Kasus Tambang di Sulawesi Tenggara

Resmi Disetop Tambang Nikel PT Antam Blok Mandiodo Buntut Kasus Korupsi, Nama-nama 10 Tersangka

Aktivitas tambang nikel di wilayah IUP PT Antam Tbk Blok Mandiodo, Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra), resmi disetop sementara.

Penulis: Risno Mawandili | Editor: Aqsa
kolase foto (handover)
Aktivitas tambang nikel di wilayah IUP PT Antam Tbk Blok Mandiodo, Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra), resmi disetop sementara. Penghentian operasional pertambangan nikel di kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah buntut dugaan kasus korupsi yang sampai saat ini sudah menyeret 10 tersangka di antaranya mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin (foto kanan) dan Owner PT Lawu Agung Mining Windu Aji Susanto (kiri). 

“Kalau ini kita lihat proses hukum karena kita menghormati,” jelasnya pada Kamis (10/08/2023).

Senada disampaikan Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi.

“Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” katanya dikutip dari laman Kontan.co.id.

Kementerian ESDM pun prihatin dengan apa yang terjadi.

Baca juga: Peran Dua Pejabat Kementerian ESDM Tersangka Kasus Tambang Ore Nikel PT Antam di Sulawesi Tenggara

“Ini jadi bagian penting bagi kami untuk meningkatkan pelayanan dalam perizinan, perbaikan sistem dan pelayanan khususnya di Ditjen Minerba,” jelasnya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, dua tersangka baru ditetapkan dalam kasus pertambangan ore nikel tersebut.

Selain RD (Ridwan Djamaluddin), kejaksaan juga menetapkan HJ selaku Sub Koordinasi RKAB Kementerian ESDM sebagai tersangka.

Ketut menyebut, peran keduanya adalah memberikan suatu kebijakan yang terkait dengan Blok Mandiodo.

Adapun kerugian negara kasus ini adalah Rp 5,7 triliun.

Untuk sementara waktu, RJ dan HJ ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung.

Namun jika penyidikan sudah rampung, katanya, penahanan keduanya dipindah ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara atau Kejati Sultra.

Duduk Perkara Kasus

Penyidik menetapkan mantan Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin sebagai tersangka kasus korupsi penjualan ore nikel PT Antam Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Kejaksaan juga menetapkan satu lagi pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berinisial HJ selaku Sub Koordinator RKAB.

“Kedua tersangka ditahan setelah menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung,” kata Asintel Kejati Sultra, Ade Hermawan.

“Dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel di wilayah IUP PT Antam Blok Mandiodo Konawe Utara,” lanjutnya dalam keterangan tertulis ke TribunnewsSultra.com, Rabu (9/8/2023).

Ade menjelaskan, peran RJ dalam kasus tersebut saat memimpin rapat terbatas penyederhaan aspek penilaian RKAB perusahaan tambang.

“Saat memimpin rapat itu tersangka masih menjabat sebagai Dirjen Minerba pada tanggal 14 Desember 2021,” jelas Ade.

Baca juga: Kejati Sultra Sebut Bakal Ada Tersangka Lain Kasus Korupsi Penjualan Ore Nikel PT Antam

Dikutip dalam keterangan tersebut, RJ memimpin rapat terbatas membahas dan memutuskan penyederhanaan aspek penilaian RKAB perusahaan pertambangan.

Sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1806 K/30/MEM/2018 tertanggal 30 April 2018.

Rapat berlangsung di Kantor Dirjen Minerba Kementerian ESDM pada 14 Desember 2021 lalu.

Akibat pengurangan atau penyederhanaan aspek penilaian itu, PT Kabaena Kromit Prathama atau PT KKP mendapatkan kuota pertambangan ore nikel.

Kuota RKAB tahun 2022 sebanyak 1,5 juta metrik ton tersebut diperoleh meski perusahaan tersebut tidak lagi mempunyai deposit nikel di wilayah IUP-nya.

Demikian juga beberapa perusahaan lain yang berada disekitaran Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).

RKAB tersebut pada kenyataannya digunakan atau dijual PT KKP dan beberapa perusahaan lainnya kepada PT Lawu Agung Mining atau PT LAM.

Hal itu untuk melegalkan pertambangan ore nikel di lahan milik PT Antam Tbk seluas 157 hektare (HA) yang tidak mempunyai RKAB.

Selain itu, lahan milik Antam lainnya yang dikelola PT Lawu Agung Mining berdasarkan Kerja Sama Operasi atau KSO dengan PT Antam tbk dan Perusda Sultra/Konawe Utara.

Kejaksaan pun mengungkap peran tersangka HJ selaku sub koordinator penerbitan RKAB.

Bersama SW selaku Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral, EVT selaku evaluator, serta YB selaku Koordinator RKAB.

Tersangka telah memproses permohonan RKAB PT KKP dan beberapa perusahaan lain disekitar Blok Mandiodo, Kabupaten Konut, Provinsi Sultra.

Tanpa mengacu pada aspek penilaian yang ditentukan oleh Keputusan Menteri ESDM Nomor 1806, akan tetapi mengacu perintah tersangka RJ berdasarkan hasil rapat terbatas tanggal 14 desember 2021.

Kapuspen Kejagung, Agung Ketut Sumedana, dikutip dari Tribunnews.com, menjelaskan, perbuatan tersangka tersebut diduga telah merugikan negara hingga Rp5,7 triliun.

Atas perannya, para tersangka dijerat Pasal 2 subsidair Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Hingga saat ini penyidik disebutkan telah menetapkan 10 tersangka yang berasal dari PT Antam UBPN Konut, PT Lawu Agung Mining, PT KKP, dan beberapa pejabat Kementerian ESDM.

Sebagai informasi, kronologi kasus ini bermula dari adanya KSO antara Antam dengan PT LAM serta Perusahaan Daerah Sulawesi Tenggara atau Perusahaan Daerah Konawe Utara.

Modus operandinya, dengan cara menjual hasil tambang nikel di wilayah IUP PT Antam menggunakan dokumen RKAB dari PT KKP dan beberapa perusahaan lain di sekitar Blok Mandiodo.

Seolah-olah, ore nikel tersebut bukan berasal dari IUP Antam lalu dijual ke beberapa smelter di Morosi dan Morowali.

Praktik ini berlangsung secara berlanjut karena diduga adanya pembiaran dari pihak PT Antam.

Berdasarkan perjanjian KSO itu, semua ore nikel hasil penambangan di wilayah IUP tersebut harus diserahkan ke Antam.

Sementara, PT Lawu Agung Mining hanya mendapat upah selaku kontraktor pertambangan.

Akan tetapi, pada kenyataannya PT LAM mempekerjakan 39 perusahaan pertambangan sebagai kontraktor.

Untuk melakukan penambangan ore nikel dan menjual hasil tambang menggunakan RKAB asli tapi palsu atau dikenal dengan istilah ‘dokumen terbang’.

“Dokumen terbang itu artinya barangnya dari PT Antam tapi dijual menggunakan PT lain,” kata Asintel Kejati Sultra, Ade Hermawan, di Kendari, beberapa waktu lalu.(*)

(TribunnewsSultra.com/Sugi Hartono/La Ode Ari, Kompas.com/ Yohana Artha Uly, Kontan.co.id/Arfyana Citra Rahayu, Tribunnews.com/Ashri Fadilla)

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved