukan.

Tantangan di etape II ada pada OPD tingkat provinsi. Sebagai pelaksana kebijakan pusat, Dinas Koperasi UMKM Provinsi harus memastikan skenario pelatihan dan pendampingan KDKMP berjalan tepat.

Tepat metode dan tepat sasaran serta tepat waktu.

Tepat metode artinya dilakukan secara sistematis mengikuti prosedur yang teratur. Penyimpangan prosedur atau persyaratan yang telah ditetapkan akan menjadi titik awal terganggunya capaian sasaran yang diharapkan.

Tepat sasaran artinya pelatihan bagi KDKMP harus betul-betul menyasar Pengurus KDKMP, bukan justru menyusupkan orang Non-KDKMP hanya karena memiliki kedekatan atau koneksi dengan pengambil kebijakan di OPD.

Baca juga: OPINI Menata Landmark Sebagai Ruang Identitas, Aktivitas Publik: Kritik Penataan Kawasan MTQ Kendari

Dan Tepat Waktu artinya dilakukan sesuai jadwal yang telah ditentukan dengan toleransi keterlambatan zero. Hal ini penting karena sedikitnya waktu yang tersedia di tengah luasnya geografis sasaran KDKMP yang harus dijangkau.

Direncanakan pelatihan bagi pengurus KDKMP dan Pendamping Bisnis akan mulai berjalan September hingga November 2025.

Lalu paralel dengan itu pada Desember 2025 para Pendamping Bisnis dan Pengurus KDKMP yang sudah terlatih mulai mempersiapkan mengajuan pinjaman sesuai potensi wilayah dan kebutuhan market yang bisa digarap.

Tidak hanya potensi, namun kalkulasi bisnis bidikan juga harus tertuang dalam proposal usaha yang disusun sebagai bahan pengajuan kredit kepada Himbara.

ETAPE III : Waspada Sudden Wealth Syndrome (SWS)

SWS adalah kondisi psikologis dimana seseorang mengalami kaget ketika tiba-tiba memperoleh kekayaan atau kendali atas uang dalam jumlah besar secara mendadak, perolehan atau kendali ini tidak pernah ia alami sebelumnya.

Kendali dadakan atas uang jumlah besar ini karena tidak dibekali pengalaman dan pemahaman yang baik, cendrung membawa masalah psikologi seperti greedy, gelagapan, gemar foyafoya/hedon (judi, prostitusi, perselingkuhan), kecemasan, stres dan masalah psikologis lain.

Di AS, kasus SWS beberapa dilaporkan relevan pada kebijakan melegalkan lotre. Karena hanya Lotere yang secara legal dapat memberi kesempatan setiap orang, termasuk kelompok ekonomi bawah, bisa menjadi kaya raya mendadak.

Seorang pekerja kasir misalnya, berasal dari Point Pleasent Beach, New Jersey-AS, bernama Evelyn Adams, ia memenangkan Lotere total senilai $ 5,4 juta atau saat ini setara Rp 89 miliar. 

Namun ia kehilangan semua uangnya setelah menggunakannya untuk berjudi dan berfoya-foya.

Di Indonesia kasus SWS juga terjadi pada beberapa aparatur Kepala Desa.

Memperoleh anggaran besar Dana Desa membuat sejumlah kepala desa tersangkut masalah hukum pidana korupsi. 

Penyimpangan Dana Desa akibat SWS punya kisah beragam, mulai dari memperkaya diri dan oranglain, hingga penggunaan korupsi Dana Desa untuk keperluan menambah istri. 

Sebagaimana kisah salah satu mantan Kepala Desa di Serang Banten, Aklani. Dana Desa yang dikorupsi dikabarkan digunakan untuk menikahi 4 (empat) istrinya dan foya-foya di tempat hiburan malam.

Kondisi di atas bisa dan berpotensi dialami oleh para Pengurus KDKMP jika secara drastis memiliki keleluasaan mengajukan pinjaman dalam jumlah besar apalagi miliaran. 

Meski telah dibekali pelatihan dan pendampingan bisnis kepada para pengurus KDKMP, namun regulasi perlu membatasi dan mendeteksi dini baikburuknya karakter pengurus KDKMP calon peminjam kredit. 

Pinjaman yang diberikan tidak boleh mendadak dalam jumlah besar. Pengurus bisa diujicoba dengan limit sesuai riwayat terbesar pengelolaan keuangan atau omset yang pernah pengurus kelola secara pribadi maupun secara organisasi & bisnis.

Kalau identifikasi limit riwayatnya ternyata di bawah Rp 200 juta, maka jumlah pinjaman yang layak dikelola cukup di bawah Rp 200 juta saja.

Itu juga sepanjang kriteria track record kreditnya baik dan layak, kalau buruk tentu perlu ditolak atau diberikan pagu pinjaman yang rendah.

Sumber Anggaran KDKMP: SBN - Burden Sharing

Anggaran modal kerja KDKMP bukan dari “uang dingin.” Dana sebesar Rp 16 triliun sumbernya pinjaman atau SBN yang di privat placement kepada Bank Indonesia (BI).

Uang dingin dalam istilah dunia investasi adalah “uang lebih” yang tidak dibutuhkan dalam waktu dekat.

Artinya ia bukan uang pinjaman atau uang yang tidak menimbulkan resiko akan kebutuhan finansial jangka pendek. 

Jika biasanya SBN dibuka untuk investor mana saja dan BI hanya Standby Buyer (atau pembeli akhir jika tidak/belum laku habis). 

Maka dalam privat placement ke BI, SBN memang di desain untuk dibeli investor terbatas, dalam hal ini hanya ditujukan kepada BI. 

Dengan klausul bunga pinjaman kelak juga akan dikembalikan kepada Kementerian Keuangan RI. 

Jadi sederhananya, MenKue terbitkan SBN, lalu BI yang membeli SBN nya. Atau duit Indonesia dari kantong kanan dipinjam dulu ke kantong kiri. 

Tapi dananya merupakan cetakan baru BI khusus untuk dipinjamkan ke Menkeu RI, dengan tujuan KDKMP.

Dampaknya tentu bertambahnya jumlah uang yang beredar. Skenario ini mirip dengan kebijakan yang diambil Pemerintah Indonesia di saat Covid19 melanda.

Pun dengan Amerika Serikat ketika The Fed memborong obligasi Treasury yang membantu AS membagikan Bansos kepada Warganya.

Kebijakan tersebut dikenal dengan CARES Act dan American Rescue Plan Act, yakni kebijakan bantuan berupa uang tunai ke rekening warga AS, tunjangan pengangguran, dan bantuan makanan. Strategi ini efektif membantu AS segera bangkit pasca dilanda Covid19.

Gejala kredit macet KDKMP dan efek SBN Burden Sharing perlu diantisipasi agar tidak menjadi salah satu pemicu inflasi meningkat, sehingga harus dimitigasi agar tidak menggelinding menjadi bibit resesi.

Kondisi inflasi tinggi tentu harus dijawab dengan pengetatan moneter yang tidak bisa dihindari.

Jika kebijakan menaikkan BIRate harus diambil maka akan mempengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi karena perusahaan akan mengurangi investasi dan ekspansi bahkan melakukan PHK.

Kontras dengan rencana pencapaian target pertumbuhan ekonomi Presiden Prabowo 8 persen.

Namun Skema Burden-Sharing ini juga piilhan yang bijak agar tidak menggangu persepsi investor di pasar keuangan. 

Karena jika Bank Himbara “dipaksa” menyalurkan Dana Pihak Ketiganya untuk membiayai KDKMP, bisa diperkirakan IHSG akan koreksi dalam dengan capital out flow nasabah Dana Mahal dan Investor Asing dari Big Banks.

Karena investor terbukti pernah merespon buruk isu KDKMP membebani BRI di awal 2025.

Padahal pencapaian all time high (ATH) IHSG di angka 8.000 an pada HUT RI ke 80 sudah mengembalikan gairah dunia investasi Republik Indonesia, meski tetap terkoreksi tipis pasca demo 25 Agustus.

Kolaborasi kebijakan fiskal MenKeu dan kebijakan Moneter BI ini juga sudah tepat dengan BI menurunkan BI-Ratenya sebesar 25 basis poin menjadi 5 persen. 

Langkah moneter BI cocok karena turut membantu kondisi perekonomian terkini. Hanya memang perlu diantisipasi, penurunan BI-Rate ditambah SBN Burden Sharing bisa berdampak pada inflasi pasca pinjaman KDKMP bergulir.

Namun bergulirnya pinjaman KDKMP tentu diharapkan meningkatkan produksi barang/jasa di masyarakat terutama di pedesaan.

Peningkatan produksi barang/jasa diharapkan dapat diserap konsumsi dalam negeri dan juga ekspor luar negeri.

Jika pinjaman KDKMP efektif dikelola sesuai harapan, maka inflasi jangka menengah dapat terjaga stabil karena peredaran uang dapat diimbangi produktifitas barang/jasa lebih besar. 

Kita berharap di bawah komando Menteri Ferry Juliantono yang juga praktisi koperasi, kebijakannya dapat menjawab kebutuhan dan tantangan perkoperasian Indonesia agar menjadi pilar ekonomi rakyat yang sesungguhnya.

Selamat bekerja pak Menteri, semoga Allah Subhanawata’ala selalu meridhoi.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved