Sidang Guru Viral di Konawe Selatan

Menguak Permintaan Uang Rp50 Juta, Rp2 Juta, Rp15 Juta, Dalam Kasus Guru Supriyani Konawe Selatan?

Menguak asal usul uang damai Rp50 juta dalam kasus guru Supriyani di Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra).

Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Aqsa
kolase foto handover
Menguak asal usul uang damai Rp50 juta dalam kasus guru Supriyani di Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra). Uang damai kini menyeret oknum polisi seiring perjalanan kasus sang guru honorer yang dituduh aniaya murid sekolah dasar (SD) negeri di Kecamatan Baito, Kabupaten Konsel, Provinsi Sultra itu. 

Sementara, sang guru hanya menerima honor Rp300 ribu per bulan yang dibayarkan setiap triwulan atau tiga bulan sekali.

3. Bantahan Kapolsek Baito

Pihak kepolisian membantah adanya permintaan uang damai Rp50 juta dalam kasus guru Supriyani.

Kapolsek Baito, Aiptu Muhamad Idris, mengaku tak pernah mengarahkan ataupun meminta uang untuk mendamaikan kasus ini.  

Ia juga tidak tahu asal muasal hingga muncul permintaan nominal Rp50 juta tersebut.

“Kalau yang 50 juta, saya tidak tahu sumbernya dari mana yang jelas itu bukan dari polisi,” katanya ketika dihubungi TribunnewsSultra.com, pada Rabu (23/10/2024). 

4. Video Viral Pengakuan Kades

Seiring sidang perdana kasus guru Supriyani, Kamis (24/10/2024) lalu, beredar video viral pengakuan Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman, terkait kabar asal muasal uang damai Rp50 juta.

Dalam video tersebut, sang kades mengaku, awalnya dirinya mencoba melakukan mediasi dengan pelapor, yakni Aipda WH. 

“Tapi tidak membuahkan hasil. dalam artian masih minta waktu untuk berdamai,” katanya.

Seiring waktu, kata Rokiman, suami dari Supriyani mendatanginya untuk menanyakan perkara yang dialami oleh istrinya tersebut.

Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Aipda WH Sekeluarga Stres Karena Kasus Supriyani: Uang Rp50 Juta Itu Fitnah Keji

“Saya jawab nanti saya tanyakan ke polsek,” jelasnya.

Rokiman kemudian mendatangi Polsek Baito untuk menanyakan perkembangan kasus guru Supriyani dan bertemu kanit reskrim. 

Dalam pertemuan itu, disampaikan mediasi belum bisa menemui titik temu karena keluarga korban belum bisa memaafkan dan masih minta waktu.

Seiring berjalannya waktu, suami Supriayani kembali mendatangi Rokiman untuk bisa mempercepat proses kasus ini. 

“Karena menyangkut beban di istrinya. Kemudian dari bapak Katiran menyiapkan dana Rp10 juta,” ujarnya.

Rokiman pun kemudian kembali menyampaikan hal tersebut kepada Kanit Reskrim.

Hanya saja lagi-lagi keluarga korban belum bisa menerima atau berdamai. 

“Setelah itu, pak kanit menyampaikan belum mau pak. Kemudian saya kembali ke bapak Katiran (Suami Supriyani) berapa mampumu. Yang dia siapkan Rp20 juta,” katanya.

Akan tetapi, angka tersebut belum membuat keluarga korban bisa berdamai. 

Rokiman kembali mendatangi Polsek Baito untuk menanyakan kasus tersebut dan bertemu kanit reskrim.

“Kemudian muncul tangan angka lima. Setelah itu saya tanya, ini lima apa pak. Lima ratus atau lima juta. Bukan pak ini lima besar,” jelasnya.

Rokiman pun kemudian kembali menayakan angka lima itu dan dijawab lima puluh. 

Rokiman pun kemudian menyampaikan angka Rp50 juta tersebut kepada suami Supriyani.

Hanya saja pihak Supriyani mengatakan tidak mampu membayar hingga Rp50 juta tersebut.

Sementara dalam Rapat Dengar Pendapat DPRD Konawe Selatan, salah satu kuasa hukum Supriyani, La Hamildi, menyampaikan karena kasus ini, Kepala Desa Wonua Raya tidak bisa tidur dan kepikiran.

“Karena seolah-olah angka Rp50 juta itu dari pak Kades ini, padahal tidak,” katanya.

5. Tak Hanya Permintaan Rp50 Juta

Penasehat hukum guru Supriyani, Andri Darmawan, usai lanjutan sidang, pada Senin (28/10/2024), kembali buka-bukaan mengenai dugaan adanya permintaan uang.

Andri mengatakan permintaan uang tersebut bukan hanya untuk menghentikan kasus, akan tetapi juga penangguhan penahanan. 

Setelah guru Supriyani ditetapkan tersangka ada permintaan uang dari oknum polisi agar yang bersangkutan tak ditahan.

“Berapa, Rp2 juta, siapa yang minta, Kapolsek, siapa saksinya Bu Supriyani dan Pak Desa, sudah diambil uangnya di rumahnya Pak Desa, berapa nilai uangnya Rp2 juta,” jelasnya.

“Uangnya Ibu Supriyani Rp1,5 juta, ditambah dengan uangnya Pak Desa Rp500 ribu,” ujar Andri menambahkan.

Saat kasus dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari), kata Andri, guru Supriyani kembali dimintai uang agar tak ditahan.

“Saat di kejaksaan ditelepon oleh orang dari perlindungan anak, katanya pihak kejaksaan meminta Rp15 juta supaya tidak ditahan,” kata Andri.

Namun, Supriyani tak bisa lagi menyanggupi karena tidak memiliki uang. 

“Nah ini dari awal kita lihat seorang guru honorer dimainkan oleh jahatnya oknum aparat penegak hukum kita,” jelasnya.

Supriyani yang ditemui di Rumah Jabatan atau Rujab Camat Baito pun membenarkan permintaan uang tersebut.

“Setelah selesai penyidikan kedua itu, ada intimidasi lagi disuruh membayar uang Rp2 juta, yang menyuruh Kapolsek,” ujarnya.

“Itu hari cuma punya uang Rp1,5 juta tapi mintanya dia Rp2 juta. Jadi Rp500 ribu itu Pak Desa yang kasih,” kata Supriyani menambahkan.

“Katanya supaya saya nggak ditahan, disitu saya kasih Rp2 juta tapi tetap nggak ada hasil tetap dilanjutkan masalah,” lanjutnya.

Supriyani pun membenarkan adanya permintaan uang Rp15 juta agar dirinya tak ditahan pihak kejaksaan.

“Sampai ada juga dari perlindungan anak yang menelepon penyidik,  tapi nggak tahu siapa. Meminta uang juga Rp15 juta untuk kejaksaan supaya tidak ditahan juga,” jelasnya.

“Tapi saya menyerah di situ, kenapa saya harus membayar kan saya nggak salah. Di situ saya sudah pasrah apapun yang terjadi saya akan getap jalani sampai ada titik terakhir,” ujarnya menambahkan.

Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, Ujang Sutisna, yang dikonfirmasi usai persidangan, membantah dugaan permintaan uang agar guru Supriyani tak ditahan.

“Tidak ada itu,” ujarnya di Pengadilan Negeri atau PN Andoolo.

Terkait apakah sudah mendengar informasi mengenai permintaan uang tersebut, Ujang, mengaku pernah mendengar, tapi setelah ditelusuri, pihaknya tidak mendapatkan bukti.

“Sudah kita telusuri tidak ada itu,” katanya. 

Sementara, Kapolsek Baito, Iptu Muhammad Idris, yang ditemui TribunnewsSultra.com di halaman PN Andoolo, enggan mengomentari lagi dugaan permintaan uang terhadap Supriyani.

“Kalau mengenai itu, saya tidak mau berkomentar,” katanya.

Demikian pula saat ditemui kembali di Rujab Camat Baito pada hari yang sama.

Iptu Idris hanya memberikan komentar singkat terkait insiden kaca mobil dinas Camat Baito yang pecah.

Namun, dia enggan berkomentar saat ditanya wartawan mengenai dugaan permintaan uang tersebut.

Iptu Idris langsung menuju motornya sembari mengangkat tangan saat ditanyakan mengenai hal itu.

6. Video Viral Inisiatif Kades

Beredar lagi video viral pengakuan berbeda Kepala Desa Wonoua Raya, Kecamatan Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), soal uang damai kasus guru Supriyani.

Dalam video tersebut, Rokiman awalnya memperkenalkan diri serta jabatannya sebagai kades.

Setelah itu, dia menceritakan soal awal mula munculnya permintaan uang damai senilai Rp50 juta itu.

Kata Rokiman, ia sebagai pemerintah desa berinisiatif untuk mencoba melalukan mediasi.

Karena sebagai tokoh masyarakat ia tak tega melihat masalah yang menimpa warganya. 

Rokiman pun kemudian mencoba melakukan mediasi dengan cara 'uang damai' untuk menyelesaikan kasus tersebut.

“Saya sebagai pemerintah merasa bagaimana dengan warga saya. Saya  mencoba untuk memediasi sendiri. Menawarkan opsi itu,” katanya dalam video viral.

“Yang pertama dari angka 20 sampai 30 namun jangankan 20. Lima puluh kalau pihak korban tidak mau damai atau mencabut tidak akan selesai," jelasnya menambahkan.

Kata Rokiman, angka tersebut merupakan inisiatifnya dan mencoba menyampaikan kepada Supriyani.

“Inisiatif dari saya selaku pemerintah karena melihat warga saya ibalah, jadi saya coba berupaya,” ujarnya.

“Kemudian saya menyampaikan kepada ibu Supriyani soal opsi ini (rp50 juta) kemudian ibu Supriyani terdiam. Memang mutlak itu dari kami,” katanya menambahkan.

Sementara, Rokiman, yang dikonfirmasi melalui WhatsApp terkait beredarnya dua video viral tersebut tak merespon.

Awak TribunnewsSultra.com sudah berupaya melakukan konfirmasi sejak namanya terseret dalam kasus uang damai guru Supriyani.

7. Pernyataan Kuasa Hukum Aipda WH

Kuasa hukum Aipda WH, Laode Muhram Naadu, mengatakan, kabar permintaan uang damai hanya informasi sepihak dan tidak benar.

Kliennya juga sudah menyampaikan tak pernah meminta uang damai kepada guru Supriyani.

“Kondisi Aipda WH, bersama istrinya sekarang sangat tertekan dengan isu uang Rp50 juta yang dibawa dalam kasus ini. Itu fitnah yang sangat keji,” katanya melalui telepon, Minggu (27/10/2024).

Dia menegaskan nominal uang Rp50 juta yang dituduhkan bukan inisiatif kliennya.

Namun, nominal uang tersebut terungkap dari ucapan kepala desa dan sudah diakui oleh guru Supriyani.

Selain itu, kasus ini sampai ke kejaksaan karena tidak adanya titik temu atau kesepakatan damai.

“Uang itu bukan inisiatif keluarga korban, melainkan kepala desa dan itu sudah diakui Ibu Supriyani,” ujar Muhram.

Diapun membeberkan dalam pertemuan mediasi kedua yang didampingi kades, suami Supriyani menyodorkan amplop putih, namun ditolak oleh Aipda WH.

“Saat itu, pak klien saya tersinggung dan kaget, dia tanya apa ini? Kenapa ada begini?,” jelas Muhram.

“Diambilah amplop itu sama pak desa dan menyampaikan, tidak pak ini cuman untuk biaya pengobatan,” ujarnya menambahkan.

“Jadi yang ramai Rp50 juta tidak pernah ada ucapan dari klien saya. Justru yang mengeluarkan amplop pada saat proses mediasi itu adalah suami Supriyani,” lanjutnya.

8. Propam Sultra Periksa 6 Polisi

Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Bid Propam Polda Sultra) memeriksa enam personel polisi terkait kasus viral guru Supriyani di Konawe Selatan.

Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol Moch Sholeh, mengatakan, enam personel sudah dimintai keterangan oleh tim internal yang dibentuk polda.

Mereka yang dimintai keterangan terkait kasus guru Supriyani yakni dari Polsek Baito dan Polres Konawe Selatan.

“Polres Konsel tiga, Polsek Baito tiga personel sementara masih pendalaman,” katanya saat dikonfirmasi, Selasa (29/10/2024).

Sholeh mengungkapkan, pemeriksaan para personel untuk mendalami terkait pemeriksaan guru Supriyani sesuai Standar Operasinal Prosedur (SOP) penyidikan atau tidak.

Selain itu, pemeriksaan untuk mendalami kabar permintaan uang Rp50 juta dalam kasus guru Supriyani.

Sholeh menambahkan terkait dugaan tersebut, Tim Internal Polda Sultra juga meminta keterangan Kepala Desa Wonua Raya.

“Mohon waktu mas karena kades sedang dipanggil untuk klarifikasi. Masih proses semua. Semua saksi-saksi akan diperiksa,” jelasnya.

Ia mengatakan dari keterangan para saksi-saksi, pihaknya baru bisa mengambil langkah apakah ada pelanggaran kode etik kepolisian dalam kasus Supriyani atau sebaliknya.

Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Pol Iis Kristian, mengatakan, tim internal sudah bekerja mengusut kasus guru Supriyani.

“Tim sedang bekerja. Kalau personel juga sudah ada yang dimintai keterangan untuk intenal,” ujarnya.

9. Kades Dipanggil Propam

Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman, menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Bid Propam Polda Sultra, pada Kamis (31/10/2024).

Rokiman diperiksa terkait kabar uang damai Rp50 juta dalam kasus guru Supriyani di Kecamatan Baito, Konawe Selatan.

Kades Wonua Raya tersebut diperiksa di Ruangan Bidang Propam Polda Sultra.

Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Pol Iis Kristian, membenarkan pemeriksaan sang kades.

“Iya benar, tadi yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk dimintai sejumlah keterangannya,” katanya ditemui di ruang kerjanya.

“Terkait isu uang damai Rp50 juta dalam kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan guru Supriyani,” jelasnya menambahkan.

Ia menambahkan pihaknya akan mengumumkan hasilnya setelah semua pihak yang disebut-sebut dalam isu uang damai tersebut diperiksa dan dimintai klarifikasi. 

10. Pengakuan Terbaru Kades

Seiring pemeriksaan Bid Propam Polda Sultra, beredar video viral pengakuan Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman, saat ditanya penyidik propam.

Awalnya, penyidik menanyakan soal beredarnya 2 video pengakuan berbeda dirinya terkait permintaan uang damai Rp50 juta.

“Adanya video soal penjelasan pak desa soal permintaan sejumlah uang dari penyidik Polsek Baito. Kami ingin meminta penjelasan video yang mana sebenarnya sesuai,” tanya penyidik.

Kades Wonua Raya menyampaikan dari dua video itu, pernyataan yang sesuai fakta saat dirinya memakai baju putih.

Saat, dirinya mengungkap oknum polisi yang meminta uang damai tersebut.

Sementara video pernyataan yang beredar memakai jaket itu karena dibuat dalam kondisi tersudut dan diarahkan oleh Kapolsek Baito.

Dalam video tersebut, dia mengaku permintaan uang Rp50 juta tersebut merupakan inisiatifnya sebagai kades.

“Kalau video yang pakai jaket itu saya diarahkan, di mana saya tersudut. Yang mengarahkan Kapolsek Baito,” jelasnya.

Ia menceritakan saat itu dirinya sudah dicari pihak polsek setelah Kapolres dan Kajari Konsel berkunjung ke rumah camat Baito untuk upaya mediasi.

Saat itu dirinya diundang Camat Baito dalam pertemuan tersebut.

Kemudian dia menuju depan kantor camat dan bertemu beberapa kepala desa.

“Disitulah tiba-tiba datang Kapolsek Baito dan mengatakan 'nah ini pak desa yang selama ini saya cari,susah sekali,” ujarnya.

Saat itu, Kapolsek meminta bantuan ke Kades Wonua Raya.

“Coba dibantu dulu saya,” katanya.

Kapolsek Baito pun mengarahkan kades untuk menyampaikan pernyataan terkait permintaan uang tersebut merupakan inisiatifnya.

“Pak kapolsek minta saya menyampaikan terkait dana Rp50 juta ini inisiatif dari pemerintah desa untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi,” jelasnya.

“Padahal, sebenarnya tidak seperti itu. Permintaan uang Rp50 juta yang menyampaikan Pak Kanit Reskrim,” ujarnya menambahkan.

Kuasa hukum Supriyani dari LBH HAMI Sultra, Andri Darmawan, pada Jumat (1/11/2024), mengatakan, Rokiman turut didampingi LBH HAMI saat pemeriksaan di Propam Polda Sultra.

Andri pun menceritakan kronologi sang kades digiring untuk mengatakan uang damai Rp50 juta kasus guru Supriyani merupakan iniasitif dirinya.

Saat itu, Rokiman didatangi Kapolsek Baito bersama anggotanya yang meminta agar sang kades mengatakan permintaan uang damai tersebut merupakan inisiatifnya sebagai pemerintah desa.

“Jumlahnya dia tidak tahu (polisi) intinya dia diapit,” kata Andri.

Bahkan, kata Andri, pihak Polsek Baito sudah menyiapkan surat pengakuan di atas materai soal pernyataan itu.

“Sudah disiapkan. Untung saat itu kades naik asam lambung, langsung muntah-muntah dan dibawa ke rumah sakit,” jelasnya.

Belakangan, kepala desa kemudian menghubungi LBH-nya untuk meminta dilakukan pendampingan karena merasa bersalah telah memberikan pernyataan yang tidak benar.

“Karena dia merasa ditekan, dia minta didampingi, makanya kami langsung minta kuasa,” ujarnya.(*)

(TribunnewsSultra.com/La Ode Ari/Samsul Samsibar/Sugi Hartono/Ahlun Wahid/Desi Triana Aswan)

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved