Tak Hanya Vasektomi, Dedi Mulyadi Sebut Pria di Jawa Barat Bisa Pilih Jenis KB untuk Dapat Bansos

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menyebut ternyata bukan hanya vasektomi yang menjadi syarat untuk menerima bantuan sosial atau bansos. 

|
TRIBUNNEWS
VASEKTOMI - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menyebut ternyata bukan hanya vasektomi yang menjadi syarat untuk menerima bantuan sosial atau bansos. Ia mengungkapkan bahwa warga Jawa Barat khususnya pria tidak harus melakukan vasektomi untuk menekan angka kelahiran anak. Namun, bisa memilih jenis KB yang diinginkan. Hal ini diklarikasinya imbas dari kontroversi terkait syarat bansos di Jawa Barat yang disebut-sebut mengharuskan pria melakukan vasektomi. 

Menurutnya, suami memiliki tanggung jawab besar dalam menjamin kesejahteraan keluarganya, mencakup aspek pendidikan, layanan kesehatan, hingga masa depan anak-anak. 

Apabila dalam keluarga pra-sejahtera jumlah anak terlalu banyak, hal ini dapat menyulitkan suami untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarganya.

"Warga masyarakat yang berpenghasilan rendah atau warga ekonomi ke bawah yang dikategorikan miskin itu saya selalu temui anaknya lebih dari tiga."

"Kalau terlalu banyak, yang saya perhatikan jangankan untuk sekolah, untuk biaya melahirkan saja tidak terbayar," ujarnya.

Dedi menyampaikan bahwa ia kerap mendapat permohonan bantuan dari para suami untuk menanggung biaya persalinan, terutama persalinan caesar yang bisa menelan biaya hingga puluhan juta rupiah. 
Dedi mengaku Pemrov Jabar sudah menyediakan berbagai program bantuan bagi masyarakat pra-sejahtera, seperti bantuan perumahan, listrik, dan beasiswa pendidikan.

Namun, apabila jumlah anak dalam keluarga terus bertambah, maka dukungan tersebut akan sulit mencukupi untuk benar-benar meningkatkan taraf hidup keluarga. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar program KB itu dijalankan.

"Kemudian apa artinya bantuan tersebut, kalau jumlah anaknya bertambah terus kan, tidak bisa meningkatkan derajat ekonominya sehingga saya sampaikan agar Penerima bantuan Pemprov Jabar ini di-KB," katanya.

Terkait tujuan program KB, Dedi menyebut hal itu bertujuan untuk menekan angka kelahiran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. 

Dedi menyebut saat ini angka kelahiran di Jawa Barat mencapai 900.000 jiwa per tahun.

"Artinya itu tinggi. Artinya suami bersama istrinya membuat kelahiran yang menentukannya Allah SWT, yang menjalaninya mereka."

"Jangankan untuk pendidikan ke depan, untuk melahirkan tidak ada biaya, itu tanggung jawab suami," pungkasnya.

Kendati begitu, program Dedi Mulyadi menuai banyak kritik. Salah satunya adalah dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Melansir Tribunnews.com, MUI tegas menentang ide Dedi Mulyadi soal vasektomi jadi syarat utama penerima bansos. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis menyebut Islam melarang adanya pemandulan permanen, termasuk vasektomi ini.

"Islam melarang pemandulan permanen. Yang dibolehkan mengatur jarak kelahiran," ungkap Cholil melalui akun X pribadinya @cholilnafis, pada Kamis (1/5/2025).

Cholil juga berpendapat pertumbuhan penduduk di Indonesia masih stabil, bahkan cenderung minus. Oleh karena itu, ia berpendapat menghentikan kemiskinan dengan melarang orang miskin untuk memiliki anak itu tak tepat.

"Pertumbuhan penduduk kita stabil dan malah cenderung minus. Menghentikan kemiskinan itu dengan membuka lapangan kerja bukan menyetop orang miskin lahir. Inilah pentingnya dana sosial," jelas Cholil. (*)

(Grid.id)(TribunnewsSultra.com/Desi Triana)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved