OPINI

OPINI Literasi Kesehatan Reproduksi: Kunci untuk Kemandirian Remaja dalam Menghadapi Tantangan Etik

Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi kesehatan organ reproduksi yang terbebas dari penyakit atau cacat baik fisik, mental maupun social.

Istimewa
Aning Subiyatin, Mahasiswa Program Doctoral Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Sulawesi Selatan, Indonesia 

Oleh: Aning Subiyatin

(Mahasiswa Program Doctoral Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Sulawesi Selatan, Indonesia)

TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi kesehatan organ reproduksi yang terbebas dari penyakit atau cacat baik fisik, mental maupun social. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke dewasa. Pada saat itu terjadi perkembangan yang cukup pesat baik fisik, psikis dan kognitifnya. Apabila masa tersebut tidak didampingi dengan baik maka akan memberikan dampak yang berat dimasa yang akan datang.

Perkembangan remaja secara global saat ini mengalami pubertas lebih awal dan menikah lambat. Hal ini merupakan suatu kesenjangan yang membutuhkan solusi yang tepat dalam menjaga kesehatan reproduksinya. Remaja usia 15-24 tahun berada pada periode kematangan yang cepat dalam fungsi reproduksi dan adaptasi social. Dengan kebangkitan kesadaran seksual, peningkatan sekresi hormon seks dan munculnya dorongan seksual, mereka membutuhkan literasi kesehatan reproduksi yang memadai untuk melewati periode penting ini.

Untuk itu remaja membutuhkan kemudahan akses informasi, pelayanan kesehatan yang adekuat dan ramah bagi mereka. Dampak jika literasi kesehatan kurang adekuat maka akan mempengaruhi perilaku kesehatan termasuk juga kesehatan reproduksinya. Issue kesehatan reproduksi yang sering terjadi pada remaja adalah perilaku seksual berisiko, kehamilan remaja, penggunaan obat-obat terlarang, aborsi dan infeksi menular seksual.

Laporan global ((UNICEF), 2022) bahwa ada 13 persen remaja putri dan wanita muda telah melahirkan sebelum usia 18 tahun, dan sebagaian besar 95 persen terjadi di negara-negara yang berpenghasilan rendah. Para remaja putri pada negara-negara tersebut kesulitan dalam mengaskses pelayanan dan informasi tentang kesehatan reproduksi.

Baca juga: OPINI: Alat Kontrasepsi Bagi Remaja, Antara Kespro dan Zinah

Laporan dari JNFPA (2022) menyatakan bahwa hampir separoh (40 persen) kehamilan di Indonesia merupakan kehamilan yang tidak diinginkan. Wanita tersebut tidak bisa membuat suatu keputusan dalam memilih kapan seharusnya untuk hamil.

Tantangan lainnya di Indonesia adalah 58,56 persen kehamilan remaja. Fenomena ini berhubungan dengan rendahnya literasi kesehatan. Remaja dengan literasi yang rendah maka kesulitan dalam mengakses informasi dan layanan kesehatan reproduksi dan mempunyai perilaku seksual berisiko.  

Isu etik dalam literasi kesehatan reproduksi antara lain : 

1. Akses terhadap Informasi

Adaya ketimpangan/ ketidakmerataan informasi kesehatan reproduksi anatar remaja di perkotaan dan pedesaan. Remaja di daerah pedesaan akses informasinya kurang adekuat, sehingga informasi yang didapatkan tidak akurat dan relevan. Stigma dan tabu yang melekat pada topik kesehatan reproduksi lebih lanjut menghalangi proses pendidikan yang seharusnya terbuka dan informatif. Hal ini bisa berujung pada ketidaktahuan yang berisiko bagi kesehatan mereka.

Baca juga: OPINI: Potensi Kemaritiman Indonesia, Nasibmu Kini

2. Persetujuan Informasi

Dalam konteks pendidikan kesehatan reproduksi, penting untuk mempertimbangkan peran orang tua dan tenaga pendidik. Sering kali, mereka memiliki pandangan yang berbeda tentang informasi yang harus disampaikan. Di satu sisi, orang tua mungkin khawatir dengan pandangan liberal pada pendidikan seksual, sementara di sisi lain, remaja membutuhkan ruang untuk berdiskusi dan memberi persetujuan atas informasi yang mereka terima. Ini menciptakan celah di mana remaja mungkin tidak mendapatkan informasi yang mereka butuhkan untuk membuat keputusan yang baik.

3. Penyampaian Informasi yang Tepat

Di era digital saat ini, informasi tentang kesehatan reproduksi bisa didapatkan dengan mudah, namun sering kali informasi tersebut tidak akurat atau menyesatkan. Misinformasi ini dapat membingungkan remaja dan menempatkan mereka dalam risiko. Oleh karena itu, penting bagi media untuk berperan dalam menyampaikan informasi yang valid dan berdasar pada bukti.

Halaman
123
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved