TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Mantan Menteri Kesehatan, Dokter Terawan Agus Putranto kini kembali menjadi sorotan publik.
Pasalnya, Terawan dipecat dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Pusat.
Adapun pemecatan terhadap Terawan ini berdasarkan rekomendasi dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI).
Diketahui bahwa penyebab Terawan dipecat dari keanggotaan IDI lantaran terdapat dugaan kode etik sebagai dokter.
Kabar pencopotan Terawan ini pun diketahui dari unggahan di akun Instagram epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono.
Baca juga: Kontroversi Dokter Terawan yang Dipecat IDI: Terapi Cuci Otak hingga Salahkan Orang Beli Masker
Melalui akun Instagram @pandu.riono, Pandu membagikan video yang berisi hasil keputusan rapat dibacakan oleh Ketua Panitia Muktamar ke-31 IDI, Nasrul Musadir Alsa.
Berikut hasil keputusan Muktamar XXXI di Kota Banda Aceh tersebut:
1. Meneruskan hasil keputusan rapat sidang khusus MKEK yang memutuskan pemberhentian permanen sejawat Prof Dr dr Terawan Agus Putranto, SpRad(K) sebagai anggota IDI.
2. Pemberhentian tersebut dilaksanakan oleh PB IDI selambat-lambatnya 28 hari kerja.
3. Ketetapan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Baca juga: Bukan dari Luhut, Cak Imin Klaim Wacana Penundaan Pemilu 2024 Murni Idenya
Kabar ini pun sontak mengejutkan masyarakat melihat sepak terjang Terawan yang terbilang sudah tinggi lantaran pernah menjabat sebagai Menteri Kesehatan.
Sepak Terjang Terawan
Dilansir TribunnewsSultra.com dari Tribunnews.com, Terawan merupakan lulusan dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada di usia 26 tahun.
Terawan lalu melanjutkan pendidikan spesialis di Departemen Spesialis Radiologi Universitas Airlangga Surabaya.
Hingga kemudian Terawan mengambil program doktor di Universitas Hasanuddin (Unhas) pada tahun 2016.
Judul disertasi Terawan yakni "Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, MOtor Evokde Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis" dengan promotor dekan FK Unhas, Prof Irawan Yusuf, PhD.
Baca juga: DPD Demokrat dan PDIP Sulawesi Tenggara Kompak Tolak Pemilu 2024 Ditunda, Sebut Ini Alasannya
Terawan pun mulai menjadi dokter tentara pada 1990 dan ditugaskan di berbagai wilayah.
Selanjutnya, ia menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta sejak 2015.
Diketahui juga bahwa Terawan merupakan salah satu dokter kepresidenan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan menunjuk Terawan untuk membantu merawat almarhum Ani Yudhoyono saat menjalani pengobatan kanker darah di Singapura beberapa waktu lalu.
Baca juga: Tolak Pemilu Ditunda yang Buat Masa Jabatan Jokowi Lebih Panjang, PDIP Sebut Bisa Lecehkan Demokrasi
Kontroversi Terawan
Dilansir TribunnewsSultra.com dari Kompas.com, berikut deretan kontroversi yang pernah dibuat Terawan saat masih berkarir:
1. Terapi Cuci Otak
Dilansir Kompas.com, 4 April 2018, Terawan mengaku inovasi terapi cuci otak yang dilakukannya bisa menyembuhkan penyakit stroke.
Dalam riset ilmiahnya, Terawan menjelaskan bahwa terapi ini menggunakan obat heparin untuk menghancurkan plak yang menyumbat pembuluh darah.
Baca juga: Tak Hanya Bikin Negara Ribut, Wacana Penundaan Pemilu 2024 Dianggap Permufakatan Jahat
Heparin ini dimasukkan lewat kateter yang dipasang di pangkal paha pasien, menuju sumber kerusakan pembuluh darah penyebab stroke di otak.
Cairan tersebut pun juga menimbulkan efek anti pembekuan di pembuluh darah.
Tetapu, klaim Terawan itu sudah lama mengundang pro kontra.
Para ahli saraf berpendapat bahwa metode yang dilakukan oleh Terawan tidak dapat mengobati stroke karena hanya alat diagnosis saja.
"Brain wash itu bukan istilah kedokteran. Metode yang digunakan DSA itu alat diagnostik, sama seperti alat rontgen. Jadi bukan untuk terapi," ujar mantan Ketua Umum Perdossi Prof M Hasan Machfoed dalam Seminar Neurointervensi di Jakarta pada 2014 silam.
Baca juga: Menunda Pemilu 2024 dan Perpanjang Masa Jabatan Presiden Dinilai Remehkan Calon Pemimpin Negara
Sehingga, penggunaan DSA sebagai alat terapi stroke perlu dibuktikan terlebih dahulu secara ilmiah.
Mantan Ketua Umum PB IDI Prof dr Ilham Oetama Marsis, SpOG, juga sependapat dengan penuturan Prof M Hasan Machfoed.
Kepada wartawan pada 2018, Marsis menyebutkan, setiap teknologi dan metode pengobatan mesti melalui uji klinis.
Menurut Marsis, metode dan teknik pengobatan yang diterapkan Terawan sudah teruji secara akademis saat ia memperoleh gelar doktor di bidang kedokteran.
Namun, metode itu tetap harus diuji secara klinis dan praktis untuk bisa diterapkan kepada masyarakat luas.
2. Vaksin Nusantara
Terawan juga menggagas program yang menimbulkan polemiki panjang yakni tentang Vaksin Nusantara.
Baca juga: DPRD Sultra Setujui Penggunaan Vaksin Nusantara & Vaksin Merah Putih Karya Anak Bangsa
Sejumlah pihak termasuk ahli biologi molekuler Indonesia Ahmad Utomo, Doktor Bidang Biokimia dan Biologi Molekuler Ines Atmosukarto, epidemiolog Pandu Riono hingga Ketua Satgas Covid-19 PB IDI Zubairi Djoerban yang mengkritik vaksin ini, khususnya mengenai perkembangannya.
Adapula Badan pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang menilai pengembangan vaksin nusantara tidak sesuai kaidah ilmiah dan medis.
Serta mempunyai banyak kejanggalan dalam proses penelitiannya.
Sehingga vaksin ini dinyatakan tidak lulus uji klinis fase I.
Hingga kemudian, polemik Vaksin Nusantara ini pun diakhiri dengan penandatanganan nota kesepahaman penelitian berbasis pelayanan menggunakan sel dedrintik, Senin (19/4/2021).
Baca juga: Jadi Tersangka Pencemaran Nama Baik Luhut, Haris Azhar Datangi Mapolda Metro Jaya sambil Minum Kopi
Dengan begitu, uji klinik vaksin nusantara dimasukkan dalam penelitian berbasis pelayanan.
Selain itu, Vaksin Nusantara yang berbasis pada sel dendritik juga dinyatakan bersifat autologus.
Jadi, hanya dapat dipergunakan untuk diri pasien sendiri dan tak dapat dikomersialkan.
3. Peraturan Radiologi
Dilansir dari Kompas.com pada 8 Oktober 2020, beredar informasi yang ramai diperbincangkan yakni tentang dokter obgyn dan dokter umum yang tidak diperbolehkan melakukan ultrasonography (USG).
Baca juga: Disebut Ambil Keuntungan Bisnis Tes PCR hingga Dilaporkan ke KPK, Menko Luhut Binsar Klarifikasi
Hal ini berhubungan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelayanan Radiologi Klinik.
Adapun peraturan ini menyatakan bahwa USG bisa dilakukan melalui dokter radiologi.
PKM Nomor 24 Tahun 2020 ini juga menuai reaksi lebih dari 30 perhimpunan dokter.
Terawan yang merupakan dokter spesialis radiologi dianggap mengutamakan rekan sejawatnya dalam memberikan pelayanan medis menggunakan peralatan modalitas radiasi pengion dan non-pengion dengan menerbitkan peraturan ini.
Aturan yang ditandatangani Terawan ini pun ditentang 41 organisasi profesi dan kolegium.
Baca juga: Bakal Jadi Adik Ipar Jokowi, Anwar Usman Diminta Mundur dari Jabatan Ketua MK, Begini Alasannya
Sebab, muncul kekhawatiran bahwa peraturan tersebut akan mengganggu pelayanan kepada masyarakat, mengingat jumlah dokter radiologi di Indonesia terbatas.
Disebutkan dalam ketentuan itu bahwa harus ada dokter spesialis radiologi untuk melakukan layanan radiologi.
Apabila tidak, kewenangan dapat diberikan kepada dokter atau dokter spesialis lain melalui pelatihan untuk mendapatkan kompetensi terbatas.
Tetapi, hal ini pun harus disupervisi dokter radiologi.
(TribunnewsSultra.com/Nina Yuniar) (Tribunnews.com/Malvyandie Haryadi) (Kompas.com/Mela Arnani)
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Promosikan Vaksin Nusantara hingga Terapi Cuci Otak Diduga Jadi Alasan Pemecatan Terawan dari IDI" dan di Kompas.com dengan judul "3 Kontroversi Terawan, Mantan Menkes yang Direkomendasikan Diberhentikan dari IDI"