Fakta Bukti 2 T, Alasan SYL Simpan Cek Kosong Karena Unik, Sebut Mustahil Punya Tabungan Triliun

Berikut ini fakta bukti cek kosong berisikan uang Rp 2 triliunan. Yang ternyata, cek tersebut setelah diperiksa berisi kosong.

Kolase TribunnewsSultra.com
Berikut ini fakta bukti cek kosong berisikan uang Rp 2 triliunan. Yang ternyata, cek tersebut setelah diperiksa berisi kosong. Syahrul Yasin Limpo atau SYL mengungkapkan ada alasan tersendiri bagi dirinya menyimpan cek kosong. Menurutnya begitu unik dengan angka yang ada di dalam cek tersebut. 

Mantan Menteri Pertanian ini menjadi tersangka kasus dugaan korupsi.

Ia mengundurkan diri dari jabatannya sampai akhirnya ditangkap KPK.

Terbaru, KPK menemukan adanya cek bernilai fantastis.

Penemuan cek tersebut saat menggeledah rumah dinas eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Widya Chandra, Jakarta Selatan, Kamis (28/9/2023).

Dalam cek tertera nama Abdul Karim Daeng Tompo dengan nilai Rp 2 triliun.

Cek bank BCA itu lantas diamankan pihak KPK untuk diselidiki lebih lanjut.

Dilansir dari TribunnewsSultra.com, menurut Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, mengatakan, cek tersebut menjadi satu di antara barang bukti yang diamankan tim penyidik dalam operasi penggeledahan tiga perkara rasuah yang menjerat Syahrul.

Tertera Tahun 2018

Diungkapkan Ali, cek itu atas nama Abdul Karim Daeng Tompo yang bertanggal 28 Agustus 2018.

Jika ditelisik dari tahun tersebut, SYL baru beberapa bulan terlepas dari jabatan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel).

Masa jabatan SYL kala itu sejak tanggal 8 April 2008 hingga 8 April 2018 (wikipedia).

Ali Fikri pun menyebut jika penemuan cek tersebut masuk dalam barang bukti kasus SYL.

“Iya kami membaca di sebuah majalah tentang hal tersebut dan setelah kami cek dan konfirmasi, diperoleh informasi memang benar ada barang bukti dimaksud,” kata Ali saat dihubungi Kompas.com, Minggu (15/10/2023).

KPK, katanya, masih perlu memastikan validitas cek senilai Rp 2 triliun itu.

Nantinya, tim penyidik bakal meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada sejumlah pihak, baik saksi maupun tersangka.

Selain itu, KPK juga bakal mendalami apakah cek senilai triliunan rupiah itu masih menyangkut perkara dugaan pemerasan dalam jabatan, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Syahrul.

Siap Abdul Karim Daeng Tompo ?

Dikutip dari Kompas.com, awak redaksi telah berusaha menghubungi kuasa hukum Syahrul, Ervin Lubis untuk meminta konfirmasi dan tanggapan terkait cek Rp 2 triliun itu, termasuk siapa Abdul Karim daeng Tompo.

Namun, hingga artikel ini ditulis Ervin belum merespons.

Pun demikian, Tribunnews.com pun telah menghubungi kuasa hukum Syahrul, Febri Diansyah untuk mengkonfirmasi temuan cek tersebut.

Namun, hingga berita ini diterbitkan, belum memberikan respons.

KPK Bakal Panggil Abdul Karim Daeng Tompo

Dari penemuan tersebut, KPK akan memanggil beberapa pihak termasuk Abdul Karim daeng Tompo untuk mengklarifikasi terkait temuan cek tersebut.

"Namun kami butuh konfirmasi dan klarifikasi ke berbagai pihak lebih dahulu, baik para saksi, tersangka maupun pihak-pihak terkait lainnya," ujar Ali Fikri.

Ali menerangkan bahwa pemanggilan tersebut dalam rangka untuk menyelidiki apakah cek tersebut ada kaitannya dengan kasus yang menjerat Syahrul yaitu dugaan gratifikasi dan pemerasan di Kementerian Pertanian (Kementan).

"Untuk memastikan validitas cek dimaksud, termasuk apakah ada kaitan langsung dengan pokok perkara yang sedang KPK selesaikan ini," tutur Ali Fikri.

Sementara itu, kuasa hukum Syahrul, Febri Diansyah masih bungkam saat ditanya soal keberadaan cek Rp 2 triliun.

Diketahui saat ini Syahrul Yasin Limpo ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Ia diduga meminta jatah setoran kepada sejumlah pejabat di Kementerian Pertanian dari hasil penggelembungan dana proyek.

Adapun dana yang diminta Syahrul Yasin Limpo mulai dari 4.000 dolar AS dan 10.000 dolar AS.

Dalam aksinya, Syahrul Yasin Limpo dibantu dua pejabat Kementerian Pertanian lainnya yang kini statusnya juga sudah menjadi tersangka korupsi.

Harta Kekayaan

Sebelum itu, saat menjabat sebagai wakil gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, ia juga tercatat telah melaporkan LHKPN ke KPK pada 15 Desember 2005. Lalu, saat menjadi Gubernur Sulawesi Selatan juga telah melaporkan LHKPN secara periodik sejak 11 Maret 2009.

Dalam laporan LHKPN pertamanya, yakni pada 15 Desember 2005, ia tercatat memiliki harta kekayaan senilai Rp 3,13 miliar. Kemudian, dalam laporan pada 11 Maret 2009 harta kekayaannya naik menjadi Rp 8,85 miliar dan naik lagi pada laporan per tanggal 6 September 2012 menjadi Rp 12,19 miliar.

Pada laporan per tanggal 30 Oktober 2019 atau saat awal menjabat sebagai menteri pertanian, ia melaporkan total harta kekayaan sebesar Rp 18,96 miliar. Pada laporan 31 Desember 2019 harta kekayaannya bertambah menjadi 19,96 miliar.

Sejak saat itu, nominal harta kekayaannya tidak mengalami perubahan sedikit pun pada pelaporan 31 Desember 2020. Namun, pada laporan per tanggal 31 Desember 2021, total harta kekayaannya tercatat sempat turun menjadi Rp 19,61 miliar, sebelum akhirnya naik lagi pada laporan 31 Desember 2022 menjadi Rp 20,05 miliar.

Berdasarkan detail data harta yang ia miliki dalam LHKPN terakhir, yakni per tanggal 31 Desember 2022, ia memiliki harta kekayaan terbanyak untuk kategori tanah dan bangunan, mencapai Rp 11,31 miliar. Terdiri dari 16 tanah dan bangunan yang tersebar di Gowa, hingga Makassar, baik atas perolehan sendiri maupun warisan.

Lalu, ia melaporkan kepemilikan alat transportasi dan mesin sebagai harta kekayaan senilai Rp 1,47 miliar. Terdiri dari Toyota Alphard Rp 350 juta, Mercedes Benz Sedan Rp 250 juta, Suzuki APV Rp 50 juta, Mitsubishi Galant Rp 90 juta, Toyota Kijang Innova Rp 200 juta, dan Harley Davidson Rp 35 juta yang semuanya atas hasil sendiri.

Untuk kategori harta kekayaan alat transportasi dan mesin, selain atas hasil sendiri, ia juga memiliki mobil yang ia peroleh dari hasil hibah tanpa akta senilai Rp 500 juta. Kendaraan itu ialah Jeep Cherokee Tahun 2011.

Ia juga tercatat memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 1,14 miliar, serta kas dan setara kas Rp 6,11 miliar. Ia tercatat tidak memiliki utang sepeser pun, sehingga total kekayaannya yang tercatat secara rinci sebesar Rp 20.058.042.532.

Kasus hukum SYL

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Syahrul Yasin Limpo telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh KPK pada Jumat (13/10/2023) di Rutan KPK.

KPK mengungkapkan Syahrul atau SYL diduga menerima uang dari hasil memeras bawahannya dan gratifikasi di lingkungan Kementan.

Alex mengungkapkan Syahrul dibantu anak buahnya dalam melakukan hal tersebut yaitu oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin di Kementan, Mohammad Hatta.

Adapun pemerasan tersebut dilakukan sejak tahun 2020-2023.

Hasil pemerasan tersebut, kata KPK diduga untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga sang menteri, mulai membayar cicilan kartu kredit, pembayaran cicilan mobil Alphard, renovasi rumah, hingga perawatan wajah dengan nilai miliaran rupiah.

SYL pun disebut oleh KPK turut mengancam bawahannya jika tidak memberikan uang yaitu berupa mutasi hingga pengalihan jabatan menjadi pejabat fungsional.

"Terdapat bentuk paksaan dari SYL terhadap para ASN Kementerian Pertanian di antaranya dimutasi ke unit kerja lain hingga dialihkan status jabatannya menjadi fungsional," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (13/10/2023).

Alex juga menyebut bahwa uang hasil pungutan tersebut diambil dari realisasi anggaran Kementan yang sudah di mark-up serta dari pihak vendor.

"Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, para Direktur Jenderal, kepala badan, hingga sekretaris di masing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dari besaran kisaran 4.000 dolar AS sampai 10.000 dolar AS," tuturnya.

Tak hanya soal kepentingan keluarga, Alex juga menyebut adanya dugaan hasil pemerasan Syahrul ini mengalir ke Parta NasDem.

Kini, Syahrul, Kasdi, dan Hatta telah ditahan di Rutan KPK selama 20 hari ke depan.

Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 12 huruf e dan atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1).

Sementara khusus untuk Syahrul, turut dijerat dengan Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

(*)

(Tribunnews.com)(TribunnewsSultra.com/Desi Triana)

 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved