Opini
OPINI: Menebak Arah Putusan Ridwansyah Taridala
Hari Jumat, 10 November 2023 adalah akhir dari kasus yang menimpa Ridwansyah Taridala dan akan segera diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Ke
Lantas yang menjadi pertanyaan “bagaimana mungkin Ridwansyah Taridala melakukan pembantuan melakukan Pasal 12 huruf e maupun Pasal 11 sedangkan perbuatan memaksa dan perbuatan menerima itu tidak ada sama sekali?”. Hal ini justru bertentangan dengan prinsip dasar dalam pembantuan yang berbunyi “nullus dicitur accessories post feloniam sed ille qui novit principalem feloniam fecisse, et illum receptavit et comfortavit”, yang artinya seseorang tidak bisa disebut sebagai pelaku pembantu hanya karena ia kenal pelaku utamanya, namun pembantuan harus tahu apa yang ia perbuat dan dengan cara apa membantunya.
Vonis Bebas
Oleh karena di dalam fakta persidangan, tidak ada satupun alat bukti yang memenuhi unsur delik di dalam Pasal 12 huruf e maupun Pasal 11, serta tidak terbukti adanya pembantuan sebagaimana dimaksudkan di dalam Pasal 56 KUHP. Maka menurut Penulis, sudah selayaknya Ridwansyah Taridala dijatuhi putusan bebas (vrij spraak) berdasarkan Pasal 191 ayat (1) KUHAP.
Putusan bebas ini menurut Penulis bukan karena terkualifikasinya Ridwansyah Taridala ke dalam alasan pembenar yang menghilangkan sifat melawan hukumnya suatu perbuatan, melainkan karena tidak adanya alat bukti yang mengarah pada besdandeel delict dalam pasal yang di dakwakan oleh JPU, baik itu Pasal 12 huruf e maupun Pasal 11 UU Tipikor.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.