Berita Bombana

Mengenal Tari Lumense, Tarian Pengusir Roh yang Berasal dari Bombana Ditarikan pada HUT RI di Istana

Mengenal tari lumense, tarian pengusiran roh yang berasal dari daerah Bombana, Sulawesi Tenggara, ditarikan oleh penari pada HUT RI di Istana Negara.

Penulis: Sri Rahayu | Editor: Aqsa
kolase foto (handover)
Mengenal tari lumense, tarian pengusiran roh asal Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra), bakal tampil pada HUT RI di Istana Negara, Jakarta. Tari lumense adalah tarian yang berasal dari daerah Kabaena atau Tokotua, pulau di daerah pemekaran Kabupaten Buton, Provinsi Sultra, dengan penduduk aslinya suku Moronene. 

Pada tahun 1973, tari lumense mulai berkembang dikalangan masyarakat.

Sempai sekarang tarian tersebut tetap dipertahankan sebagai tarian tradisional di daerah Buton.

Pada zaman dahulu yaitu pada saat mula lahirnya tarian ini sampai pada masa sebelum proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia.

Tari Lumense pada masa sebelum proklamasi kemerdekaan bangsa digolongkan pada tarian upacara kerohanian karena dilakukan untuk menyembuhkan penyakit.

Pada saat sekarang ini yakni sesudah proklamasi, kedudukan tari lumense tersebut bukan saja sebagai tarian upacara melainkan juga dipertunjukkan sebagai tari petunjukkan.

Baca juga: Mengenal Tari Balumpa Wakatobi Sultra, Resmi Jadi Warisan Budaya Tak Benda di Sulawesi Tenggara

Tari Lumense Ditarikan oleh Penari

Dalam pertunjukan, tari lumense ditarikan oleh penari yang terdiri dari lima orang pria dan lima orang wanita yang usianya sekitar 20 tahun atau lebih tua.

Tari ini diiringi dengaan instrumen musik gendang, gong besar (Mbololo), dan gong kecil (Ndengu-Ndengu).

Ketiga instrumen musik tersebut dimainkan serentak oleh tiga orang pemain musik.

Biasanya tarian lumense ini dilakukan di arena atau panggung terbuka.

Sehingga perlengkapan pertunjukkan tari tersebut hanya terdiri dari parang dan batang pisang saja.

Pakaian penarinya terdiri dari pakaian adat.

Penari pria memakai baju berwarna hitam, kain sarung dan topi bambu khas daerah Moronene.

Penari wanita memakai baju panjang berjumbai seperti ekor burung, kain sarung, kepala diikat dengan hiasan berumbai dan ikat pinggang.

Musik pengiring tari ini berasal dari alat musik gendang dan gong besar yang disebut tawa-tawa dan gong kecil (ndengu-ndengu).

Pengiring musik berjumlah tiga orang penabuh alat musik tersebut sementara dalam memainkan tarian ini dibutuhkan beberapa anakan pohon pisang sebagai property pendukung.

Dahulu tari ini dipertunjukkan pada waktu siang, akan tetapi sekarang ini, biasa juga dipertunjukkan pada waktu malam.

Lama pertunjukkan diperkirakan memakan waktu lebih kurang 10 sampai 15 menit.(*)

(TribunnewsSultra.com/Sri Rahayu)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved