Kasus Tambang di Sulawesi Tenggara

Eks Dirjen Minerba ESDM Jadi Tersangka Kasus Tambang Nikel di Sultra, Kejati Beberkan Perannya

Ade menjelaskan, peran Ridwan Djamaluddin dalam kasus tersebut saat memimpin rapat terbatas penyederhaan aspek penilaian RKAB perusahaan tambang.

Penulis: Laode Ari | Editor: Sitti Nurmalasari
Istimewa
Penyidik Kejaksaan Tnggi Sulawesi Tenggara menetapkan eks Direktur Jenderal atau Dirjen Minerba Kementerian ESDM, RD sebagai tersangka kasus korupsi penjualan ore nikel PT Antam. Selain Ridwan Djamaluddin, Kejati Sultra juga menetapkan satu lagi pejabat Kementerian ESDM berinisial HJ yang menjabat Sub Koordinator RKAB Kementerian ESDM. 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Penyidik Kejaksaan Tnggi Sulawesi Tenggara menetapkan eks Direktur Jenderal atau Dirjen Minerba Kementerian ESDM, RD sebagai tersangka kasus korupsi penjualan ore nikel PT Antam.

Selain Ridwan Djamaluddin, Kejati Sultra juga menetapkan satu lagi pejabat Kementerian ESDM berinisial HJ yang menjabat Sub Koordinator RKAB Kementerian ESDM.

"Kedua tersangka ditahan setelah menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel di wilayah IUP PT Antam Blok Mandiodo Konawe Utara," ungkap Asintel Kejati Sultra, Ade Hermawan melalui keterangan tertulisnya, Rabu (9/8/2023).

Ade menjelaskan, peran Ridwan Djamaluddin dalam kasus tersebut saat memimpin rapat terbatas penyederhaan aspek penilaian RKAB perusahaan tambang.

Rapat penyederhanaan RKAB tersebut diatur dalam keputusan Menteri ESDM Nomor 1806 K/30/MEM/2018 tanggal 30 april 2018.

Baca juga: Ricuh Pekerja Tambang di Perusahaan PT VDNI Morosi Konawe Kondusif, Tak Ada Korban Jiwa

"Saat memimpin rapat itu tersangka masih menjabat sebagai Dirjen Minerba pada tanggal 14 Desember 2021," ujar Ade.

Dari hasil rapat penyederhanaan aspek penilaian tersebut, maka PT KKP yang tidak lagi mendapat deposite nikel di wilayah IUP PT Antam mendapat kuota pertambangan yang diterbitkan melalui RKAB tahun 2022.

Kuota pertambangan ore nikel tersebut yang diperoleh KKP 1,5 juta metrik ton, begitu pula dengan perusahaan lain yang beroperasi di IUP PT Antam.

"Namun pada kenyataan dokumen RKAB itu dijual PT KKP dan perusahaan lain ke PT Lawu Agung Mining untuk melegalkan aktivitas pertambangan di wilayah PT Antam seluas 157 hektar tanpa RKAB," jelasnya.

Bahkan, lanjut Ade, dari dokumen itu, PT Lawu bebas mengeksploitasi ore nikel di wilayah IUP Antam yang lain berdasarkan KSO dengan PT Antam dan Perusda Sultra.

Baca juga: Kejati Sultra Pertimbangkan Pasal TPPU di Kasus Tambang Nikel PT Antam Blok Mandiodo Konawe Utara

Sementara itu, HJ memiliki peran bersama tiga pejabat Kementerian ESDM lain yakni SW, EVT dan YB memproses permohonan RKAB PT KKP tanpa mengacu keputusan Menteri ESDM Nomor 1806 K/30/MEM/2018.

"Akan tetapi penebitan RKAB itu mengacu pada perintah Ridwan Djamaluddin dari hasil rapat 14 Desember 2021," ujar Ade Hermawan.

Dari kasus korupsi penjualan ore nikel di IUP PT Antam Blok mandiodo, Kejati Sultra sudah menetapkan 10 tersangka. (*)

(TribunnewsSultra.com/La Ode Ari)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved