Ada Turki hingga Israel, Inilah Daftar Negara yang Berpotensi Jadi Negosiator Perang Rusia-Ukraina

Dilansir TribunnewsSultra.com dari SkyNews, berikut daftar negara yang dapat membantu menjadi perantara untuk mengakhiri konflik Rusia dengan Ukraina.

Penulis: Nina Yuniar | Editor: Ifa Nabila
Kolase Tangkapan Layar US News | France24
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy (kiri) menyatakan bahwa dirinya terbuka untuk melakukan perundingan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin (Kanan) di Israel dengan syarat hanya jika ada gencatan senjata. 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Perundingan damai putaran ketiga antara Rusia dan Ukraina untuk menghentikan perang berakhir tanpa terobosan besar.

Sebagaimana diketahui bahwa, perundingan damai ketiga itu berada di Turki dengan dihadiri Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba dan Menlu Rusia Sergei Lavrov pada Kamis (10/3/2022) lalu.

Turut hadir juga dalam perundingan tersebut Menlu Turki Mevlut Cavusoglu.

Kepala Perunding Moskow Vladimir Medinsky mengatakan diskusi terbaru antara kedua belah pihak 'tidak mudah dan terlalu dini untuk membicarakan sesuatu yang positif.

Kremlin telah menjanjikan gencatan senjata total jika Ukraina setuju untuk tidak pernah bergabung dengan NATO dan mengakui wilayah pendudukan Krimea milik Rusia.

Baca juga: Sederet Peristiwa Hari Ke-19 Perang Rusia Vs Ukraina: AS Ancam Cina Jika Bantu Putin

Serta mengakui Donetsk dan Luhansk sebagai wilayah merdeka.

Rusia juga mengklaim akan berhenti menyerang negara itu jika Ukraina menghentikan aksi militernya.

Tetapi Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur.

Zelenskyy yang berbicara kepada House of Commons secara langsung, serta para pemimpin Barat lainnya dengan seruan yang meminta mereka untuk campur tangan melawan pasukan Rusia.

Sementara itu, penembakan terus terjadi saat koridor kemanusiaan bagi orang-orang yang mencoba melarikan diri dari Ukraina terus terjadi.

Baca juga: Amerika Serikat: Rudal Rusia Hujani Ukraina hingga Sebut Putin Minta Bantuan Senjata ke Cina

Akibatnya ratusan warga sipil yang hendak mengungsi pun tewas.

Saat mendekati perundingan damai putaran keempat antara Rusia-Ukraina, terdapat negara-negara lain yang memposisikan diri sebagai mediator, termasuk Turki, China dan Israel.

Dilansir TribunnewsSultra.com dari Sky News, berikut negara-negara yang dapat membantu menjadi perantara untuk mengakhiri konflik Rusia dengan Ukraina:

1. Turki

Pada Kamis (10/3/2022), Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov bertemu timpalannya dari Ukraina Dmytro Kuleba untuk pertama kalinya sejak invasi dimulai.

Baca juga: UPDATE Perang Rusia-Ukraina: Saham AS Anjlok hingga Menlu Kiev dan Moskow akan Bertemu di Turki

Keduanya mengadakan pertemuan trilateral dengan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu di sela-sela forum diplomasi internasional yang sudah berlangsung di Antalya.

Itu terjadi setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menelepon Presiden Rusia Vladimir Putin pada Minggu (6/3/2022) untuk membuat tawaran baru menjadi tuan rumah pembicaraan.

Hal tersebut diungkapkan oleh menurut Menlu Cavusoglu.

Erdogan sendiri merupakan salah satu orang pertama yang membuat dirinya dikenal sebagai mediator potensial.

Presiden Turki tersebut juga menawarkan untuk menjadi tuan rumah Zelenskyy dan Putin pada pertemuan puncak pada awal Februari, sebelum pasukan melintasi perbatasan.

Baca juga: Zelenskyy Bersedia Temui Putin untuk Berunding Jika Presiden Rusia Lakukan Ini untuk Ukraina

Turki berbagi perbatasan laut di Laut Hitam dengan Ukraina dan Rusia serta menikmati hubungan baik dengan kedua negara.

Tahun ini pihaknya menengahi perjanjian perdagangan bebas dengan Ukraina dan menyetujui drone yang dirancang Turki untuk diproduksi di sana.

Tapi sama, Moskow adalah salah satu mitra dagang terbesar Ankara dan memasok sebagian besar minyak dan gasnya.

Erdogan juga telah membeli peralatan militer dari Rusia dan menggunakan hubungan baiknya dengan Kremlin untuk mengancam sekutu Barat bahwa dia bisa keluar dari NATO.

Ditanya tentang perudingan damai Kamis (10/3/2022), Cavusoglu mengatakan bahwa ia berharap perdamaian dapat segera didapatkan oleh Rusia dan Ukraina.

Baca juga: Perundingan Tahap Ketiga Tak Ada Kemajuan, Menlu Rusia Sebut Putin Siap Bertemu Presiden Ukraina

"Kami terutama berharap pertemuan ini adalah titik balik dan langkah penting menuju perdamaian dan stabilitas." ujar Cavusoglu.

2. Cina

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Cina Xi Jinping.
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dan Presiden Cina Xi Jinping (kanan). (Russian Presidential Press and Information Office)

Sebagai teman Rusia, China telah menolak untuk mengutuk invasi di Ukraina tersebut.

Sebaliknya China justru mengklaim bahwa 'masalah keamanannya adalah sah dan sanksi terhadapnya merupakan hal yang ilegal'.

Presiden Cina Xi Jinping menjamu mitranya dari Rusia pada pembukaan Olimpiade Beijing, dengan sang Menteri Luar Negeri Wang Yi menggambarkan hubungan kedua negara sebagai 'berpakaian besi'.

Baca juga: Rangkuman Terkini Perang Rusia Vs Ukraina: Wartawan AS Dibunuh, Putin Andalkan Cina untuk Bantu

China abstain dari mosi Dewan Keamanan PBB tentang invasi, tetapi sejak itu tidak banyak mengeluarkan suara.

Berbicara pada pertemuan virtual dengan mitranya dari Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz pada Selasa, Xi mengatakan China akan bersama mendukung perundingan damai antara Rusia dan Ukraina.

Tetapi direktur CIA Williams mengklaim China merasa 'tidak tenang' oleh perang yang sedang berlangsung dan bagaimana ia telah menyatukan Eropa dan AS lebih kuat dari sebelumnya.

"Mereka tidak mengantisipasi kesulitan signifikan yang akan dihadapi Rusia," katanya kepada Kongres.

Pakar Hubungan Internasional di Universitas Renmin sekaligus Penasihat Pemerintah China, Profesor Shi Yinhong, mengatakan bahwa negaranya 'malu' dengan apa yang terjadi di Ukraina.

Baca juga: Sambut Para Pemimpin UE untuk Bahas Krisis Ukraina, Presiden Prancis Macron Kutuk Invasi Rusia

Sedangkan, PM Australia Scott Morrison mengklaim bahwa tidak ada negara yang memiliki dampak lebih besar dalam menyelesaikan perang mengerikan di Ukraina ini selain China.

3. Israel

Setelah kunjungan mendadak ke Moskow pada 5 Maret lalu, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett telah memposisikan dirinya sebagai mediator antara kedua belah pihak.

Israel memiliki hubungan kerja yang baik dengan Rusia dan Ukraina.

Serta apabila berhasil menengahi gencatan senjata, hal itu bisa membuat karir politik Bennett menjadi pendek.

Baca juga: Tanggapi Serangan Rudal Rusia di Dekat Masjid Ukraina, Menlu Turki Minta Evakuasi Warga Sipil

Dia dikritik karena tidak memberikan sanksi kepada Rusia menjelang invasi, sementara sekutu Baratnya memperketat tindakan.

Tetapi setelah pasukan melintasi perbatasan, Israel mengirimkan ratusan ton bantuan kemanusiaan ke Ukraina dan berjanji untuk mendanai sebuah rumah sakit lapangan di sana.

Ukraina adalah rumah bagi sekitar 200.000 orang Yahudi, termasuk Presiden Volodymyr Zelenskyy sendiri.

Sementara itu, Bennett diyakini terus berkomunikasi dengan kedua negara.

Selain itu, disebutkan bahwa Zelenskyy telah memintanya untuk bernegosiasi.

Baca juga: Presiden Ukraina Bersumpah akan Terus Negosiasi dengan Rusia, Kini Tinggal Tunggu Jawaban Putin

Namun, hubungan militer Israel dengan Rusia sangat erat.

Itu bergantung pada Moskow untuk koordinasi keamanan di Suriah dan untuk bantuan dalam negosiasi kesepakatan nuklir Iran di Wina, yang mana kesepakatan sudah dekat.

Menurut Jerusalem Post, Kiev telah mengecilkan kesediaannya untuk mempertimbangkan tuntutan Putin.

Dalam sebuah artikel baru-baru ini, surat kabar itu mengklaim pertemuan Sabtu antara Putin dan PM Israel Bennett mengungkapkan 'kesenjangan antara kedua pihak tidak terlalu besar'.

Tapi komentator Israel Barak Ravid lebih skeptis terhadap keberhasilan Bennett sejauh ini.

Baca juga: Jurnalis AS Brent Renaud Tewas Ditembak Tentara Rusia saat Meliput Pengungsi di Ukraina

"Perdana menteri telah mengarungi lumpur Ukraina tanpa mengetahui sepenuhnya seberapa dalam itu." sebut Ravid.

4. Prancis

Presiden Prancis Emmanuel Macron (Kiri) menyebut serangan pasukan militer Presiden Rusia Vladimir Putin (Kanan) di Ukraina sebagai
Presiden Prancis Emmanuel Macron (Kiri) menyebut serangan pasukan militer Presiden Rusia Vladimir Putin (Kanan) di Ukraina sebagai "tindakan perang yang memalukan". Hal itu disampaikan Macron saat menghadiri pertemuan para pemimpin Uni Eropa di Istana Versailles, Prancis pada Kamis (10/3/2022) guna membahas krisis Ukraina akibat invasi Rusia. (Kolase France24)

Presiden Prancis Emmanuel Macron adalah satu-satunya pemimpin Barat yang tetap bersikap terbuka kepada Putin.

Dia telah berbicara langsung dengan rekannya dari Rusia empat kali sejak awal invasi dan lebih dari 10 kali selama sebulan terakhir.

Macron juga telah menyampaikan pesan atas nama Presiden Zelenskyy, mencoba menengahi kesepakatan kecil tentang gencatan senjata lokal dan koridor manusia.

Baca juga: Wanita Rusia Protes Invasi ke Ukraina, Bongkar Media Rusia Propaganda Kebencian ke Amerika Serikat

Selama percakapan terakhir mereka, Macron menerima jaminan dari Putin tentang pembangkit nuklir yang disita Ukraina di Chernobyl dan Zaporizhzhia.

Direktur Senior Eropa di Dewan Atlantik di Paris sekaligus Anggota Partai En Marche Macron, Benjamin Haddad menyebut 'bosnya tidak memiliki ilusi bahwa Putin akan menepati janjinya'.

Tetapi disebutkan bahwa hal itu membuat Macron tetap terlibat dalam putusan Putin untuk mengurangi eskalasi.

Banyak orang di panggung global telah mengejek 'kenaifan' Macron dalam mencoba mempertahankan hubungan dengan Putin.

Serta keputusan Putin untuk hanya menawarkan koridor kemanusiaan ke Rusia dan Belarusia menunjukkan bahwa negosiasi Macron gagal.

Baca juga: Wilayah NATO Mulai Terancam, Rudal Rusia Hantam Pangkalan Militer Ukraina Dekat Polandia

5. Negara lain

Presiden Rusia Vladimir Putin saat bertemu dengan Pangeran Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman di Moskwa, 14 Juni 2018.(AFP / YURI KADOBNOV)
Presiden Rusia Vladimir Putin saat bertemu dengan Pangeran Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman di Moskwa, 14 Juni 2018.(AFP / YURI KADOBNOV) (Kompas.com)

Sejumlah negara lain, yang abstain dari mosi Dewan Keamanan PBB serta memiliki hubungan baik dengan Rusia, sebagian besar tetap keluar dari konflik.

Presiden Brasil Jair Bolsonaro mengatakan dia 'berdiri dalam solidaritas dengan Rusia', tetapi tidak menjelaskan lebih jauh.

Menteri Luar Negeri Brasil Carlos Franca mengatakan bahwa negaranya berada di pihak perdamaian dunia.

"Kami pikir kami dapat mencapai (perdamaian) itu dengan membantu menemukan jalan keluar (dari perang), bukan dengan memihak." ujar Franca.

Baca juga: Setelah Tuduh Ukraina, Rusia Kini Balik Dituduh NATO Pakai Senjata Kimia

India dan Pakistan juga mendapat tekanan yang meningkat untuk mengutuk invasi tersebut.

Tetapi hubungan strategis mereka dengan Rusia tampaknya telah mencegah India dan Pakistan melakukannya.

Arab Saudi, UEA dan sejumlah negara Afrika juga abstain di PBB.

Tetapi negara tersebut dianggap tidak memiliki pengaruh yang cukup dengan Barat untuk membantu menengahi negosiasi Rusia-Ukraina.

(TribunnewsSultra.com/Nina Yuniar)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved