Sidang Guru Viral di Konawe Selatan
Sidang Demi Sidang Kasus Guru Supriyani Konawe Selatan, Fakta-fakta Akhirnya Terungkap di Pengadilan
Sidang demi sidang kasus guru Supriyani di Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), masih terus bergulir.
Penulis: Sitti Nurmalasari | Editor: Aqsa
“Pukulan satu kali tapi menimbulkan beberapa banyak luka. Ada disitu kaya melepuh dan luka paha dalam,” jelasnya.
JPU pun menanggapi eksepsi guru Supriyani yang dibacakan oleh Andri Darmawan.
Dalam jawaban eksepsi, kata Ujang Sutisna, kasus ini telah memenuhi syarat formil dan materil.
Selain membantah, dia juga mengatakan eksepsi yang dibacakan di luar dari eksepsi yang sebagaimana seharusnya dibacakan.
“Kami bersepakat dengan penasehat hukum untuk dilanjutkan ke pokok materi,” ujarnya usai persidangan.
Meski demikian, Ujang mengatakan ada beberapa poin yang mereka enggan tanggapi karena menurutnya tidak masuk dalam ranah eksepsi.
3. Putusan Sela Hakim
Majelis Hakim PN Andoolo memutuskan persidangan kasus guru Supriyani dituduh aniaya anak polisi dilanjutkan.
Putusan tersebut disampaikan saat sidang Putusan Sela, Selasa (29/10/2024) pagi.
Dalam putusan selanya, hakim menolak eksepsi dari kuasa hukum Supriyani.
“Menyatakan keberatan penasehat hukum tidak dapat diterima,” kata ketua majelis hakim, Stevie Rosano.
Baca juga: Nasib Guru Supriyani usai Camat Baito Terusir dari Rujab, Opsi Ditawarkan Bupati dan Kasatpol PP
“Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara Nomor 104/Pidsus/2024/PNAndoolo.”
“Atas nama terdakwa Supriyani S.Pd binti Sudiharjo, menangguhkan perkara sampai putusan akhir,” jelasnya menambahkan.
4. Pemeriksaan Saksi Anak
Lanjutan sidang kasus guru Supriyani usai pembacaan putusan sela pun berlanjut pada Selasa siang.
JPU menghadirkan 3 saksi anak di bawah umur yang salah satunya saksi korban M.
Sehingga sidang di pengadilan berlangsung tertutup.
Usai persidangan, guru Supriyani kembali membantah tudingan menganiaya muridnya.
“Semua keterangan dari saksi anak, semuanya tidak benar. Memang tidak ada kejadian itu,” katanya.
Kuasa hukum guru Supriyani, Andri Darmawan, mengatakan 3 saksi anak yang diperiksa tidak bisa dijadikan sebagai saksi.
Karena tidak memenuhi syarat dan keterangan saksi tidak disumpah.
Sehingga pernyataan saksi anak tersebut hanya dijadikan petunjuk untuk melihat fakta yang sebenarnya.
Dari beberapa anak diperiksa, ia menemukan fakta banyak keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tidak sesuai yang disampaikan saat persidangan.
Seperti masalah waktu pemukulan, di mana pada BAP mengatakan anak seorang polisi tersebut dianiaya saat pukul 10.00 Wita.
Sedangkan dalam persidangan disampaikan peristiwa dugaan penganiayaan terjadi pukul 08.30 wita.
Sementara saksi anak lainnya atau saksi terakhir mengatakan tidak tahu.
Padahal, saat di kantor polisi, mereka bersama-sama mengatakan pukul 10.00 Wita.
“Yang menarik tadi juga masalah pukulan, tadi terungkap fakta katanya anak oknum polisis dipukul dalam posisi berdiri,” katanya.
“Di depannya ada meja, dan dibelakangnya ada kursi. Kursi itu setinggi bahu kalau dia duduk. Kalau dia berdiri, kursi itu tentu menutupi pahanya.”
“Kalau kita lihat bekas luka, itu lukanya sejajar di paha, makanya itu yang aneh kalau kita lihat.”
“Bagaimana caranya dia dipukul sejajar paha, padahal dibelakang ada penghalang sandaran kursi,” lanjut Andri usai persidangan.
Andri menyampaikan, keterangan saksi anak terkait cara memukul juga berbeda-beda.
Seperti ada yang mengatakan dipukul dari atas, sedang yang lainnya mengatakan dipukul dari atas tetapi pelan.
Kemudian, ada pula yang mengatakan sang anak dipukul dengan gagang sapu bagian tengah, sedang yang lainnya mengatakan dengan ujung sapu.
“Jadi banyak keterangan yang tidak sesuai, makanya sejak dari awal keterangan anak ini sebagai dasar kepolisian dan jaksa untuk menetapkan tersangka, diragukan,”
“Apalagi keterangan anak ini saat di BAP banyak yang copy paste. Maksudnya sama semua,” jelasnya.
Sementara, JPU, Ujang Sutisna, yang berupaya ditemui usai persidangan pemeriksaan saksi anak tersebut tak berhasil ditemui.
Ayah korban, Aipda HW, ditemui Tribunnewssultra.com, enggan berkomentar usai sidang persidangan
“Serahkan ke PH (Penasihat Hukum)," kata Aipda dengan mengenakan kemeja coklat.
5. Kesaksian Ibu Korban
JPU menghadirkan 5 saksi di sidang keempat guru Supriyani di PN Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Rabu (30/10/2024), termasuk orang tua murid M, Aipda WH, dan istrinya FN.
Dalam kesaksiannya, FN menerangkan dugaan penganiayaan guru honorer tersebut terhadap anaknya.
Ibu korban menyebut kalau anaknya dipukul oleh sang guru karena tak menulis saat diberi tugas.
“Dia sampaikan sambil menangis, kalau sudah dipukul sama Mama A, kata korban saat dijelaskan ibunya saat persidangan.
“Mamanya A itu siapa?" tanya sang ibu.
“Ibu Supriyani," jawab korban.
"Mas dipukul kenapa?" tanya ibu korban.
"Saya belum selesai menulis," jawab korban.
"Mas dipukul pakai apa?" tanya ibunya lagi menjelaskan saat sidang.
"Pakai sapu," singkat korban saat sang ibu membeberkan dugaan penganiayaan Supriyani.
Ibu korban juga membeberkan sejumlah rekan korban sempat melihat dugaan penganiayaan sang guru.
“Dia sebutkanlah beberapa nama. Saya datang ke rumah salah satu teman anak saya, untuk memastikan kebenaran,” katanya.
Saat menanyai salah satu rekan anaknya kalau anaknya dipukul guru Supriyani, karena belum selesai menulis.
“Saya tanya habis lihatkah D (korban) dipukul sama ibu Supriyani, rekan korban ini bilang iya lihat dipukul pakai sapu lantai,” ujar FN.
Dalam sidang tersebut, FN juga menerangkan jika awalnya tak ingin melaporkan kejadian ini ke polisi.
“Kami ke polsek, meminta arahan dari kapolsek. Bapak sampaikan kita mediasi dulu ini, coba panggil yang bersangkutan,” katanya.
Supriyani pun datang sendirian ke Kantor Polsek Baito usai dihubungi pihak kepolisian.
“Selang berapa lama, datanglah ibu Supriyani datang seorang diri ke polsek,” jelas ibu korban.
“Saat ditanya, beliau menyatakan tidak pernah melakukan itu (pemukulan) sempat berucap dengan nada tinggi,” ujarnya.
“Di mana saya pukul kamu, kapan saya pukul kamu, tidak pernah,” kata ibu korban menerangkan ulang ucapan Supriyani.
“Sempat diingatkan kapolsek, mohon ibu ingat-ingat lagi, tapi yang bersangkutan tidak mengakui,” lanjutnya.
Namun saat mediasi itu, guru Supriyani enggan mengakui perbuatan hingga memicu ibu korban melaporkannya ke Polsek Baito.
“Setelah mediasi itu tidak berhasil, karena yang bersangkutan tidak mengakui, saya membuatlah laporan polisi,” ujarnya.
Guru Supriyani pun membantah kesaksian ibu korban dalam persidangan tersebut.
“Semua keterangannya tidak benar yang mulia,” katanya menjawab pertanyaan majelis hakim.
6. Kesaksian Ayah Korban
Setelah sang istri, Aipda WH, pun memberikan kesaksiannya dalam persidangan tersebut.
JPU Ujang Sutisna awalnya menanyai Kanit Intelkam Polsek Baito tersebut.
“Saudara saksi, pernah saudara dimintai keterangan oleh penyidik Polsek Baito,” tanya Ujang.
Aipda WH pun mengaku pernah hanya lupa tanggal dan waktu persisnya.
“Waktunya saya tidak ingat karena sudah cukup lama, di bulan Mei,” jawabnya.
Ujang pun kembali mengingatkan kapan Aipda WH diperiksa, bukan di bulan Mei tetapi pada 18 Juni 2024.
“Betul Mei? Saya ingatkan kembali yah. Di sini saya bacakan saudara pernah diperiksa di Polsek Baito, di sini dalam berkas pada hari ini Selasa 18 Juni 2024 sekitar pukul 10.45 wita,” katanya.
“Betulkah saudara pernah diperiksa pada waktu itu?” tanya Ujang yang diiyakan oleh Aipda WH.
JPU kemudian mempersilakan Aipda WH memberikan keterangan terkait kasus guru Supriyani dalam persidangan.
“Saya menjelaskan berkaitan dengan hal yang menimpa anak saya,” kata Aipda WH mengawali kesaksiannya.
Menurutnya, pada Jumat 26 April 2024 lalu, sebelum melaksanakan salat Jumat, dia memandikan anaknya.
“Saya mandi berdua. Setelah selesai saya panggil anak saya D, panggilannya kalau di rumah Mas,” jelasnya.
“Ayok mas, mari. Ini sudah mau salat Jumat,” ujarnya.
Mas menjawab, Papa sudah?
“Papa sama adek sudah,” jawab Aipda WH kepada anaknya itu.
Selanjutnya, dia kembali memanggil D.
“Saya panggil kembali, nah pada saat saya panggil itu, dihampirilah oleh ibunya. Ibunya menyampaikan oh iya pa, itu kemarin ibu lihat ada bekas merah kehitaman di pahanya,” ujarnya.
“Ibu tanya, katanya jatuh sama papa,” kata Aipda WH mengutip pernyataan istrinya.
Dari informasi tersebut, katanya, diapun kembali memanggil sang anak.
“Berdasarkan keterangan itu saya panggillah Mas. Coba sini Mas, papa lihat,” jelasnya.
“Nah setelah saya panggil saya lihat, saya panggillah ibunya,” ujarnya.
Setelah melihat luka pada paha korban, Aipda WH menyangsikan jika luka tersebut akibat terjatuh saat bersamanya.
“Bu coba perhatikan luka seperti ini, wajarkah kalau dikatakan jatuh,” katanya.
Diapun meminya sang istri untuk kembali menanyakan perihal penyebab luka tersebut.
“Coba tanya anakmu yang sebenar-benarnya karena bapak curiga anak ini tidak jatuh,” jelasnya.
Selanjutnya, sang istri yang kembali menanyakan hal tersebut kepada D, anaknya.
“Setelah itu ibunya lah yang menanyakan,” ujarnya.
“Setelah ibunya menanyakan, ibunya menyampaikan yang bersangkutan dipukul oleh ibu Supriyani,” katanya menambahkan.
Atas jawaban tersebut, Aipda WH kembali memastikannya kepada sang anak, termasuk dugaan penyebab lainnya.
“Nah setelah itu saya tanya kembali, Mas kalau berbohong, tidak baik,” jelasnya.
Diapun mengonfirmasi nama-nama lain, demikian pula apakah terjatuh di sekolah, yang dijawab ‘tidak’ oleh sang anak.
“Saya ulang kembali, saya tanyakan nama-nama lain siapa tahu mas dipukul sama ini, mas jatuh di sekolah, jawabannya tidak,” ujarnya.
Berdasarkan keterangan itu, sang istri atas inisiatifnya kembali bertanya terkait siapa-siapa saja yang menyaksikan jika memang benar D dipukul oleh ibu guru.
“Selanjutnya atas keterangan itu, inisiatif istri saya, Mas ini ditanya. Kalau memang betul Mas ini dipukul sama bu guru, siapa yang melihat kejadian itu,” katanya.
Sang anak pun menyampaikan sejumlah nama teman sekelasnya.
“Disampaikanlah nama-nama yang melihat peristiwa itu. Teman yang dalam satu kelasnya,” jelasnya.
“Terkonfirmasi bahwa betul mereka ini melihat. Melihat ibu guru melakukan pemukulan terhadap D,” ujarnya menambahkan.
Setelah itu, Aipda WH berkoordinasi dengan Kapolsek Baito selaku pimpinannya atas kasus tersebut.
“Setelah itu yang kami lakukan saya berkoordinasi dengan kapolsek dalam hal ini pimpinan saya,” katanya.
“Saya berkoordinasi, izin komandan saya meminta petunjuk,” lanjutnya.
Diapun diarahkan datang ke kantor dan selanjutnya menemui Kapolsek Baito.
“Diarahkan untuk ke kantor. Kami datang ke kantor, kami sampaikan. Pak Kapolsek lihat, kebetulan pada saat itu ada Kanitreskrim,” jelasnya.
Selanjutnya, Kapolsek Baito disebutkan meminta untuk melakukan konfirmasi dengan guru Supriyani.
“Disampaikanlah sama Pak Kapolsek, coba konfirmasi sama yang bersangkutan (Supriyani-red),” ujar Aipda WH.
“Karena saya ditanya Pak Bowo maunya bagaimana. Saya sampaikan 'mohon izin komandan saya ikut petunjuk',” lanjutnya.
Selanjutnya, guru Supriyani pun dihubungi untuk memintanya datang ke Markas Polsek Baito.
“Pada saat itu dikonfirmasi sama yang bersangkutan, yang bersangkutan datang. Bu Supriyani datang ke Polsek ditanya,” katanya.
Dalam klarifikasi itu, sang guru honorer, tak mengakui telah memukul D, anak Aipda WH.
Aipda WH pun menyebutkan guru Supriyani membantah melakukan perbuatan tersebut dengan nada tinggi.
“Dengan nada agak tinggi dia menyampaikan. Di mana saya pukul kamu, kapan. Saya tidak pernah pukul kamu. Begitu,” jelasnya.
Aipda WH pun meminta guru Supriyani agar tak membentak anaknya.
“Nah saya sampaikan kepada bu gurunya. Lho bu kita ini mau konfirmasi, jangan bentak-bentak anak saya,” ujarnya.
“Setelah seperti itu dia masih dengan nada tinggi disampaikan bahwa dia tidak pernah melakukan pemukulan,” katanya menambahkan.
“Selanjutnya, beliau pulang. ‘Kalau tidak percaya silakan buktikan...’ Itu kata-kata yang memuncak dari mulutnya Bu Supriyani,” lanjutnya.
Sehingga pada saat itu, atas inisiatif selaku orangtua, sang istri atau ibu dari D, membuat laporan kepolisian pada hari itu juga.
Setelah membuat laporan resmi tersebut, Kanit Reskrim Polsek Baito pun menanyakan kasus tersebut kepada D.
“Setelah membuat laporan itu Kanitreskrim menanyakan kepada Mas. Bertanya, betulkah itu (pemukulan) terjadi,” jelas Aipda HW.
“Dia bilang Mas, iya,” ujarnya mengutip pernyataan anaknya.
Selanjutnya, D kembali ditanyakan mengenai benda yang dipakai untuk memukulnya.
“Terus ditanya kembali itu masih ada kita pakai apa,” kata Aipda HW mengutip pertanyaan Kanit Reskrim kepada anaknya.
“Mas menjawab pakai sapu. Masih ingat, masih. Kalau memang masih ingat coba tunjukkan om,” lanjutnya.
Berdasarkan pengakuan tersebut, kata Aipda HW, petugas kemudian mendatangi sekolah.
Menurut Aipda HW, dirinya bersama istri pun ikut mendampingi ke sekolah.
“Sehingga pada saat itu ditunjukkanlah. Ke sekolah, kebetulan kami orangtua pada saat itu ikut mendampingi. Hanya kami prosesnya di halaman sekolah,” jelasnya.
“Dia bilang Bang, biar saya dengan Mas (D) saja,” lanjutnya mengutip pernyataan petugas.
“Ditunjukkan lah, ada sapu ijuk gagang besi itu yang diambil, digunakan untuk pemukulan,” ujarnya.
“Selanjutnya, kami mengantarkan D, saya bersama ibunya untuk melakukan visum di puskesmas,” kata Aipda HW menambahkan.
7. Keterangan Kepsek dan Wali Kelas
Sebanyak tiga saksi memberikan kesaksian guru Supriyani tidak pernah memukuli siswanya berinisial D yang juga anak polisi di Polsek Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Saksi tersebut yakni kepala sekolah Sana Ali, wali kelas korban Lilis, serta guru Kelas 4 SDN Baito, Nur Aisyah.
Dalam kesaksiannya, Lilis menyakini guru Supriyani tidak bersalah atas tuduhan memukul korban.
Karena menurutnya pada Rabu, 24 April 2024, Supriyani sedang mengajari muridnya di Kelas 1B.
Sementara dirinya hanya pergi sebentar untuk menadatangani dokumen di ruang guru.
Ruangan tersebut hanya bersebelahan dengan ruang kelas tempat Supriyani mengajar.
Waktu tempuh dari ruang kelas ke kantor tempat tanda tangan juga hanya memakan waktu kurang lebih lima menit.
Selama itu tidak ada ada insiden atau kejadian pemukulan murid apalagi pada waktu pukul 08.30 wita seperti yang dituduhkan ke Supriyani.
“Ibu Supriyani mengajar di Kelas 1B, dan saat itu saya nda dengar atau terima laporan kalau ada anak didik saya dipukul,” kata Lilis.
“Saya jam 9 itu hanya pergi tanda tangan di kantor tidak lama juga tinggalkan kelas kira-kira lima menit,” jelasnya menambahkan.
Ia mengatakan masalah tersebut baru didengarnya pada hari Jumat saat Ibu Supriyani dituduh memukuli siswanya.
Hal yang sama juga disampaikan Nur Aisyah, guru Kelas 4.
Aisyah mengatakan anaknya kebetulan sekelas dengan anak Aipda WH di Kelas 1A.
Bahkan dirinya sudah menanyakan kejadian itu ke anaknya soal tuduhan Supriyani memukul korban pada hari Rabu.
“Saya tanya anak saya, dia jawab tidak ada pemukulan di hari Rabu dan jam itu. Karena mereka sedang belajar,” ujar Nur Aisyah.
Begitu pula Kepala SDN 4 Baito, Sana Ali, yang meyakini Supriyani tidak melakukan penganiayaan.
Terkait kasus tersebut, ia hanya sempat diminta penyidik polisi untuk membantu memanggil Supriyani agar menemui Aipda WH.
Hal itu untuk membujuk Supriyani menemui WH dan mengakui kesalahannya.
“Saya tanya Bu Supriyani bagaimana bu, dia jawab saya mau minta maaf apa saya tidak salah,” katanya mengutip pernyataan Supriyani.
Saat menjawab pertanyaan JPU, Sana Ali, kemudian membeberkan terkait pengakuan guru Supriyani soal dugaan penganiayaan.
Dia menjelaskan berawal Kanit Reskrim Polsek Baito memberikan informasi bahwa Supriyani akan ditetapkan sebagai tersangka.
“Jadi penyidik (Jefri) mengatakan ke saya ‘Pak KS ini sudah lengkap, besok ini akan penetapan tersangka', saya mengatakan kok bisa begitu, saya tanya kalau ada jalan keluarnya,” jelas Sana Ali.
Lalu, katanya, kanit reskrim memberikan solusi agar guru Supriyani tak dijadikan tersangka dengan syarat harus mengakui pemukulannya.
“Kata Pak Jefri begini, coba bujuk Ibu Supriyani kalau dia mau akui perbuatan bawa ke rumah Pak Bowo biar selesai,” ujarnya.
8. Kesaksian Guru
Dalam persidangan ini, guru Nur Aisyah, juga mengaku sempat melihat murid D bersama orangtuanya Aipda WH dan penyidik datang ke sekolah mengambil sapu ijuk.
Nur Aisyah mengatakan pada Jumat, 26 April sekitar pukul 13.30 wita sempat kembali ke sekolah untuk mengisi absen pulang.
Saat itu di depan gerbang sekolah melihat siswa D dan menanyakan perihal mengapa mereka masih ada di sekolah.
“Saya tanya kalian mau ngapain ke sekolah? Saya pikir ada barang yang mereka lupa,” jelasnya.
Nur Aisyah mengatakan saat itu semua murid dan guru sudah pulang sebelum Salat Jumat.
Dirinya juga memastikan tidak ada aktivitas belajar mengajar karena semua murid sudah pulang jam 10 pagi.
“Saya ketemu saat di sekolah itu ada Pak Bowo, istrinya, Pak Jefri (penyidik Polsek Baito),” ujar Aisyah.
“Saya saat itu dari rumah saya sempat pulang sebelum Salat Jumat kemudian kembali ke sekolah,” lanjutnya.
Ia melihat penyidik Polsek Baito, Jefri bersama murid D masuk ke dalam kelas mengambil sapu ijuk berwarna hijau.
Sementara Nur Aisyah bersama Aipda WH dan istrinya NF berada di luar kelas.
Ia lalu menanyakan alasan mereka ke sekolah.
Kemudian dijawab Aipda HW kalau anaknya D dipukuli oleh Supriyani.
“Saya tanya ada barangnya kalian kelupaan di dalam? Terus Pak Bowo menjawab nggak bu. Ini loh anak saya habis dipukul sama Ibu Supriyani,” kata Aisyah.
Ia menanyakan waktu kejadian pemukulan siswa D ke Aipda HW.
“Pak Bowo jawab waktu murid pakai baju batik. Saya bilang kalau baju batik itu hari Rabu dan Kamis,” jelasnya.
Tak berselang lama, penyidik Polsek Baito, Jefri dan murid D keluar ruangan.
Saat itu, Aipda HW menunjukkan luka di paha belakang D yang disebut karena dipukul Supriyani.
“Pak Bowo sempat bilang kalau anak sampaikan dikasih gini gimana? Begitu saya lihat lukanya saya bilang kayaknya lukanya ini melepuh seperti terjatuh dari sepeda," ujarnya.
“Terus ibunya jawab nda pernah naik sepeda kok bu anak saya," kata Nur Aisyah.
Kemudian penyidik Polsek Baito membawa sapu dari Kelas 1A tersebut.
Aisyah tidak tahu maksud polisi membawa sapu berwarna hijau itu.
9. Kuasa Hukum Ungkap Dugaan Rekayasa
Kuasa hukum guru Supriyani, Andri Darmawan, mengungkap dugaan rekayasa kasus setelah sidang pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan JPU rampung pada Rabu (30/10/2024).
Menurut Andri, berdasarkan fakta persidangan, kesaksian yang disampaikan NF dan Aipda HW berbeda.
“Kita sudah mendengar keterangan saksi, keterangannya bisa dianggap alat bukti saksi,” katanya usai sidang.
Kronologi kesaksian guru bernama Lilis berbeda dikemukakan istri dari Kanit Intel Polsek Baito tersebut.
“Pertama tadi masalah Ibu Lilis selesai bahwa tanggal 24 hari Rabu kejadiannya di tanggal itu,” jelasnya.
“Ibu Lilis dimulai pukul 07.30 wita di sekolah sampai 12.00 wita, anak-anak itukan masuk pukul 07.30 wita sampai 10.00 wita.”
“Ibu Lilis cuman meninggalkan kelas pada pukul 09.00 wita untuk absen di ruang kantor.”
“Jaraknya cuman ada satu kelas yaitu ruangannya Ibu Supriyani. Itupun tidak cukup lima menit datang kembali,” jelasnya.
“Ditanyakan tadi apakah ada kejadian pemukulan?"
“Kan keterangan anak kemarin beda-beda ada yang bilang kejadian pemukulan pukul 08.30 Wita, ada yang tidak tahu jamnya, ada yang bilang pukul 10.00 Wita.”
"Kami sudah konfirmasi semua pukul 08.30 Wita, Ibu Lilis masih di ruangan dan tidak ada kejadian apa-apa,” ujar Andri.
Andri juga menjelaskan proses persidangan berbeda keterangan saksi anak dengan wali kelas.
“Keterangan pukul 10.30 wita sesuai dengan dakwaan dengan ada satu keterangan anak, Ibu Lilis mengatakan pukul 10.00 Wita,” katanya.
“Itu sudah pulang semua anak karena memang jadwal pulangnya anak Kelas 1 SD itu pada pukul 10.00 Wita, jadi selesai itu bahwa tidak ada kejadian,” jelasnya menambahkan.
Andri juga menyebut ada nama baru yang disebut dalam laporan, tetapi tidak dijadikan saksi.
“Penting juga tadi bahwa ada 17 murid di Kelas 1A cuman dua yang mengatakan melihat yang kemarin sudah dihadirkan saksi semuanya termasuk W,” ujarnya.
“W itu sebenarnya kalau kita lihat di laporan polisi mereka tuliskan di situ saksinya W waktu melapor.”
“Itukan ternyata W tidak pernah diajukan saksi oleh mereka dan saya sudah tanya tadi Ibu Lilis."
"Dia sudah pernah mendengarkan juga W mengatakan tidak pernah melihat."
"Padahal ada keterangan anak kemarin yang bilang bahwa sebelum dia pukul D katanya dia lagi main-main atau berbicara dengan W tapikan anehnya bahwa W tidak dipukul,” ujarnya.
Terakhir, Andri meminta pihak Polri untuk menjadikan atensi khusus terkait masalah tersebut.
“Dari awal banyak rekayasa, Kapolri harus atensi kasus ini,” jelasnya menambahkan.(*)
(TribunnewsSultra.com/Samsul Samsibar/La Ode Ari/Dewi Lestari/Sugi Hartono/Apriliana Suriyanti/Sitti Nurmalasari)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.