Sidang Guru Viral di Konawe Selatan
Update Kasus Guru Supriyani: Kisruh Somasi Pemkab Konawe Selatan, Fakta Sidang, Kabar Jaksa, Polisi
Berikut update kasus guru Supriyani yang didakwa aniaya murid SD sosok anak polisi di Kecamatan Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Aqsa
Raja menjelaskan, jika luka yang timbul karena memar akibat kekerasan tumpul, maka luka yang ditimbul tidak seperti foto korban yang ditampilkan dalam persidangan.
“Ini seperti luka memar, tapi melihat garisnya juga seperti luka karena terkena gesekan dengan permukaan benda yang cenderung kasar,” jelasnya.
“Benda permukaan kasar itu bisa batu, bisa macam-macam. Bukan seperti sapu yang permukaannya halus,” ujarnya menambahkan.
Raja juga menyebut luka seperti dialami korban kemungkinan disebabkan faktor lain seperti serangga.
“Kemungkinan lain juga ada penyebabnya luka ini karena serangga," katanya.
Ia menyampaikan luka yang terkelupas akibat gesekan akan mengalami perubahan warna dalam waktu tiga hari.
“Kalau melihat luka perubahan warna kulitnya kecoklatan dalam waktu tiga hari,” ujarnya.
3. Surat Somasi Pemkab Konsel
Bupati Konawe Selatan Surunuddin Dangga melalui Bagian Hukum Pemkab Konsel melayangkan surat somasi kepada guru Supriyani.
Somasi menyusul surat pencabutan kesepakatan damai yang dibuat guru honorer SD negeri di Kecamatan Baito itu, Rabu (6/11/2024).
Dalam suratnya, guru Supriyani menyatakan mencabut tanda tangan dan persetujuan damai yang ditandatangani di Rumah Jabatan atau Rujab Bupati Konsel, pada Selasa, 5 November 2024.
Baca juga: Bupati Konawe Selatan Somasi Guru Supriyani Buntut Cabut Surat Damai, Dituduh Cemarkan Nama Baik
Pencabutan surat damai tersebut dengan alasan karena berada dalam kondisi tertekan dan terpaksa dan tidak mengetahui isi dan maksud dari surat kesepakatan damai tersebut.
“Dalam hal ini perbuatan Saudari telah mencemarkan nama baik Bupati Konawe Selatan,” tulis salinan surat somasi yang diperoleh TribunnewsSultra.com, pada Kamis (7/11/2024).
“Karena dianggap melakukan tindakan menekan dan memaksa Saudari untuk menyepakati surat dimaksud, yang dalam faktanya bahwa kesepakatan tersebut dibuat tanpa ada tekanan dan paksaan,”
“Serta disaksikan beberapa pihak dengan tujuan untuk menyelesaikan permasalahan secara damai dan kekeluargaan,” lanjut surat somasi.
Surat yang diterbitkan di Andoolo, 6 November 2024, itu diteken Kepala Bagian Hukum Pemkab Konsel, Suhardin, atas nama Bupati Konsel Surunuddin Dangga, dengan cap stempel pemkab.
Seiring surat somasi itu, pemkab mengultimatum guru Supriyani untuk melakukan klarifikasi dan permohonan maaf serta mencabut surat pencabutan kesepakatan damai yang dibuatnya.
“Oleh karena itu, kami meminta Saudari untuk segera melakukan klarifikasi dan permohonan maaf serta mencabut Surat Pencabutan Kesepakatan Damai tersebut dalam waktu 1 x 24 jam,” tulis surat itu.
Jika guru Supiyani tidak melakukan apa yang diminta dalam surat somasi itu, pemkab mengancam akan menempuh jalur hukum atas tuduhan melakukan pencemaran nama.
“Jika sampai batas waktu yang kami berikan Saudari tidak melakukan yang kami minta, maka kami akan menempuh jalur hukum,” kata Suhardin dalam surat somasi atas nama Bupati Konawe Selatan itu.
“Karena Saudari telah melakukan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (2) dan Pasal 311 ayat (1) KUHPidana,” lanjutnya.
Suhardin dalam penjelasan resmi tertulisnya pun menjelaskan maksud dan tujuan surat somasi yang dilayangkan kepada guru Supriyani.
“Somasi adalah teguran, dalam hal ini adalah kepada Supriyani. katanya dalam keterangan tertulis yang ditandatanganinya itu.
“Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada Supriyani untuk berbuat sesuatu atau menghentikan suatu perbuatan sebagaimana diharapkan oleh Bupati Konawe Selatan,” lanjutnya.
Dalam hal ini, agar guru Supriyani mencabut pernyataannya terkait pencabutan kesepakatan damai yang telah ditandatangani dengan disaksikan oleh beberapa orang saksi.
Baca juga: Tanggapan PGRI Sulawesi Tenggara Soal Pemda Konawe Selatan Somasi Supriyani Karena Cabut Surat Damai
Yang pada kesempatan itu, klaim Suhardin, secara tegas Supriyani menyatakan bahwa kesepakatan damai tersebut ia lakukan tanpa ada tekanan dan paksaan dari pihak manapun.
“Proses perdamaian yang diinisiasi bupati, tidak dimaksudkan untuk melakukan intervensi terhadap proses peradilan yang sementara berjalan,” jelasnya.
“Tetapi diharapkan bahwa kesepakatan damai tersebut dapat dijadikan alasan untuk meringankan hukuman atau menjadi pertimbangan tersendiri,” ujarnya menambahkan.
Bupati Konawe Selatan melakukan somasi karena telah dianggap melakukan intimidasi dan tekanan kepada guru Supriyani dalam kesepakatan damai tersebut.
“Padahal, dalam hal ini Bupati Konawe Selatan sangat beritikad baik agar permasalahan ini dapat diselesaikan secara damai dan kekeluargaan,” katanya.
“Tapi nyatanya Supriyani malah berbalik arah dan tidak mau diselesaikan secara damai,” jelasnya menambahkan.
Sehingga, apabila Bupati Konawe tidak melakukan somasi maka masyarakat akan menganggap bahwa benar Bupati telah melakukan intimidasi dan tekanan.
“Selain itu, somasi yang dilakukan Bupati juga diharapkan agar Supriyani dapat berpikir secara jernih dan kembali kepada kesepakatan awal,” ujarnya.
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara damai dan kekeluargaan.
“Sehingga tidak timbul riak-riak di dalam masyarakat dan akan tercipta kedamaian dan kondusifitas khususnya di Kecamatan Baito,” katanya dalam keterangan tertulis tersebut.
Hal senada juga disampaikan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika atau Diskominfo Konsel, Annas Masud, yang sebelumnya dikonfirmasi TribunnewsSultra.com.
Menurutnya, proses mediasi dan perdamaian yang diinisiasi Bupati Konawe Selatan itu dilakukan tanpa tekanan maupun desakan seperti yang tercantum dalam surat pencabutan pernyataan damai Supriyani.
“Artinya, itu hanya untuk menjelaskan kepada masyarakat bahwa ibu Supriyani mengatakan Pak Bupati melakukan tekanan dan desakan pada saat proses mediasi,” jelas Annas.
“Padahal, kan kondisinya tidak seperti itu. Orang-orang yang hadir kan sudah dikonfirmasi juga, itu tidak ada tekanan seperti apa yang disampaikan. Normal berjalan seperti apa adanya.”
“Tetapi jika ada yang memberikan pandangan lain kepada ibu Supriyani, itu di luar pengetahuan kita,” ujar Annas menambahkan.
4. Kuasa Hukum dan PGRI Respon Somasi
Kuasa hukum guru Supriyani, Andri Darmawan, menyebut surat somasi dari Pemkab Konawe Selatan ke kliennya salah alamat.
Andri bahkan menilai tindakan pemkab yang mengancam akan memproses hukum Supriyani dengan pasal pencemaran nama baik terhadap Bupati Konsel Surunuddin Dangga sebagai ‘kegenitan’.
“Kalau mau dipermasalahkan dengan Pasal 310 ya silakanlah. Tapi kan siapa yang melapor, Pemda Konsel tidak bisa melapor pencemaran nama baik,” kata Andri, pada Kamis (7/11/2024).
“Kan harus pribadi siapa yang dicemarkan nama baiknya. Pencemaran nama baik itu sekarang tidak ada institusi ataupun jabatan harus menuju ke pribadi bukan jabatan,” jelasnya menambahkan.
Menurut Andri, pernyataan dalam surat somasi yang dilayangkan juga pada faktanya berbeda dengan pengakuan guru Supriyani.
“Ibu Supriyani itu pernyataannya sudah jelas dia menyatakan kondisinya tertekan dia tidak menyebutkan siapa yang menekan. Tapi kan dalam kondisi begitu berhadapan dengan banyak orang, ada pejabat,” ujar Andri.
Andri juga meminta Pemkab Konawe Selatan dan semua pihak yang tidak terlibat dalam persidangan tidak perlu ikut campur sampai cari ‘panggung’ dalam kasus yang sudah bergulir di pengadilan.
“Di perkara ini kami ingin kita selesaikan di persidangan, tidak usah ada namanya juru damai atau tokoh perdamaian,” kata Andri.
Sebelumnya, Andri pun menyoroti ketidakhadiran berbagai pihak dalam perjalanan kasus hingga berproses di pengadilan.
“Dulu-dulu waktu di tingkat penyidikan kepolisian luar biasa itu ibu, Lima kali ibu datang, ibu Supriyani bersama suaminya, datang menangis apa semua,” jelasnya.
“Diulur-ulur kasih saya waktu. Ini sekarang seakan-akan muncul yang paling inilah, tokoh perdamaian.”
“Mulia sekali, ada apa? Setelah semua fakta-fakta terbuka di persidangan kenapa baru ingin muncul,” lanjutnya.
Diapun berharap semua pihak menunggu hasil putusan persidangan yang sudah bergulir di pengadilan.
Secara terpisah, Persatuan Guru Republik Indonesia Sulawesi Tenggara (PGRI Sultra), menyesalkan, surat somasi Pemkab Konawe Selatan kepada guru Supriyani.
Menurut Ketua PGRI Sultra, Abdul Halim Momo, langkah tersebut seyogyanya tidak dilakukan terhadap sang guru honorer yang kini sudah terbelit kasus hukum gegara tuduhan.
“Saya kira akan menjadi preseden buruk nantinya karena di situ atas nama pemerintah daerah bukan pribadi bupati,” katanya.
“Mensomasi seorang guru honorer yang sudah mengabdi 16 tahun dengan gaji Rp300 ribu,” jelasnya pada Jumat (08/11/2024).
Menurut Halim, seharusnya pemda mengambil langkah untuk memaafkan guru Supriyani ketimbang memberikan somasi.
Terlebih kondisi yang saat ini dihadapinya sedang memperjuangkan hak-haknya di hadapan hukum.
Tentunya keputusan mencabut surat damai tersebut sudah didasari adanya pertimbangan.
Selain itu, pemda juga harus memahami kondisi yang dialami guru Supriyani saat ini setelah kasusnya bergulir di persidangan.
“Kalau menurut secara logika tidak mungkin seorang guru honorer bisa mengecewakan pemda atau bupati. Sehingga harus dilihat juga alasannya,” ujar Halim.
“Sehingga menurut saya somasi itu akan jadi preseden buruk, saya kira kalau memaafkan rakyatnya akan lebih mulia,” lanjutnya.
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan atau FKIP UHO Kendari inipun memastikan PGRI akan terus memperjuangkan agar guru Supriyani bisa bebas dari kasus tersebut.
5. Pemeriksaan Jaksa
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara Anang Supriatna mengatakan pihaknya masih terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah jaksa yang menangani kasus guru Supriyani.
Anang mengatakan pemeriksaan ini dilakukan dalam rangka memastikan apakah jaksa dalam menangani kasus ini sudah sesuai dengan SOP atau ketentuan yang telah diatur.
“Makanya kita melakukan klarifikasi kepada pihak-pihak yang berkaitan,” katanya, Kamis (7/11/2024).
Kata dia, dari internal Kejaksaan ada tiga atau empat jaksa yang diperiksa.
“Kalau dari internal itu hampir semua yah, tiga atau empat orang,” jelasnya saat dikonfirmasi TribunnewsSultra.com.
Selain pemeriksaan internal, Kejati Sultra juga melakukan pemeriksaan terhadap pihak luar kejaksaan.
“Itu hanya untuk memastikan saja diklarifikasi dan dianalisa apakah ada pelanggaran, sambil kita menunggu proses hukum yang sedang berjalan di pengadilan,” ujarnya.
Anang Supriatna juga memastikan pihaknya terus memantau jalannya persidangan kasus Supriyani.
Terkait penuntutan terhadap terdakwa, kata Anang, bergantung fakta-fakta persidangan di pengadilan.
“Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan mempertimbangkan, fakta-fakta perbuatan ataupun fakta fakta hukum yang terungkap di persidangan, bukan berdasarkan berkas perkara,” katanya.
Sekalipun, kata Anang, acuan kasus ini berdasarkan berkas yang diterima oleh kejari dalam menyusun dakwaan.
“Nanti kemudian di persidangan faktanya seperti apa, maka akan menjadi landasan JPU untuk membuat tuntutan. Kepastian, rasa kemanfaatan, dan rasa keadilan,” jelasnya.
6. Pemeriksaan Polisi
Guru Supriyani sebelumnya sudah menjalani pemeriksaan di Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara atau Bid Propam Polda Sultra pada Rabu (6/11/2024).
Agenda pemeriksaan Supriyani terkait penanganan kasus oleh penyidik Polsek Baito.
Propam Polda Sultra juga mendalami indikasi permintaan uang Rp2 juta kepada guru Supriyani, hingga dugaan permintaan uang Rp50 juta agar kasusnya dihentikan.
Propam juga meminta keterangan suaminya, Katiran, serta wali kelas murid, Lilis.
“Yang ditanyakan soal permasalahan atau penuduhan penganiayaan yang terjadi di sekolah,” kata Supriyani usai pemeriksaan.
Supriyani mengatakan penyidik juga mempertanyakan permintaan uang oleh oknum anggota Polsek Baito kepada dirinya.
“Kalau yang Rp2 juta itu saya sampaikan diminta dari Kapolsek Baito. Dan uang itu awalnya Pak Desa yang memberikan terus suami saya sampaikan ke saya kalau Pak Kapolsek minta uang Rp2 juta,” jelasnya.
Sementara, permintaan uang Rp50 juta, Supriyani mengaku dimintai langsung oleh penyidik Polsek Baito dan jika tidak dituruti berkas perkaranya akan diserahkan ke kejaksaan.
“Kalau yang Rp50 juta penyidik langsung yang datang ke rumah. Menginformasikan kepada saya dan suami saya bahwa masalah ini tidak bisa atur damai dan penyidik akan melanjutkan pemberkasan ke jaksa. Kalau dikasih Rp50 juta masalah selesai,” ujarnya.
Sebelumnya, Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol Moch Sholeh, mengatakan, pihaknya melakukan pemeriksaan kode etik terhadap Kapolsek Baito, Ipda MI, dan Kanit Reskrim Polsek, Bripka AM.
Mereka diperiksa atas dugaan pelanggaran kode etik, adanya indikasi meminta uang Rp2 juta dalam penanganan kasus guru Supriyani.
“Saat ini 2 oknum anggota sementara kami mintai keterangan terkait kode etik. Sementara kami mintai pendalaman keterangan,” katanya, pada Selasa (5/11/2024).
Meski diperiksa, baik Ipda MI maupun AM masih tetap menjalankan tugas di Polsek Baito.
“Kalau memang terbukti ada pelanggaran kode etik, kami akan tingkatkan untuk patsus (penahanan khusus) atau ditarik ke Polda Sultra,” jelasnya.
Sholeh menyampaikan sejauh ini pihaknya sudah memeriksa 7 personel polisi terkait penanganan kasus guru Supriyani.
Termasuk indikasi permintaan uang Rp2 juta maupun Rp50 juta agar kasusnya dihentikan.
“Sudah kroscek soal permintaan uang Rp50 juta tapi belum terlihat. Indikasinya ada. Perlu penguatan dari kepala desa dan saksi lainnya,” ujarnya.
Untuk penguatan tersebut, Bid Propam Polda Sultra sebelumnya sudah memeriksa Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman, selanjutnya guru Supriyani, bersama suaminya, Katiran.
“Semua pihak kami periksa, mengklarifikasi soal permintaan uang itu,” ujarnya.(*)
(TribunnewsSultra.com/Sugi Hartono/Samsul Samsibar/La Ode Ari/Desi Triana Aswan)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.