Aturan Hukuman Mati Terbaru Tidak Berlaku Untuk Ferdy Sambo, DPR Pastikan Masih 2 Tahun Lagi Dipakai
Aturan hukuman mati terbaru tidak bakal berlaku untuk Ferdy Sambo, hal tersebut ditekankan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Desi Triana Aswan
"Yang menyatakan dalam hal terjadinya perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan itu terjadi, diberlakukan peraturan yang baru, kecuali peraturan yang lama 'menguntungkan' bagi pelaku," jelasnya.
Kata Albert, hal ini didasarkan pada paradigma pidana mati dalam KUHP Nasional sebagai pidana yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif (Pasal 67 KUHP Nasional) untuk menjadi jalan tengah bagi kelompok yang pro (retentionis) dan kontra (abolitionis) terhadap pidana mati.
Oleh karena itu, lanjutnya, terhadap para terpidana mati yang belum dieksekusi saat berlakunya KUHP Nasional akan berlaku ketentuan “transisi” yang nanti akan diatur dalam Peraturan Pemerintah untuk menghitung “masa tunggu” yang sudah dijalani.
Juga asesmen yang dipergunakan untuk menilai adanya perubahan sikap dan perbuatan terpuji dari terpidana mati tersebut.
"Sehingga ketentuan ini, jangan dimaknai bahwa dengan berlakunya KUHP Nasional akan membuat pelaksanaan pidana mati menjadi hapus ya, karena segala sesuatunya tetap akan dinilai secara objektif melalui assesment yang diatur dalam Peraturan Pemerintah," ujar Albert.
Albert mengungkapkan bahwa saat KUHP Nasional berlaku nanti, maka akan membuka peluang bagi terpidana mati untuk mengajukan grasi kepada presiden.
"Jikalau permohonan grasi terpidana mati itu ditolak dan pelaksanaan eksekusinya belum juga dilaksanakan dalam waktu 10 tahun, maka dengan keputusan presiden, pidana mati tersebut dapat menjadi seumur hidup (Pasal 101)," terang Albert.
Keluarga Inginkan Ferdy Ajukan Banding
Perwakilan keluarga Ferdy Sambo berniat mengajukan banding terkait vonis mati yang diketok oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Kami berharap dipersilakan persidangan banding dan kasasi. Kita berharap bisa terkoreksi mudah-mudahan," ujar perwakilan keluarga Sambo yang enggan disebutkan namanya ditemui usai persidangan di PN Jakarta Selatan pada Senin (13/2/2023).
Ia menuturkan bahwa vonis hukuman mati nantinya tak hanya berimbas kepada Ferdy Sambo.
Akan tetapi, anak-anak Eks Kadiv Propam Polri itu yang akan kehilangan sosok sang ayah.
"Karena kan hukuman mati itu tidak hanya berimbas kepada tersangka anaknya pun juga kan kalaupun misalnya seumur hidup anaknya bisa berdiskusi dengan orang tuanya ketika menjenguk ditahanan masih bisa bertanya bagaimana saya menjalani hidup. Tapi kalau kondisi vonis mati kan kasihan juga," jelasnya.
Lebih lanjut, pihak keluarga Ferdy Sambo menyatakan bahwa sejatinya tuntutan yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu penjara seumur hidup telah berat sehingga tak perlu vonis hukuman mati.
"Saya secara pribadi ya lebih banyak berpikir bagaimana anak-anaknya ke depan dan kita ini makhluk sosial bukan makhluk tambah satu tambah satu sama dengan dua. Kita ini makhluk sosial jadi kita selalu dihadapi dengan kondisi mudah-mudahan anaknya kuat saya pikir kalau Pak Ferdy dia siap tapi anaknya mudah-mudahan kuat hadapi keputusan ini," katanya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis mati terhadap eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Ferdy Sambo dinilai hakim terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinasnya, Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022 lalu.
Vonis mati terhadap Ferdy Sambo diketahui lebih berat dari tuntutan jaksa yang hanya menuntunya dengan penjara seumur hidup.
"Menyatakan, mengadili terdakwa Ferdy Sambo SH. SiK MH, dipidana mati," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso dalam persidangan, Senin (13/2/2023).
Lebih lanjut, Hakim menyatakan perbuatan terdakwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta merampas nyawa seseorang dengan perencanaan terlebih dahulu sebagaimana yang didakwakan.
"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak merusak sistem informasi sehingga tidak bekerja semestinya," kata hakim Wahyu Iman santoso.
Dalam putusannya majelis hakim menyatakan, Ferdy Sambo bersalah melanggar Pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer dari jaksa penuntut umum (JPU).
Tak hanya itu, Ferdy Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dalam kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir J.(*)
(TribunnewsSultra.com/Desi Triana/Tribunnews.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.