TikTok Shop Tak Akan Dilarang di Indonesia, Pemerintah Punya Cara Lain Buat Aturan Dagang Online

Setelah gembar gembor pelarangan fitur TikTok Shop yang ada pada platfor TikTok, Pemerintah Indonesia nampaknya memiliki cara lain untuk aturan dagang

Kolase TribunnewsSultra.com
Setelah gembar gembor pelarangan fitur TikTok Shop yang ada pada platfor TikTok, Pemerintah Indonesia nampaknya memiliki cara lain untuk aturan dagang online. 

"Memisahkan media sosial dan e-commerce ke dalam platform yang berbeda bukan hanya akan menghambat inovasi, namun juga akan merugikan pedagang dan konsumen di Indonesia," kata Anggini dalam keterangan tertulis kepada Tribunnews, Selasa (12/9/2023).

Saat ini, kata Anggini, ada hampir 2 juta bisnis lokal yang beroperasi di TikTok Shop. "Hampir 2 juta bisnis lokal di Indonesia menggunakan TikTok untuk tumbuh dan berkembang dengan social commerce," ujarnya.

Ia berharap pemerintah dapat memberikan kesempatan yang sama bagi TikTok.

Koordinasi antara TikTok Shop dengan Kementerian Perdagangan saat ini tetap berlangsung.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkfili Hasan membuka peluang melarang social commerce TikTok Shop.

Adapun peraturan mengenai social commerce termasuk di dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 Tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) yang sedang digodok pemerintah.

Pria yang akrab disapa Zulhas itu mengatakan, ia akan melakukan rapat dengan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) mengenai revisi Permendag 50/2020.

Ia berujar, salah satu pembahasannya mengenai rencana melarang bisnis media sosial dan e-commerce berjalan bersamaan atau dikenal juga dengan sebutan social commerce.

"Izinnya tidak boleh satu. Dia media sosial jadi sosial commerce. Ini diatur. Apakah kita larang aja ya atau gimana ya, ini akan dibahas nanti," katanya ketika ditemui di Hotel Vertu Harmoni Jakarta, Senin (11/9/2023).

"Saya nanti akan rapat di Mensesneg jam setengah 4, membahas termasuk revisi Permendag 50/2020," lanjut Zulhas.

Dia mengatakan, banyak pelaku UMKM dari berbagai sektor yang mengeluh padanya karena kalah saing di social commerce.

Zulhas menyebut, social commerce bisa mengidentifikasi preferensi dari konsumennya, kemudian diarahkan ke produk mereka sendiri.

Dengan kata lain, TikTok Shop memiliki algoritman yang bisa mengarahkan penggunanya ke produk milik mereka sendiri.

"Social commerce itu bahaya juga. Dia bisa mengidentifikasi pelanggan dengan big datanya. Ibu ini suka pakai bedak apa, suka pakai baju apa," ujarnya.

"Nanti yang produk dalam negeri begitu masuk iklan di social commerce, bisa sedikit (munculnya, red). Yang produk dia (hasil produksi social commerce tersebut) langsung masuk ke ibu-ibu yang teridentifikasi dan terdata," sambung Zulhas.

Maka dari itu, ia menegaskan social commerce harus ditata regulasinya karena kalau tidak, pelaku UMKM Tanah Air bisa mati usahanya.

Untuk tambahan informasi, salah satu poin dalam revisi Permendag 50/2020 juga disebutkan bahwa e-commerce tidak boleh menjadi produsen alias menjual produknya sendiri.(*)

(Tribunnews.com)(TribunnewsSultra.com/Desi Triana)

 

 

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved