OPINI

OPINI: Menelisik Walk Out Sang Jaksa

Pangkal tolak dari sikap JPU itu disebabkan Ketua Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini “diduga” telah memiliki konflik kepentingan.

Istimewa
Muhammad Takdir Al Mubaraq 

Jika Ketua Majelis Hakim, ternyata dimasa silam itu, sebelum melekatnya sumpah hakim pada dirinya, ternyata pernah memiliki hubungan pekerjaan dengan Terdakwa Sulkarnain Kadir, maka ketentuan Pasal 220 ayat (1) KUHAP itu berlaku padanya, sehingga ia wajib mengundurkan diri sebagai hakim.

Baca juga: OPINI: Upaya Penanganan Konflik Buaya VS manusia di Sulawesi Tenggara

Sebagaimana asas hukumnya yang berbunyi nemo judex idoneus in propria causa, yang artinya tiada seorang hakim pun yang mendaili perkara dimana ia memiliki kepentingan.

Tetapi, selama ia tidak memiliki hubungan pekerjaan itu sebelumnya, maka ia tidak wajib untuk mengundurkan diri.

Kasasi

Jika kita menyusuri poin pernyataan sikap JPU yang dibacakan dihadapan persidangan, sebenarnya lebih kepada bentuk kekecewaan dan kegamangan dari suasana kebatinan JPU.

Kecewa atas vonis bebas Ridwansyah Taridala dan Syarif Maulana. Dan gamang karena terdakwa Sulkarnain Kadir sudah dipastikan juga akan menyusul 2 terdakwa sebelumnya.

Namun, nampak tidak anggun rasanya jika kekecewaan atas perkara orang lain justru ditumpahkan seluruhnya ke dalam perkara terdakwa Sulkarnain Kadir, hingga mogok bersidang.

Mestinya, jika JPU yakin akan dakwaan dan tuntutannya terhadap perkara Ridwansyah Taridala dan Syarif Maulana benar-benar melakukan tindak pidana, maka tersedia ruang untuk men-challenge putusan bebas tersebut dengan mengajukan kasasi.

Baca juga: OPINI: Sanksi Pidana Menanti Pelaku Money Politik

JPU mestinya tak perlu berawai untuk itu. Lebih-lebih lagi, secara esensi posisi JPU sangatlah diuntungkan dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-X/2012 yang membolehkan putusan bebas diajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Hal itu bisa dilihat dalam pertimbangan Mahkamah dalam putusannya pada Paragraf 3.13.4 yang mengatakan “…putusan bebas yang dijatuhkan oleh pengadilan yang berada di bawah Mahkamah Agung kemudian dimohonkan pemeriksaan kasasi, tidak boleh diartikan bahwa Mahkamah Agung pasti menyatakan terdakwa bersalah dan dijatuhi pidana. Bisa saja Mahkamah Agung sependapat dengan pengadilan yang berada di bawahnya…”.

Dengan pertimbangan yang demikian itu, bukankah pihak terdakwa yang sebenarnya dirugikan dengan adanya upaya hukum terhadap putusan bebas?

Hal mana, sejak awal ia telah dituduh melakukan tindak pidana, ditahan, hak asasinya telah direnggut dan dibatasi sebagai seorang manusia yang merdeka.

Mestinya putusan bebas yang diganjar kepadanya menjadi hadiah atas semua proses perampasan hak yang dialami terdakwa selama menjalani proses hukum.

Namun ternyata Mahkamah justru membolehkan putusan bebas untuk di kasasi yang membuat nasib para terdakwa menjadi terkatung-katung dan diselimuti rasa was-was, sebab vonis bersalah juga masih menghantuinya.

Bermuara Pidana

Baca juga: OPINI: Apakah Ferdy Sambo Bisa Lepas dari Jerat Hukuman Mati?

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved