TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Bagaimana 2,3 juta nasib tenaga honorer menurut RUU ASN, diangkat menjadi PPPK atau malah dihapus karena temuan BPKP?
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) sedang menggodok Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN).
Menpan-RB Abdullah Azwar Anas mengatakan bahwa RUU ASN tersebut segera sah menjadi UU ASN terbaru pada September ini.
UU ASN terbaru akan mengatur mekanisme tenaga honorer diangkat menjadi ASN berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Pemerintah awalnya telah merencanakan menghapus status tenaga honorer pada 28 November 2023.
Namun melihat kondisi yang ada, penghapusan tersebut dinilai akan merugikan tenaga honorer yang telah mengabdi untuk negara.
Oleh karena itu, penghapusan status tenaga honorer ditunda hingga Desember 2024. Hingga tiba waktu tersebut, pemerintah dan DPR-RI akan berupaya menuntaskan masalah.
Baca juga: RESMI Nilai Ambang Batas SKD Passing Grade CPNS 2023: TWK 65, TIU 80, dan TKP 166
Baca juga: Termasuk Honorer Diangkat Jadi PPPK, Ini 7 Poin Transformasi RUU ASN, Segera Sah Jadi UU ASN Terbaru
Agar penuntasan masalah tenaga honorer tepat sasaran, pemerintah dan DPR-RI meminta dilakukan audit.
Audit tersebut akan dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang bekerja sama dengan Badan Kepegawai Nasional (BKN).
Hasil audit ini nantinya akan menjadi landasan pemerintah dan DPR-RI dalam menuntaskan masalah tenaga honorer.
Oleh karena itu, sembari menunggu hasil audit, Menpan-RB Abullah Azwar Anas mengatakan, pemerintah daerah dan pusat dilarang merekrut tenaga honorer baru.
"Sampai November 2023 tidak boleh lagi masukkan data baru, tapi proses auditnya kan sampai November enggak bisa selesai, sama perbaikan dan lain-lain," ujar Anas, sebagaimana dikutip TribunnewsSultra.com pada Kamis (14/9/2023).
"Maka proses data dan lain-lainnya masuk sampai tahun depan," sambungnya menjelaskan.
Hasil audit bisa saja menentukan nasib seorang honorer. Pemerintah akan tegas pada oknum-oknum yang tidak memenuhi syarat.
Anas menuturkan, tenaga honorer yang terdata namun hasil audit menunjukkan mereka tidak pernah mengabdi selama puluhan tahun, atau baru-baru ini diangkat sebagai tenaga honorer oleh pimpinan instansi ataupun kepala daerah, maka otomatis tidak akan diangkat sebagai ASN.
Anas juga menekankan, penyelesaian tenaga honorer ini akan masuk ke dalam RUU ASN yang rencananya akan disahkan pada bulan ini bersama DPR-RI.
Opsi bagi para honorer yang betul-betul sudah mengabdi di pemerintahan adalah menjadi ASN untuk kategori PPPK Penuh Waktu atau PPPK Paruh Waktu.
"Kan ada kategori penuh waktu dan paruh waktu nanti masuk di situ," ucap Anas.
Ancaman senada juga disiratkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Sehingga tidak semua tenaga honorer diangkat menjadi ASN PPPK. Utamanya honorer rekrutan Pemerintah Daerah (Pemda).
Tito menegaskan bahwa pemda sembarangan merekrut tenaga honorer.
Kebanyakan tenaga honorer yang direkrut pemda merupakan tim sukses (timses) hingga kerabat kepala daerah setempat.
Tito tidak persoalkan honorer guru maupun tenaga kesehatan (nakes).
Namun yang menjadi masalah, menurutnya, adalah honorer bagian administrasi. Honorer jenis ini kebanyakan diisi oleh timses hingga kerabat kepala daerah.
Baca juga: Honorer Jangan Senang Dulu Meski RUU ASN Sah Jadi UU ASN Terbaru, 3 Golongan Ini Tak Bisa Jadi PPPK
Hal ini disampaikan Tito di depan puluhan kepala daerah di kantor Kemendagri pusat, Jakarta Pusat, pada Rabu (13/9/2023).
Puluhan kepala daerah tersebut dikumpulkan dalam acara Penguatan Aparat pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di kantor Kementerian Dalam negeri (Kemendagri) pusat.
Saat itu, Tito tengah menyinggung persoalan anggaran Pemda yang banyak dihabiskan untuk belanja pegawai, salah satunya honorer.
“Ini tenaga administrasi, tenaga administrasi ini rata-rata adalah tim sukses atau keluarganya kepala daerah atau pejabat di situ,” ujar Tito, sebagaimana dikutip dari Kompas.com pada Rabu (13/9/2023).
Tito membeberkan bahwa jumlah honorer bagian administrasi terus menumpuk. Sejalan dengan pelaksanaan Pilkada, juga ketika kepala daerah di wilayah itu diganti.
Mereka membawa orang-orang baru yang berlatar belakang timses atau keluarga sendiri.
“Dikasih kerjaan, jam 8 masuk, tidak punya keahlian, jam 10 sudah ngopi-ngopi, sudah hilang,” tutur Tito.
“Ganti pilkada, ketemu pejabat baru, tim suksesnya masuk lagi, terus numpuk jumlah tenaga honorer yang tidak punya keahlian khusus,” tambahnya.
Tito menuturkan, banyaknya tenaga honorer menjadi salah satu modus yang dilakukan kepala daerah untuk melambungkan anggaran belanja pegawai.
Padahal, tidak sedikit dari daerah itu bergantung pada kucuran dana dari pemerintah pusat karena memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kecil atau hanya sekitar 2 sampai 3 persen.
Tito mencontohkan, terdapat daerah yang menganggarkan belanja operasional 67 persen dari APBD.
Sementara, 90 persen keuangan Pemda itu bersumber dari pemerintah pusat.
Baca juga: Ini Syarat Honorer Prioritas Diangkat Jadi PPPK Sesuai Draf RUU ASN, Pengangkatan Jadi Lebih Mudah
Mirisnya, sebanyak 90 persen dana itu sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai mulai dari gaji, tunjangan, dan lainnya.
“Dan ini ada modus yang lain yang memang harus diselesaikan, ini cukup mendasar ini, yaitu banyaknya tenaga honorer,” kata Tito.
Tito mengamati, daerah-daerah yang bergantung pada transfer dari pemerintah pusat, anggarannya “tersedot” ke belanja pegawai yang tidak memiliki keahlian khusus.
Selain itu, mereka juga membuat banyak program kegiatan yang operasionalnya disalurkan untuk pegawai.
“Belanja modal yang betul-betul menyentuh untuk rakyat, membangun jalan, mungkin cuma 15-20 persen, jadi tidak ada kemajuan apa-apa,” kata Tito.
Tito menekankan, APIP mesti masuk lebih dalam dan memantau berbagai perencanaan instansi pemerintah tempat mereka bertugas.
Menurut Tito, APIP memiliki fungsi yang strategis untuk mencegah terjadinya tindak pidana oleh instansi atau kepala daerah terkait.
Mereka diharapkan tidak hanya mengaudit masalah pidana di instansi terkait, melainkan seperti mutasi, perilaku anggota, hingga efisiensi anggaran.
“Salah satu upaya dari pencegahan itu adalah dengan memperkuat APIP-APIP ini, sehingga tidak terjadi masalah hukum,” kata Tito.
“Prinsipnya bagaimana kita memperkuat pencegahan,” lanjutnya. (*)
Sumber:
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kemenpan-RB Godok Sistem Tenaga Honorer Jadi PPPK Paruh Waktu dan Penuh Waktu"
Artikel ini telah tayang di TribunnewsSultra.com dengan judul Honorer Pemda Jenis Ini Terancam, Mendagri Tito Karnavian Sebut Tidak Bekerja Hanya Ngopi-ngopi