Mediasi penal merupakan konsep yang disadur dari hukum keperdataan, yang dikenal dengan istilah “Alternative Dispute Resolution”.
Baca juga: OPINI Ergonomi dan Postur Tubuh: Perspektif Etik Dalam Mencegah Cedera di Lingkungan Tambang
Dalam medisi penal ini, korban dan pelaku dipertemukan dan difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral, lalu bermusyawarah untuk mencapai kesepakatan guna menyelesaikan suatu perkara pidana dengan memperhatikan kepentingan korban sebagai pihak yang dirugikan.
Perdamaian yang terjadi diluar dari proses peradilan antara Supriyani dan orang tua korban (terlepas telah dicabut oleh Supriyani) sebenarnya secara hukum tidak menjadikannya sebagai alasan penghapus pidana sehingga membebaskan Supriyani dari hukuman.
Adapun dasar argumentasi Penulis adalah sebagai berikut:
PERTAMA, seseorang dapat dibebaskan atau dilepaskan dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) jika terdapat alasan penghapus pidana.
Secara teori hukum pidana, terdapat 2 alasan penghapus pidana, yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf. Alasan pembenar menghilangkan sifat melawan hukumnya dari suatu perbuatan.
Konsekuensi hukumnya putusan hakim haruslah bebas. Sedangkan alasan pemaaf menghilangkan kesalahan pelaku. Konsekuensi hukumnya putusan hakim haruslah lepas.
Oleh karena perkara Supriyani ini telah memasuki tahapan pemeriksaan oleh Majelis Hakim, maka terhadap alasan penghapus pidana tersebut menjadi wajib diperiksa oleh Hakim sebelum menjatuhkan putusan.
KEDUA, alasan pembenar dan alasan pemaaf itu telah terkategori secara hukum. Adapun yang termasuk ke dalam alasan pembenar adalah keadaan darurat (Pasal 48 KUHP), pembelaan terpaksa (Pasal 49 ayat (1) KUHP), melaksanakan perintah undang-undang (Pasal 50 KUHP) dan melaksanakan perintah jabatan sah (Pasal 51 ayat (1) KUHP).
Sedangkan yang terkategori ke dalam alasan pemaaf adalah terdapat gangguan jiwa pada pelaku (Pasal 44 KUHP), daya paksa (Pasal 48 KUHP), pembelaan terpaksa melampaui batas (Pasal 49 ayat (2) KUHP), dan melaksanakan perintah jabatan tidak sah (Pasal 51 ayat (2) KUHP).
Melihat pengkategorian tersebut, secara hukum, perdamaian para pihak bukan menjadi alasan untuk dapat menghapuskan pidana terhadap seseorang.
Baca juga: OPINI Dilema Kesehatan Mental Ibu Pasca Persalinan: Antara ASI, Bayi dan Harmonisasi Keluarga
Sehingga berkonsekuensi pada lahirnya putusan bebas ataupun lepas.
KETIGA, perdamaian yang dipersyaratkan oleh PERMA 1/2024 haruslah terjadi didalam ruang peradilan, bukan diluar peradilan.
Sekalipun misalnya perdamaian antara Supriyani dan orang tua korban itu terjadi di dalam ruang peradilan, juga tidak serta-merta membebaskan Supriyani dari dakwaan JPU.
Melainkan perdamaian tersebut hanya dijadikan sebagai alasan yang meringankan dan Supriyani tetap dijatuhi sanksi pidana.