Derap Nusantara

Bijak Belanja, Bayar Bertahap

Masyarakat seharusnya memegang prinsip 4B ketika berbelanja yakni "Bijak Belanja, Bayar Bertahap".

Penulis: Content Writer | Editor: Sitti Nurmalasari
Dokumentasi TribunnewsSultra
Masyarakat tentunya sudah tidak asing dengan istilah paylater atau secara lengkap disebut sebagai Buy Now, Pay Later (BNPL) yang berarti “Belanja Sekarang, Bayar Nanti”. Namun, jika dipikirkan kembali, jargon tersebut terasa tidak tepat. Masyarakat seharusnya memegang prinsip 4B ketika berbelanja, seperti diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Sigit Sembodo sebagai “Bijak Belanja, Bayar Bertahap”. 

Hanya saja, penting untuk memahami keterbatasan sumber daya masing-masing diri dan bijak dalam mengendalikan keinginan agar dapat melunasi kewajiban pembayaran yang menanti.

Total angsuran bulanan seharusnya hanya 30 persen atau maksimal sepertiga dari penghasilan. Jika melebihi itu, sulit untuk mempertahankan arus keuangan bulanan tetap stabil.

Keterlambatan atau bahkan ketidakmampuan membayar angsuran akan berdampak negatif kepada debitur itu sendiri, misalnya, tidak dapat menarik utang lagi di penyedia layanan pembiayaan manapun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi mengingatkan bahwa kini segala jenis utang melalui produk jasa keuangan tercatat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SILK) OJK.

Untuk menghindari sanksi akibat kelalaian dalam pembayaran, debitur sebaiknya membuat rekapitulasi berisikan informasi mengenai jumlah utang, tenggat pembayaran, serta bunga dan biaya lain yang harus dibayarkan.

Setiap angsuran harus dilunasi secara tepat waktu dan tepat jumlah. Apabila pembayaran tidak sesuai ketentuan maka dapat menyebabkan kredit macet dan membuat riwayat kredit yang tercatat pada SLIK menjadi buruk.

Dengan adanya pencatatan pada sistem tersebut, riwayat kredit pun dapat berdampak pada proses lamaran kerja maupun pengajuan pinjaman lain di sektor jasa keuangan.

Hal tersebut karena riwayat kredit yang buruk menunjukkan karakter yang tidak mampu mengelola uang sehingga dianggap rentan melakukan penyimpangan (fraud), berisiko merusak perusahaan, atau mengalami gagal bayar dalam pinjaman jangka panjang seperti KPR.

Perlu Edukasi

Banyak warga masyarakat yang kurang memahami bagaimana suatu layanan jasa keuangan bekerja sehingga banyak yang memanfaatkannya sesuka hati, atau bahkan terjebak dalam layanan keuangan ilegal.

Sekretaris Jenderal APPI, Sigit Sembodo menyatakan bahwa kurangnya pemahaman masyarakat menyebabkan banyak dari mereka yang menganggap layanan paylater atau BNPL sama dengan peer-to-peer (p2p lending) atau bahkan pinjaman online ilegal.

Persepsi itu kemungkinan muncul karena semua layanan tersebut memang dirancang untuk membantu pemenuhan berbagai kebutuhan sehari-hari dengan cara yang mudah dan fleksibel.

Debitur tidak perlu datang ke kantor penyedia layanan untuk mengajukan kontrak pembiayaan. Hanya cukup mendaftar dan mengajukan pembiayaan melalui aplikasi mobile, transaksi dapat terjadi.

Padahal, BNPL adalah fitur pembayaran dari perusahaan pembiayaan (multifinance) untuk pembelian suatu barang, bukan lembaga jasa keuangan yang memberikan pinjaman tunai (cash loan) seperti p2p lending.

Penyedia layanan BNPL juga berada di bawah pengaturan ketat OJK terkait tata kelola, manajemen risiko, serta tingkat kesehatan perseroan sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK (POJK) 35/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, tidak seperti pinjaman online ilegal.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA
    Komentar

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved