Kisah Pilu Orangtua Santriwati yang Dirudapaksa Guru Pesantren di Bandung: Mau Urus 2 Bayi Korban
Kisah pilu yang dialami orangtua santriwati yang dihamili guru pesantren di Bandung Jawa Barat, hingga korban lahirkan 2 anak perempuan.
Penulis: Nina Yuniar | Editor: Ifa Nabila
TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Kisah pilu dialami orang tua korban rudapaksa oleh guru di sebuah pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar).
Dilansir TribunnewsSultra.com dari Kompas.com, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut memaparkan jumlah santriwati yang menjadi korban rudapaksa guru pesantren di kawasan Cibiru, Bandung, Jabar.
Dari 12 korban, 11 santriwati di antaranya merupakan warga Garut, Jabar.
Sebelas korban warga Garut itu, 7 santriwati di antaranya telah melahirkan 8 bayi.
Sebelumnya, diketahui bahwa pelaku dalam kasus rudapaksa ini adalah HW (36) sang guru di pesantren tersebut.
Salah seorang korban rudapaksa oleh pelaku HW, bahkan melahirkan dua anak perempuan dari perbuatan asusila guru pesantrennya.
Hal itu disampaikan oleh Ketua P2TP2A Garut, Diah Kurniasari Gunawan.
"Dari 11 korban di kita (P2TP2A Garut), ada 8 orang anak, ada satu (korban) sampai (punya) dua anak, tadi kan di TV saya lihat (berita) dua sedang hamil, tidak, sekarang sudah melahirkan semua," terang Diah, Kamis (9/12/2021) malam kepada wartawan di kantor P2TP2A Garut.
Baca juga: Tragis Guru Pesantren Bandung! Santriwati Dicabuli Jadi Kuli Bangunan-Bayi Korban Alat Dapat Bantuan
Diah menuturkan bahwa pihaknya menerima korban dari Polda Jabar, setelah menerima laporan kasus itu sekitar Bulan Mei 2021.
Yang mana sebelumnya diambil dari pesantren tersebut, kala itu ada korban yang baru empat hari melahirkan dan 2 santriwati lainnya tengah hamil.
Diketahui 2 korban yang hamil itu kini keduanya sudah melahirkan.
"Saat ini semuanya (bayinya) ada di ibunya mereka masing-masing," ungkap Diah.
Diah mengatkan bahwa para korban rata-rata telah menjadi santriwati di pesantren itu sejak tahun 2016 sampai kasusnya terungkap pada bulan Mei lalu.
Baca juga: Reaksi Santriwati Korban Pencabulan Guru Pesantren saat Dengar Suara Pelaku: Teriak Histeris
Kronologi Terungkapnya Kasus Guru Pesantren Rudapaksa 12 Santriwati
Diah menyebutkan bahwa kasus rudapksa ini terungkap setelah salah satu korban, pulang ke rumah ketika hendak merayakan hari raya Idul Fitri.
Orangtua korban, ternyata melihat perubahan pada anaknya, hingga diketahui bahwa putrinya hamil.
"Nah disitulah akhirnya dengan ditemani oleh Kepala Desa mereka melapor ke Polda Jabar. Nah, itu awalnya seperti itu," ujarnya.
Setelah melapor ke Polda, orangtua korban tersebut melapor ke Bupati Garut dan kemudian melapor ke P2TP2A.
Sejak itu dan hingga kini P2TP2A mendampingi korban dan orangtuanya.
Baca juga: Wabub Jabar Ungkap Perilaku Sosok HW, Guru Hamili Santri di Bandung: Pesantren, Tapi Enggak Bener
Kondisi Korban dan Orangtua, Sempat Syok

Diah mengungkapkan kondisi psikologis korban dan orangtusanya kini sudah lebih kuat.
Lantaran sebelumnya memang sudah disampaikan kepada korban akan risiko muncul apabila kasusnya diungkap ke media.
"Insya Allah mereka sudah lebih kuat, karena kami telah mempersiapkan, seperti inilah kalau ini akhirnya kebuka, mereka harus siap menghadapi, insyaallah mereka lebih kuat," terang Diah.
Diah sendiri merasa yakin sebab saat mendatangi P2TP2A Garut, para korban beserta orangtuanya diberi program trauma healing dan dampingan dari psikolog.
Baca juga: Selain Penjara, Oknum Guru Pesantren di Bandung yang Hamili Belasan Santriwati juga Terancam Kebiri
Lantaran orangtua korban merasa sangat terpukul setelah menerima kabar kasus yang dialami putri mereka.
Kisah Orangtua Korban yang Lahirkan 2 Bayi HW
Dilansir TribunnewsSultra.com dari Kompas.com, Ketua P2TP2A Garut, Diah Kurniasari Gunawan pun turut merasa kecewa, marah, dan berkecamuk seperti yang dirasakan para orangtua korban rudapkasa guru pesantren ini.
Diah menyaksikan pilunya suasana saat pertemuan para orangtua dengan anak-anaknya yang sebelumnya dianggap menuntut ilmu di pesantren namun justru melahirkan bayi hasil aksi bejat gurunya.
"Rasanya bagi mereka mungkin dunia ini kiamat, ada seorang bapak yang disodorkan anak usia 4 bulan oleh anaknya, enggak, semuanya nangis," sebut Diah.
Peristiwa pilu itu terjadi pertemuan para orangtua dengan korban di kantor P2TP2A Bandung, setelah dibawa keluar dari lingkungan pondok pesantren oleh penyidik Polda Jabar.
Baca juga: Ridwan Kamil Marah Dengar Ustaz Pesantren di Bandung Cabuli 12 Santriwati: Dihukum Seberat-beratnya
Kondisi serupa juga terjadi di kantor P2TP2A Garut ketika para orangtua yang tidak tahu putrinya menjadi korban pencabulan guru pesantren diberi tahu kasus ini.
Hingga akhirnya mereka dipertemukan pertama kali di kantor P2TP2A Bandung sebelum dibawa ke P2TP2A Garut.
Selain berat menerima kenyataan, para orangtua korban juga kebingungan dan khawatir akan masa depan dan lingkungan tempat tinggal anaknya.
"Di kecamatan ini (lingkungan rumah korban), saya sampai datang beberapa kali nengok yang lahiran, ngurus sekolahnya, ketemu tokoh masyarakatnya," jelasnya.
Menurut Diah, kasus ini sangat menguras emosi semua pihak, apalagi ketika psikologi korban dan orangtuanya diterapi oleh tim psikolog P2TP2A.
Baca juga: Ustaz Pesantren di Bandung Cabuli 12 Santriwati hingga Melahirkan 8 Bayi, Iming-iming Jadikan Polwan
"Sama, kita semua juga marah pada pelaku setelah tahu ceritanya dari anak-anak, sangat keterlaluan, kita paham bagaimana marah dan kecewanya orangtua mereka," katanya.
P2TP2A sendiri menawarkan berbagai solusi kepada korban dan orangtuanya perihal posisi bayi yang dilahirkan dari aksi cabul guru ngajinya.
Apabila para orangtua tak mau mengurusnya, P2TP2A siap menerima anak tersebut.
Lantaran disebutkan bahwa para orangtua korban bukan tergolong orang-orang yang mampu.
Orangtua korban kebanyakan berprofesi sebagai buruh harian lepas, pedagang kecil, dan petani yang tadinya merasa untung anaknya bersekolah gratis di pesantren itu.
"Alhamdulillah, yang rasanya mereka (awalnya) tidak terima, namanya juga bayi, cucu darah daging mereka, akhirnya mereka rawat, walau saya menawarkan kalau ada yang tidak sanggup, saya siap membantu," bebernya.
Baca juga: Ini Wajah Sosok Guru Pesantren Hamili 10 Santriwati, Pelaku Mengajar di 3 Pesantren
Begitu pula dengan orangtua HW, melahirkan 2 bayi perempuan dari aksi rudapaksa guru ngajinya itu.
Diah mengungkapkan bahwa anak pertama HW berusia 2,5 tahun dan beberapa bulan lalu bayi kedua pun lahir.
Dikatakannya bahwa orangtua dan HW mau merawat kedua anak tersebut.
"Saya nengok ke sana (rumahnya), menawarkan (bantuan) kalau enggak sanggup merawat, ternyata mereka tidak ingin dipisahkan anaknya, dua-duanya perempuan," jelas Diah.
Diketahui korban yang melahirkan paling akhir pada November lalu umurnya masih 14 tahun.
Setelah melahirkan, Diah pun menawarkan bantuan apabila orangtuanya tak sanggup mengurus bayi korban.
Baca juga: Modus Guru Pesantren di Bandung Hamili 10 Santriwati, Janji Jadi Polwan dan Tanggung Kuliah
Tetapi orangtua korban tetap mau merawat anak yang dilahirkan putri mereka.
"Setidaknya, mereka sudah menerima takdir ini, nanti saya berencana mau nengok juga ke sana," ucap Diah.
(TribunnewsSultra.com/Nina Yuniar) (Kompas.com/Ari Maulana Karang)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kronologi Terungkapnya Kasus 12 Santriwati Diperkosa Guru, Salah Satu Korban Pulang Kampung dalam Keadaan Hamil" dan "Orangtua Santriwati Korban Perkosaan Guru Pesantren Menangis Saat Disodori Bayi 4 Bulan oleh Anaknya, Dunia Serasa Kiamat..."