4 Poin Kontroversi RUU TNI Ditolak, Memperluas Jabatan Sipil TNI, Kewenangan hingga Tugas Bertambah
Berikut ini empat poin kontroversi Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang ramai jadi perbincangan.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Desi Triana Aswan
Dalam Pasal 3 UU TNI yang masih berlaku tertulis, TNI berkedudukan di bawah presiden dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer.
Kemudian, TNI juga berkedudukan di bawah koordinasi Departemen Pertahanan dalam kebijakan dan strategi pertahaan serta dukungan administrasi.
Namun, pemerintah hendak mengubah kedudukan TNI berada di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan.
4. Kewenangan dan tugas bertambah
Dilansir dari Kompas.com, Minggu, anggota Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanuddin mengungkapkan, dalam RUU TNI tugas prajurit akan bertambah untuk melakukan operasi non-perang.
Dia menerangkan, awalnya TNI memiliki 14 tugas operasi militer selain perang (OMSP), tetapi kini ditambah menjadi 17.
Adapun 14 tugas tersebut, antara lain:
Mengatasi gerakan separatis bersenjata
Mengatasi pemberontakan bersenjata
Mengatasi aksi terorisme
Mengamankan wilayah perbatasan
Mengamankan obyek vital nasional yang bersifat strategis
Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai kebijakan politik luar negeri
Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya
Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai sistem pertahanan semesta
Membantu tugas pemerintahan di daerah
Membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat
Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing di Indonesia
Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan
Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue)
Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.
Belum disebutkan secara rinci apa saja penambahan OMSP terbaru, tetapi Hasanuddin mengatakan, di antaranya adalah mengatasi masalah narkoba dan terait dengan operasi siber.
"Tapi yang jelas TNI tidak ikut dalam penegakan hukumnya," ujarnya.
Di sisi lain, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Dimas Bagus Arya Saputra, menilai terdapat banyak hal-hal bermasalah pada revisi UU TNI yang dibahas pemerintah dan panitia kerja (panja) DPR RI.
"DPR harusnya melakukan telaah lebih jauh. Proses (pembuatan) cukup cepat membuat ruang publik memberikan aspirasi dan masukan jadi sangat minim," tuturnya.
Menurutnya, Kontras bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mencatat, terdapat beberapa kekhawatiran yang ada pada revisi UU TNI.
Itu termasuk profesionalisme kerja TNI terancam, kembalinya dwifungsi ABRI, hingga potensi kekerasan dari TNI.(*)
(TribunPalu)(TribunnewsSultra.com/Desi Triana)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.