Tak Hanya Vasektomi, Dedi Mulyadi Sebut Pria di Jawa Barat Bisa Pilih Jenis KB untuk Dapat Bansos
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menyebut ternyata bukan hanya vasektomi yang menjadi syarat untuk menerima bantuan sosial atau bansos.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Desi Triana Aswan
TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menyebut ternyata bukan hanya vasektomi yang menjadi syarat untuk menerima bantuan sosial atau Bansos.
Ia mengungkapkan bahwa warga Jawa Barat khususnya pria tidak harus melakukan vasektomi untuk menekan angka kelahiran anak.
Namun, bisa memilih jenis KB yang diinginkan.
Hal ini diklarikasinya imbas dari kontroversi terkait syarat Bansos di Jawa Barat yang disebut-sebut mengharuskan pria melakukan vasektomi.
Vasektomi adalah prosedur kontrasepsi permanen pada pria yang dilakukan dengan memotong atau menyumbat saluran sperma (vas deferens).
Prosedur ini bertujuan untuk mencegah sperma bercampur dengan air mani sehingga mencegah terjadinya pembuahan.
Artinya, ketika seseorang sudah menjalani vasektomi maka berpotensi tidak akan membuahi sel telur.
Menurut Dedi Mulyadi hal tersebut adalah pilihan.
Baca juga: Kontroversi Kebijakan Dedi Mulyadi Disoroti Menko PM Cak Imin Sebut Tak Boleh Bikin Aturan Sendiri
Sehingga, ia menekankan bahwa program KB bukan hanya saja untuk wanita namun juga bisa dilakukan oleh pria.
"Tidak ada ngomong salah satu jenis tapi milih mau yang mana (KB)," ujar Dedi seusai menghadiri kegiatan di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (5/5/2025) dilansir Kompas.com.
Ia tak ingin membebani perempuan atau para istri untuk melakukan KB.
Sehingga, ia mengimbau agar para suami bisa turut andil melakukan KB meski dengan berbagai cara.
Dedi pun membebaskan para suami untuk memilih metode KB yang sesuai dengan kondisi masing-masing.
Ia pun juga terpikir akan memberikan alat pengaman untuk setiap kepala keluarga agar menekan angka kemiskinan.
"Dan saya harapkan yang ber-KB itu suaminya, jangan sampai ber-KB itu beban istri. Jenisnya KB-nya apa tergantung pengennya apa, kan bisa pakai pengaman (kondom), ya kan itu juga bisa. Bila perlu pemerintah kasih alat pengaman per Kepala Keluarga," katanya.
Menurutnya, suami memiliki tanggung jawab besar dalam menjamin kesejahteraan keluarganya, mencakup aspek pendidikan, layanan kesehatan, hingga masa depan anak-anak.
Apabila dalam keluarga pra-sejahtera jumlah anak terlalu banyak, hal ini dapat menyulitkan suami untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarganya.
"Warga masyarakat yang berpenghasilan rendah atau warga ekonomi ke bawah yang dikategorikan miskin itu saya selalu temui anaknya lebih dari tiga."
"Kalau terlalu banyak, yang saya perhatikan jangankan untuk sekolah, untuk biaya melahirkan saja tidak terbayar," ujarnya.
Dedi menyampaikan bahwa ia kerap mendapat permohonan bantuan dari para suami untuk menanggung biaya persalinan, terutama persalinan caesar yang bisa menelan biaya hingga puluhan juta rupiah.
Dedi mengaku Pemrov Jabar sudah menyediakan berbagai program bantuan bagi masyarakat pra-sejahtera, seperti bantuan perumahan, listrik, dan beasiswa pendidikan.
Namun, apabila jumlah anak dalam keluarga terus bertambah, maka dukungan tersebut akan sulit mencukupi untuk benar-benar meningkatkan taraf hidup keluarga. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar program KB itu dijalankan.
"Kemudian apa artinya bantuan tersebut, kalau jumlah anaknya bertambah terus kan, tidak bisa meningkatkan derajat ekonominya sehingga saya sampaikan agar Penerima bantuan Pemprov Jabar ini di-KB," katanya.
Terkait tujuan program KB, Dedi menyebut hal itu bertujuan untuk menekan angka kelahiran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Dedi menyebut saat ini angka kelahiran di Jawa Barat mencapai 900.000 jiwa per tahun.
"Artinya itu tinggi. Artinya suami bersama istrinya membuat kelahiran yang menentukannya Allah SWT, yang menjalaninya mereka."
"Jangankan untuk pendidikan ke depan, untuk melahirkan tidak ada biaya, itu tanggung jawab suami," pungkasnya.
Kendati begitu, program Dedi Mulyadi menuai banyak kritik. Salah satunya adalah dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Melansir Tribunnews.com, MUI tegas menentang ide Dedi Mulyadi soal vasektomi jadi syarat utama penerima bansos. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis menyebut Islam melarang adanya pemandulan permanen, termasuk vasektomi ini.
"Islam melarang pemandulan permanen. Yang dibolehkan mengatur jarak kelahiran," ungkap Cholil melalui akun X pribadinya @cholilnafis, pada Kamis (1/5/2025).
Cholil juga berpendapat pertumbuhan penduduk di Indonesia masih stabil, bahkan cenderung minus. Oleh karena itu, ia berpendapat menghentikan kemiskinan dengan melarang orang miskin untuk memiliki anak itu tak tepat.
"Pertumbuhan penduduk kita stabil dan malah cenderung minus. Menghentikan kemiskinan itu dengan membuka lapangan kerja bukan menyetop orang miskin lahir. Inilah pentingnya dana sosial," jelas Cholil. (*)
(Grid.id)(TribunnewsSultra.com/Desi Triana)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.