4 Poin Kontroversi RUU TNI Ditolak, Memperluas Jabatan Sipil TNI, Kewenangan hingga Tugas Bertambah

Berikut ini empat poin kontroversi Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang ramai jadi perbincangan. 

(KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO)/Tribunnews.com/Fersianus Waku
RUU TNI- Kolase foto 3 Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan saat mencoba masuk ruang rapat Panja Revisi UU TNI DPR-RI dan Kemenhan di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (15/3/2025). Ramai soal Ajakan DM Tolak Revisi UU TNI ke Anggota DPR, Bisakah Gagalkan Potensi Kebangkitan Dwifungsi ABRI?/ Foto saat rapat dengar pendapat Komisi I DPR RI dengan Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, membahas revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Nomor 34 Tahun 2004 di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/3/2205). DPR RI dan Pemerintah diam-diam rapat pembahasan lanjutan soal Revisi Undang-undang (RUU) TNI agar segera disahkan di sidang paripurna 20 Maret 2025. 

Dalam Pasal 3 UU TNI yang masih berlaku tertulis, TNI berkedudukan di bawah presiden dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer. 

Kemudian, TNI juga berkedudukan di bawah koordinasi Departemen Pertahanan dalam kebijakan dan strategi pertahaan serta dukungan administrasi. 

Namun, pemerintah hendak mengubah kedudukan TNI berada di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan.

4. Kewenangan dan tugas bertambah

Dilansir dari Kompas.com, Minggu, anggota Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanuddin mengungkapkan, dalam RUU TNI tugas prajurit akan bertambah untuk melakukan operasi non-perang. 

Dia menerangkan, awalnya TNI memiliki 14 tugas operasi militer selain perang (OMSP), tetapi kini ditambah menjadi 17. 

Adapun 14 tugas tersebut, antara lain:

Mengatasi gerakan separatis bersenjata 
Mengatasi pemberontakan bersenjata 
Mengatasi aksi terorisme 
Mengamankan wilayah perbatasan 
Mengamankan obyek vital nasional yang bersifat strategis 
Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai kebijakan politik luar negeri 
Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya 
Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai sistem pertahanan semesta 
Membantu tugas pemerintahan di daerah 
Membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat 
Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing di Indonesia 
Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan 
Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue) 
Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.

Belum disebutkan secara rinci apa saja penambahan OMSP terbaru, tetapi Hasanuddin mengatakan, di antaranya adalah mengatasi masalah narkoba dan terait dengan operasi siber. 

"Tapi yang jelas TNI tidak ikut dalam penegakan hukumnya," ujarnya. 

Di sisi lain, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Dimas Bagus Arya Saputra, menilai terdapat banyak hal-hal bermasalah pada revisi UU TNI yang dibahas pemerintah dan panitia kerja (panja) DPR RI. 

"DPR harusnya melakukan telaah lebih jauh. Proses (pembuatan) cukup cepat membuat ruang publik memberikan aspirasi dan masukan jadi sangat minim," tuturnya. 

Menurutnya, Kontras bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mencatat, terdapat beberapa kekhawatiran yang ada pada revisi UU TNI. 

Itu termasuk profesionalisme kerja TNI terancam, kembalinya dwifungsi ABRI, hingga potensi kekerasan dari TNI.(*)

(TribunPalu)(TribunnewsSultra.com/Desi Triana)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved