Honorer Pemda Jenis Ini Terancam, Mendagri Tito Karnavian Sebut Tidak Bekerja Hanya Ngopi-ngopi
Tenaga honorer Pemda jenis ini terancam. Karena menurut Mendagri Tito Karnavian, honorer tersebut tidak bekarja, melainkan hanya ngopi-ngopi.
TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Tenaga honorer Pemda jenis ini terancam. Karena menurut Mendagri Tito Karnavian, honorer tersebut tidak bekarja, melainkan hanya ngopi-ngopi.
Pemerintah tengah fokus membenahi persoalan 2,3 juta tenaga honorer yang belum jelas masa depannya.
Pegawai non-ASN tersebut akan diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Pengangkatan tenaga honorer menjadi ASN PPPK akan dilakukan setelah Pemerintah dan DPR-RI meresmikan RUU ASN menjadi UU ASN terbaru.
Akan tetapi, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyiratkan bahwa ada tenaga honorer jenis ini terancam.
Dengan kata lain, tidak semua tenaga honorer diangkat menjadi ASN PPPK. Utamanya honorer rekrutan Pemerintah Daerah (Pemda).
Mendagri Tito Karnavian kembali menegaskan bahwa pemda sembarangan merekrut tenaga honorer.
Baca juga: CPNS Kemenhub 2023, Cara Cek Rincian Formasi dan Syarat Pendaftaran cpns.dephub.go.id, Daftar SSCASN
Baca juga: Honorer Jangan Senang Dulu Meski RUU ASN Sah Jadi UU ASN Terbaru, 3 Golongan Ini Tak Bisa Jadi PPPK
Kebanyakan tenaga honorer yang direkrut pemda merupakan tim sukses (timses) hingga kerabat kepala daerah setempat.
Tito tidak persoalkan honorer guru maupun tenaga kesehatan (nakes).
Namun yang menjadi masalah, menurutnya, adalah honorer bagian administrasi.
Honorer jenis ini kebanyakan diisi oleh timses hingga kerabat kepala daerah.
Hal ini disampaikan Tito di depan puluhan kepala daerah di kantor Kemendagri pusat, Jakarta Pusat, pada Rabu (13/9/2023).
Puluhan kepala daerah tersebut dikumpulkan dalam acara Penguatan Aparat pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di kantor Kementerian Dalam negeri (Kemendagri) pusat.
Saat itu, Tito tengah menyinggung persoalan anggaran Pemda yang banyak dihabiskan untuk belanja pegawai, salah satunya honorer.
“Ini tenaga administrasi, tenaga administrasi ini rata-rata adalah tim sukses atau keluarganya kepala daerah atau pejabat di situ,” ujar Tito, sebagaimana dikutip dari Kompas.com pada Rabu (13/9/2023).
Tito membeberkan bahwa jumlah honorer bagian administrasi terus menumpuk. Sejalan dengan pelaksanaan Pilkada, juga ketika kepala daerah di wilayah itu diganti.
Mereka membawa orang-orang baru yang berlatar belakang timses atau keluarga sendiri.
“Dikasih kerjaan, jam 8 masuk, tidak punya keahlian, jam 10 sudah ngopi-ngopi, sudah hilang,” tutur Tito.
“Ganti pilkada, ketemu pejabat baru, tim suksesnya masuk lagi, terus numpuk jumlah tenaga honorer yang tidak punya keahlian khusus,” tambahnya.
Tito menuturkan, banyaknya tenaga honorer menjadi salah satu modus yang dilakukan kepala daerah untuk melambungkan anggaran belanja pegawai.
Padahal, tidak sedikit dari daerah itu bergantung pada kucuran dana dari pemerintah pusat karena memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kecil atau hanya sekitar 2 sampai 3 persen.

Tito mencontohkan, terdapat daerah yang menganggarkan belanja operasional 67 persen dari APBD.
Sementara, 90 persen keuangan Pemda itu bersumber dari pemerintah pusat.
Mirisnya, sebanyak 90 persen dana itu sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai mulai dari gaji, tunjangan, dan lainnya.
“Dan ini ada modus yang lain yang memang harus diselesaikan, ini cukup mendasar ini, yaitu banyaknya tenaga honorer,” kata Tito.
Tito mengamati, daerah-daerah yang bergantung pada transfer dari pemerintah pusat, anggarannya “tersedot” ke belanja pegawai yang tidak memiliki keahlian khusus.
Selain itu, mereka juga membuat banyak program kegiatan yang operasionalnya disalurkan untuk pegawai.
“Belanja modal yang betul-betul menyentuh untuk rakyat, membangun jalan, mungkin cuma 15-20 persen, jadi tidak ada kemajuan apa-apa,” kata Tito.
Tito menekankan, APIP mesti masuk lebih dalam dan memantau berbagai perencanaan instansi pemerintah tempat mereka bertugas.
Menurut Tito, APIP memiliki fungsi yang strategis untuk mencegah terjadinya tindak pidana oleh instansi atau kepala daerah terkait.
Mereka diharapkan tidak hanya mengaudit masalah pidana di instansi terkait, melainkan seperti mutasi, perilaku anggota, hingga efisiensi anggaran.
“Salah satu upaya dari pencegahan itu adalah dengan memperkuat APIP-APIP ini, sehingga tidak terjadi masalah hukum,” kata Tito.
“Prinsipnya bagaimana kita memperkuat pencegahan,” lanjutnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mendagri Sebut Tenaga Honorer Pemda Diisi Timses dan Keluarga Kepala Daerah, Habiskan Banyak Anggaran"
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.