Insentif Tenaga Kesehatan Sultra
Pemprov Sultra Cairkan Insentif Nakes dari Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil
Pencairan insentif Nakes dari dua pos dana ini adalah anggaran yang dialihkan Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah.
Penulis: Muh Ridwan Kadir | Editor: Laode Ari
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Menkeu) Nomor 17 Tahun 2021, insentif tenaga kesehatan dibayarkan Pemerintah Daerah menggunakan Dana Alokasi Umum ( DAU ) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
Pencairan Insentif nakes di Sulawesi Tenggara dari dua pos dana ini adalah anggaran yang dialihkan Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah.
Perlu diketahui, Dana Alokasi Umum adalah sejumlah dana yang harus dialokasikan Pemerintah Pusat kepada setiap Daerah Otonom di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan.
Sementara, Dana Bagi Hasil merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dengan dana ini diharapkan insentif tenaga kesehatan atau nakes di menunggak berbulan-bulan dapat segera didistribusikan.
Baca juga: Alasan Pemprov Sultra Telat Bayar Insentif Nakes RS Bahteramas: Gegara Dilimpahkan ke Daerah
Kepala Dinas Kesehatan atau Kadinkes Sultra, Usnia, menjelaskan keterlambatan tersebut tidak disengaja melainkan murni faktor adminisratif.
Menurut Usnia, harus diakui insentif puluhan tenaga kesehatan di RS Bahteramas baru akan dialihkan Pemerintah Pusat berkat kerja maraton semua pihak yang terlibat.
Selain itu, pencairan dana puluhan miliar dari APBD memerlukan bukti administratif yang tidak sedikit, tidak instan, dan baru bisa dicairkan apabila semua persyaratan adminisratifnya terpenuhi.
Kendala itulah yang dipersyaratkan negara sehingga pencairanya butuh waktu berbulan-bulan.
“Sekitar 60 nakes belum menerima insentif. Ini karena ada perubahan beban keuangan yang tidak sempat dibayarkan oleh Kementerian Kesehatan, sehingga menjadi tanggung jawab Pemprov Sultra," kata Usnia.

"Itupun baru diinformasikan kepada kami pada bulan Juni. Jadi kami tidak bisa serta merta langsung mencairkan. Sebab semua anggaran sudah ada pos penggunaannya,” ujarnya menambahkan.
Baca juga: Pemprov Sultra Tunggu Usulan Kemendagri Terkait Insentif Nakes di Rumah Sakit Bahteramas Kendari
Berdasarkan perintah Gubernur Sultra Ali Mazi agar pembayaran dipercepat, maka insentif tersebut segera dibayarkan begitu dokumen dan tanggungjawab pendanaan dari Pemerintah Pusat sudah berhasil dialihkan ke kas pemerintah daerah.
"Kami sedang memproses pembayaran insentif, bagaimana pun secara dokumen tidak boleh ada yang keliru sehingga tidak akan menimbulkan masalah hukum di kemudian hari," ujarnya
Kadinkes Sultra itu memastikan Pemprov Sultra tak akan membiarkan insentif para tenaga kesehatan tidak terbayarkan.
Pemprov Sultra sangat peduli terhadap kondisi para tenaga kesehatan, hal itu dapat dilihat dari insentif tenaga kesehatan yang bertugas di eks SMA Angkasa sudah dituntaskan.
“Begitu Perda-nya keluar, kita langsung bayarkan insentif mereka selama lima bulan,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sultra, Basiran, mengatakan keterlambatan pembayaran insentif tenaga kesehatan RS Bahteramas karena adanya perubahan aturan beban keuangan.
Baca juga: 7 Bulan Menanti, Gaji Nakes & Petugas di Pusat Isolasi Mandiri Covid-19 Sultra Akhirnya Dibayarkan
Sebelumnya insentif tenaga kesehatan ditanggung APBN, kini menjadi beban Pemprov Sultra melalui APBD.
Pada sisi lain, Pemprov Sultra tidak menganggarkan pengeluaran tersebut di APBD 2021.
Sebab, APBD 2021 lebih dulu ditetapkan, sebelum kebijakan perubahan aturan beban keuangan dialihkan dari pemerintah pusat pada Juni 2021 lalu.
"Sesungguhnya, insentif tenaga kesehatan tidak masuk dalam APBD 2021, karena pembiayaannya masih ada dalam APBN. Jika telah ada dalam APBD, maka para SKPD bisa mencairkan. Ini masalahnya, anggaran insentif tenaga kesehatan tidak ada dalam APBD 2021, Jadi tidak bisa asal dicairkan, karena harus jelas semua regulasinya ujar Basiran, Jumat 23 Juli 2021.

Kondisi ini terjadi pada seluruh pemda di Indonesia, karena adanya perubahan kebijakan dari Pemerintah Pusat tersebut.
Hal berbeda ditunjukkan sejumlah pemda yang memiliki pos Biaya Tidak Terduga (BTT), termasuk Pemerintah Kota Kendari, salasatunya.
Pemkot Kendari langsung mengantisipasi dengan mengandalkan BTT Kota Kendari tahun 2020 untuk membayar insentif tenaga kesehatan sebesar 60 persen.
Sempat tertunda akibat pengalihan wewenang dari Pemerintah Pusat, insentif tenaga kesehatan akhirnya dibayarkan.
Harus diakui penundaan pembayaran dikarenakan ketidakmampuan Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Kesehatan menyelesaikan kewajibannya, sehingga lanjutan pembayaran dialihkan ke daerah.
Baca juga: 40 Tenaga Kesehatan Tak Terima Insentif 9 Bulan, Pemkot Kendari Dituding Potong Rp3 Juta Per Nakes
Keterlambatan
Insentif tenaga kesehatan di Sulawesi Tenggara dan delapan kota kota lainnya, terlambat dibayarkan karena dokumen keuangan yang terlambat diproses.
Keterlambatan tersebut karena berubahnya alur kebijakan pembayaran, yang tadinya oleh Pemerintah Pusat dialihkan kepada Pemda dengan tengat waktu kurang dari sebulan untuk membereskan seluruh dokumen pembayaran dan perbankan.
Instruksi Menteri Dalam Nageri yang mendadak dikeluarkan tersebut membuat Pemda harus berkejaran waktu membenahi administrasinya.
Di sisi lain Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 sampai Level 1 yang keburu diberlakukan.
Atas intruksi Gubernur Sultra Ali Mazi agar mempercepat urusan dokumen sehingga insentif tenaga kesehatan dapat dibayarkan, maka pembayaran dapat dipercepat dari waktu semestinya.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah melaporkan insentif tenaga kesehatan dan klaim pasien Covid-19 pada 2021 sudah dicairkan.
Baca juga: Dugaan Intimidasi Nakes di Sultra, Presidium Pena 98: Ini Kezaliman, Mana Hati Nurani Pemerintah?
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu, pembayaran insentif tenaga kesehatan telah mencapai Rp2,6 triliun dari pagu Rp3,79 triliun untuk 323.486 tenaga kesehatan.
Sedangkan klaim pasien Covid-19 tahun 2021, per 30 Juni, realisasi pembayarannya telah mencapai 100 persen atau Rp10,6 triliun.
Febrio Kacaribu mengungkapkan, klaim pasien Covid-19 tahun 2020, yang sudah dibayar Kemenkeu mencapai Rp5,6 triliun. Sementara kebutuhan tunggakan tahun 2020 tahap II sebesar Rp2,69 triliun akan difasilitasi Tim Penyelesaian Klaim Dispute (TPKD) agar dapat segera diselesaikan.
“Untuk tahap ke-II 2021, dibutuhkan anggaran Rp11,97 triliun. Pemenuhan kebutuhan tambahan anggaran saat ini dalam proses penetapan,” kata Febrio Kacaribu melalui video virtual, Jumat 9 Juli 2021.
Saat ini, lanjut Febrio Kacaribu, ketidakpastian ekonomi masih sangat tinggi. Hal ini dikarenakan lonjakam kasus Covid-19 yang terus melanda Indonesia akibat virus Covid-19 varian Delta.
“Kita semua berikhtiar dan jelas dampaknya bagi kita. Melihat sendiri dampak pandemi dan jadi ikhtiar dan kerja keras bersama, sehingga mudah-mudahan dengan rem darurat PPKM, kita bisa segera turunkan jumlah kasus,” tutur Febrio.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri selama 2021, Provinsi Sulawesi Tenggara adalah salah satu dari tiga provinsi yang sama sekali belum menyalurkan insentif, karena faktor administrasi. (*)
(TribunnewsSultra/Muh Ridwan Kadir)