Anggota DPRD Wakatobi Tersangka

Nasib Polisi Penerbit SKCK Anggota DPRD Wakatobi yang Jadi Tersangka Pembunuhan, Dimutasi ke Butur

Anggota Polres Wakatobi pembuat SKCK anggota DPRD tersangka kasus pembunuhan dimutasi ke Buton Utara.

Ilustrasi AI Copilot
ILUSTRASI - Anggota Kepolisian Resor atau Polres Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra), pembuat surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari anggota DPRD berinisial L yang diduga terlibat kasus pembunuhan tahun 2014 silam, dimutasi. Ia dimutasi setelah menerbitkan SKCK seorang wakil rakyat berinisial L, ketika masih berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus pembunuhan. 

Respon L Ditetapkan Tersangka

Respon Anggota DPRD Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra) bernisial L saat ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan anak. 

Ia berasal dari Partai Hanura, dan dilantik sebagai Wakil Rakyat pada tahun 2024 lalu. 

Dikonfirmasi langsung jurnalis TribunnewsSultra.com, melalui sambungan telepon WhatsApp, Kamis (4/9/2025), L mengaku sudah mengetahui penetapannya sebagai tersangka. 

Namun saat dimintai tanggapannya, L menyebut akan melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan kuasa hukum yang telah ditunjuknya.

"Saya bicarakan dengan kuasa hukum saya dulu ya," tuturnya singkat. 

Meski begitu, L mengaku tidak terganggu dan tetap menjalankan aktivitas sebagai Wakil Rakyat Kabupaten Wakatobi.

"Iya, lagi berkantor," katanya. 

Menurut L, kasus pembunuhan yang terjadi di Kelurahan Mandati I, Kecamatan Wangiwangi, Wakatobi itu, sudah lama. 

"Itu kasus lama," katanya. 

L pun irit bicara saat dikonfirmasi. Ia sementara masih berkoordinasi dengan tim kuasa hukumnya. 

Kasus tersebut memang sudah lama diusut Polda Sulawesi Tenggara, sejak tahun 2014 dilaporkan. 

Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Kepolisian Derah (Polda) Sultra menetapkan L sebagai tersangka, Kamis (28/8/2025).

Hal ini berdasarkan surat penetapan dengan nomor Tap/126/VIII/RES.1.7/2025.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat atau Kabid Humas (Polda), Komisaris Besar Polisi atau Kombes Pol lis Kristian membenarkan penetapan tersangka tersebut.

“Iya benar yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka, dan selanjutnya kami akan melakukan pemanggilan. Lalu, akan diproses lebih lanjut sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tuturnya saat dikonfirmasi TribunnewsSultra.com, Rabu (3/9/2025).

Pembunuhan anak di bawah umur dengan korban berinisial W terjadi di Lingkungan Topa, Kelurahan Mandati I, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi pada 2014 lalu.

Lokasi tersebut berjarak 378 kilometer dari Kota Kendari, ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara.

Untuk sampai ke sana, dapat menggunakan kapal PELNI dari pelabuhan Bungkutoko Kendari menuju pelabuhan Pangulubelo, Wanci.

W dikeroyok atau dianiaya saat mengikuti acara joget di Lingkungan Topa, Kelurahan Mandati I.

Dua pelaku yakni RLD dan LH saat itu ditangkap, lalu diputus bersalah dan menjalani hukuman 4 tahun 6 bulan karena menyebabkan korban meninggal dunia.

Sementara, L ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO)  kasus pembunuhan oleh Polres Wakatobi, karena melarikan diri.

Kemudian tahun 2023, L kembali ke Wakatobi dan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dari Partai Hanura.

Orangtua W, LND kemudian mengadukan perihal status L yang terlibat dalam kasus pembunuhan terhadap anaknya.

Kuasa hukum orangtua W, Laode Muhammad Sofyan Nurhasan, mengungkapkan pihaknya mempertanyakan sikap Polres Wakatobi karena meloloskan berkas SKCK L untuk pencalonan legislatif.

"Kami mempertanyakan hal itu karena status L sebagai DPO pada 11 November 2014 dan belum dicabut sampai sekarang," ujarnya saat dikonfirmasi, Minggu (27/10/2024).

"Terus kami juga mempertanyakan kok bisa seorang DPO, polisi bisa terbitkan SKCK-nya. Setahu saya yang bisa kalau dia mantan narapidana, ini pelakunya DPO belum menjalani hukuman," jelas Sofyan.

Sofyan mengungkapkan pihaknya bersama orangtua W sudah mendatangi Polres Wakatobi untuk meminta kejelasan kasus tersebut sejak Agustus 2024.

Namun, pihak kepolisian beralasan tidak memproses kasus hukum L karena berkas perkaranya sudah hilang mengingat kejadian sekitar 10 tahun lalu.

"Pihak orangtua korban meminta simpel saja, mereka meminta polisi langsung menangkap L karena sudah terlibat di kasus pembunuhan itu," kata Sofyan.

Bahkan, pihak keluarga bersama kuasa hukum sudah melaporkan ke Propam Polda Sultra karena sikap Polres Wakatobi yang tidak merespon keluhan orangtua korban dan tidak menangkap L.

"Orangtua korban meminta polisi segera menangkap L karena sudah jelas terlibat dalam kasus pembunuhan anak mereka dan saat ini masih bebas berkeliaran," ujar Sofyan.

Pihak Polres Wakatobi pernah diwawancarai TribunnewsSultra.com mengenai kasus ini. 

Kala itu, AKBP Dodik Tatok Subiantoro masih menjabat sebagai Kapolres Wakatobi

Dodik mengungkapkan pihaknya sudah membuat surat perintah penyidikan atau sprindik baru untuk kasus pembunuhan tersebut.

Sprindik ini tetap mengacu pada laporan polisi kasus pembunuhan tahun 2014 lalu.

"Tetap kami proses, sekarang sudah ada sprindik baru dan kami sudah koordinasi dengan Polda Sultra," ungkap Dodik saat dikonfirmasi via telepon, Minggu (27/10/2024).

Dodik mengatakan pihaknya tidak langsung memeriksa L karena saat mempelajari kasus itu L berstatus DPO saksi bukan sebagai tersangka.

"Yang bersangkutan ini statusnya belum dinaikkan jadi tersangka," kata Dodik.

Saat penyidikan kasus ini, L sempat dipanggil oleh penyidik sebanyak tiga kali sebagai saksi tetapi ketika panggilan ketiga dengan upaya paksa L sudah melarikan diri.

Sehingga Polres Wakatobi menetapkan sebagai DPO.

Soal Polres Wakatobi yang mengeluarkan SKCK untuk berkas pencalonan legislatif, Dodik menyampaikan dokumen itu karena status L sebagai saksi kasus pembunuhan.

"Kita bisa mengeluarkan SKCK-nya karena berstatus saksi, tapi ada cacatan di dokumen yang itu sebagai saksi kasus apa begitu, tetap ada catatannya," jelas Kapolres Wakatobi.

Kapolres menyampaikan dengan adanya sprindik baru dari kasus tersebut, polisi masih mengumpulkan keterangan dari beberapa saksi, keluarga korban termasuk dua pelaku yang sudah menjalani hukuman.

"Kalau yang bersangkutan juga nanti kami periksa tapi setelah semua saksi dimintai keterangan. Karena yang bersangkutan anggota dewan harus ada izin dari Bupati Wakatobi," jelas Dodik.

Wa Ode Nurhayati, yang kala itu menjabat Ketua DPD Hanura Sultra juga menanggapi kasus yang melibatkan Anggota DPRD Wakatobi ini.

Nurhayati meyakini kadernya itu tidak terlibat dalam kasus pembunuhan karena seusai putusan hukum nama L bukan sebagai tersangka.

"L tidak terlibat dalam perkara yang dituduhkan. Opini seakan-akan beliau adalah salah satu dari tiga tersangka yang sudah divonis. Padahal tiga nama tersangka tidak ada L," ujar Nurhayati.

Ia meyakini L tidak terlibat selain karena tidak ada putusan hukum, dokumen pencalonan kadernya sebagai anggota legislatif sudah memenuhi syarat sesuai peraturan KPU.

"Pencalonannya memenuhi syarat yang ditentukan PKPU," kata Wa Ode Nurhayati.

Pemilik akronim WON ini justru menilai kasus tersebut sengaja diviralkan karena berkaitan dengan kepentingan politik.

"Jangan mencampur adukan kepentingan politik dan persoalan hukum. Memang ada upaya melobi kami dari pihak kuasa hukum agar yang bersangkutan tidak dilantik, hingga nomor dua yang dilantik," jelasnya.

"Namun kami berdiri pada aturan. Yang terpilih ya dilantik. Sejak awal sebelum yang bersangkutan dilantik," ujarnya menambahkan.

"Sudah ada ancaman mau diviralkan, yah kami bisa apa? Selain percaya bahwa penegakan hukum tidak boleh diintervensi opini," lanjut WON, akronim nama Nurhayati.(*)

(*)

(TribunnewsSultra.com/ La Ode Ahlun Wahid)

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved