Kuliner Khas Sulawesi Tenggara
Keunikan Rasa Kabuto, Kuliner Khas Muna Sulawesi Tenggara Masuk Warisan Budaya Tak Benda
Kabuto adalah kuliner khas dari Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Istilah Kabuto berasal dari Bahasa Muna, artinya rusak atau busuk.
Penulis: Sitti Nurmalasari | Editor: Amelda Devi Indriyani
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Sulawesi Tenggara (Sultra) memiliki berbagai kuliner khas.
Sinonggi, Sate Pokea, Luluta, Kadampi hingga Ikan Kapinda.
Selain makanan di atas, Sultra juga punya kuliner unik bernama Kabuto.
Kabuto adalah kuliner khas dari Kabupaten Muna.
Istilah Kabuto berasal dari Bahasa Muna, artinya rusak atau busuk.
Berbahan dasar ubi kayu/ketela pohon atau singkong.
Kabuto sudah menjadi makanan pokok pengganti nasi dengan cita rasa khas.
Baca juga: Luluta Kuliner Khas Wakatobi Sulawesi Tenggara Warisan Rasa dan Kebersamaan dalam Bambu Bakar, Resep
Kebiasaan ini sudah berlangsung sejak zaman dahulu sampai sekarang.
Mengutip berbagai sumber, awal munculnya kabuto sebagai makanan cadangan yang menunjukkan kearifan lokal serta cara pandang masyarakat Muna.
Ketika hasil panen tidak mencukupi kebutuhan pokok, maka kabuto menjadi alternatif pangan.
Kabuto bisa disimpan dalam jangka waktu panjang.
Kehadiran kabuto menunjukkan kemampuan masyarakat Muna beradaptasi dengan kondisi alam.
Kabuto dibuat bertahap, membutuhkan waktu hingga bisa dinikmati.
Kondisi ini mencerminkan sikap pantang menyerah, kesabaran, kerja keras, ketekunan, dan kemandirian.
Baca juga: Gurih dan Legit, Luluta Nasi Bambu Bakar Kuliner Khas Wakatobi Sulawesi Tenggara, Resep, Cara Buat
Sikap inilah yang diajarkan dari generasi ke generasi masyarakat Kabupaten Muna.
Kabuto biasanya disajikan baik dalam acara adat maupun dikonsumsi sehari-hari.
Cara Membuat Ubi Kayu Jadi Kabuto
Warga Kabupaten Muna Barat (Mubar), Wa Ode Naana menjelaskan cara pembuatan kabuto.
Langkah pertama, kupas singkong dari kulit luarnya.
Singkong lalu dijemur di bawah sinar matahari.
Proses penjemuran ubi kayu ini berlangsung selama tiga hari.
Baca juga: Karasi, Kudapan Renyah Khas Wakatobi dan Buton Tetap Eksis di Tengah Gempuran Kuliner Modern
Setelah tiga hari, ubi dimasukkan dalam karung, ikat, dan simpan.
"Supaya hasilnya bagus simpan dalam karung tebal," ujarnya, Minggu (26/7/2025).
Ubi setengah kering ini diperam dalam karung tebal selama dua malam.
"Kalau sudah berjamur mi, keluarkan dari karung, boleh dijemur lagi, boleh dibiarkan angin-angin saja," katanya.
"Jangan pakai karung tipis kurang berjamur. Karung tebal supaya da panas di dalam, cepat berjamur," ujarnya.
Supaya hasilnya bagus simpan dalam karung jangan lebih tiga malam.
Menurutnya, jika terlalu lama disimpan dalam karung, hasil ubi tidak bagus atau rasanya akan pahit.
"Jangan lebih tiga malam, rasanya pahit nanti. Jadi tidak enak," ujarnya.
Hasil ubi yang dijemur dan disimpan akan berwarna putih abu kehitaman.
"Ikat baru simpan saja. Kalau masih basah, angin-anginkan saja, pokoknya sampai jamurnya hilang," ujarnya.
Katobu pun siap untuk dijual dan diolah menjadi kantinibhera, kantofi, dan hogo-hogo.
Harga kabuto di Desa Latugho, Kecamatan Lawa, Muna Barat Rp10 ribu per 10 batang.
"Sekarang lagi musim. Harga kabuto tergantung kondisi pasar, kalau banyak murah, kalau kurang juga mahal," ujarnya.
Baca juga: Dari Sungai ke Meja Makan, Cara Buat Sate Pokea dan Gogos Kuliner Khas Sulawesi Tenggara Bikin Nagih
Cara Memasak Kabuto
Warga Kabupaten Muna, Wa Ode Meko menjelaskan cara memasak kabuto.
Ada tiga cara untuk memasak kabuto.
Pertama, kabuto dibelah dan dipotong pendek disebut kantinibhera.
Kedua, dicacah kasar atau disebut hogo-hogo.
Ketiga, ditumbuk halus, disebut kantofi.
Untuk kantinibhera, Kabuto bisa direndam dulu beberapa jam.
Baca juga: Mengulik Sinonggi, Hidangan Sagu Berkuah Khas Sulawesi Tenggara Jadi Primadona di Meja Makan
"Saya biasa buat Kabuto di rumah malam direndam, paginya dimasak. Teksturnya kenyal," ujarnya, Jumat (25/7/2025).
Setelah direndam, kupas kabuto, lalu potong-potong sesuai selera.
Kabuto yang sudah dicuci bersih dikukus di panci dandang hingga matang.
Selain itu, bisa langsung dikupas dan dipotong, kemudian direbus menggunakan air.
Selanjutnya, cara memasak hogo-hogo, setelah dikupas, kabuto dicacah kasar atau diiris tipis.
Irisan atau cacahan ini tanpa tambahan garam dan bumbu lainnya dikukus sampai matang.
Hogo-hogo disajikan bersama parutan kelapa.
Baca juga: Kabuto, Sagu hingga Jagung Berlimpah di Sulawesi Tenggara, Pangan Sumber Karbohidrat Pengganti Nasi
Sementara cara memasak kantofi, Kabuto yang sudah ditumbuk halus dibasahi air.
Tuang air sedikit demi sedikit hingga adonan menggumpal (digenggam tidak terhambur).
Olahan Kabuto ini biasanya dimasukkan ke wadah kerucut terbuat dari anyaman daun kelapa.
Orangtua zaman dulu, biasanya memasak kantofi di belanga tanah liat.
Memasaknya pun menggunakan kayu bakar.
Saat ini, sudah sangat jarang orang menggunakan belanga tanah liat untuk memasak kantofi.
Sama halnya hogo-hogo, kantofi juga disajikan bersama parutan kelapa yang menambah cita rasa menikmat.
Baca juga: Mengenal Tuli-Tuli Camilan Tradisional Khas Kota Baubau Sulawesi Tenggara, Berbahan Singkong Parut
Kabuto bisa disantap dengan berbagai jenis olahan ikan, seperti ikan asin goreng atau bakar, kapinda.
Sayurnya bisa bening campuran pepaya muda dan kelor maupun tumis bunga pepaya.
Cara Menemukan Kuliner Kabuto
Kabuto yang sudah siap makan saat ini banyak dijual di pasar maupun rumah makan.
Di Kota Kendari, kuliner khas ini bisa ditemukan di Kedai Ratu Alam, Jalan Poros KM 40, tepatnya belakang Polda Sultra.
Saat berada di Kabupaten Muna, olahan Kabuto dapat dijumpai di Lapak dekat Pelabuhan Nusantara Raha dan Tugu Jati.
Harga Kabuto di Lapak dibanderol Rp5 ribu per bungkus, belum termasuk lauk-pauknya.
Pengunjung Lapak, Rabiatul Al Adawiah, mengatakan rasa Kabuto sangat enak.
"Intinya enak, rasanya campur aduk, renyah lembut, apalagi pakai parutan kelapa," ujarnya.
Di Muna, biasanya kuliner khas ini dijual penjual sayur keliling, sehingga bisa langsung disantap.
Anda juga bisa menemukan olahan Kabuto di beberapa titik sepanjang jalan poros Muna-Muna Barat-Buton Tengah.
Jika ingin membuat kantinibhera, hogo-hogo, kantofi sendiri di rumah, Anda bisa beli Kabuto di pasar.
Lalu mengolah kabuto sesuai cara memasak yang sudah dijelaskan.
Kabuto Masuk Warisan Budaya Tak Benda
Hebatnya lagi, kabuto kini masuk Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) di Sulawesi Tenggara.
Kementerian Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menetapkan Kabuto sebagai WBTB pada 2024.
Sertifikat WBTB diterima Pj Gubernur Sultra, Andap Budhi Revianto di Jakarta, Sabtu (16/11/2024).
Masuknya Katobu menambah daftar Warisan Budaya Tak Benda di Sulawesi Tenggara.
Kini, provinsi dengan sebutan Bumi Anoa ini memiliki 37 Warisan Budaya Tak Benda.
Ke-37 WBTB yaitu Kalosara, Kaganti, Lariangi, Kaghati, Mosehe, Lulo, Karia, Tari Linda.
Kantola, Istana Malige Buton, Kaago-Ago, Kamohu, Banya Tada, Dole-Dole, Ewa Wuna.
Kabanti Kaluku Panda, Tanduale, Kamohu Wuna/Tenun Muna, Lulo Ngganda, Pakande-Kadea.
Tari Balumba, Tenun Konawe, Tandaki, Kabanti, Lumense, Kabuenga, Tari Mondotambe, dan Mewuwusoi.
Terbaru, Kabuto, Haroa, Tari Galangi, Gola Ni’i, Bilangari, Kasambu, Pogoraa Adhara, Mowindahako, dan Sajo Moane. (*)
(TribunnewsSultra.com/Sitti Nurmalasari)
Luluta Kuliner Khas Wakatobi Sulawesi Tenggara Warisan Rasa dan Kebersamaan dalam Bambu Bakar, Resep |
![]() |
---|
Karasi, Kudapan Renyah Khas Wakatobi dan Buton Tetap Eksis di Tengah Gempuran Kuliner Modern |
![]() |
---|
Gurih dan Legit, Luluta Nasi Bambu Bakar Kuliner Khas Wakatobi Sulawesi Tenggara, Resep, Cara Buat |
![]() |
---|
Dari Sungai ke Meja Makan, Cara Buat Sate Pokea dan Gogos Kuliner Khas Sulawesi Tenggara Bikin Nagih |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.