Berita Sulawesi Tenggara

Bos Tambang yang Ditangkap Balai Gakkum KLHK Akui Tak Kantongi Izin Penggunaan Kawasan Hutan

Seorang bos tambang berinisial RMY, mengakui tak mengantongi izin penggunaan kawasan hutan di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Penulis: Fadli Aksar | Editor: Sitti Nurmalasari
TribunnewsSultra.com/ Fadli Aksar
Seorang bos tambang berinisial RMY, mengaku tak mengantongi izin penggunaan kawasan hutan di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Seorang bos tambang berinisial RMY, mengaku tak mengantongi izin penggunaan kawasan hutan di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Namun, RMY berdalih, dirinya tidak melakukan aktivitas penambangan ilegal, melainkan masih membuka jalan.

Hal itu diungkapkan Direktur Utama PT James and Armando Pundimas (PT JAP) berinisial RMY saat berada di Rumah Penitipan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Kendari, pada Kamis (10/3/2022).

Sebelumnya, RMY dibekuk Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah Sulawesi.

RMY diduga menambang ilegal di Desa Lamondowo, Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sultra.

Baca juga: Kronologi Penangkapan Bos Tambang di Konawe Utara Sulawesi Tenggara, Ditangkap Tim Gabungan

Aktivitas penambangan ilegal ini dilakukan di atas lahan hutan produksi seluas 2,8 hektare selama 6 bulan sejak Mei hingga Oktober 2021.

RMY sendiri ditangkap pada 14 Februari 2022 lalu, kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus kejahatan lingkungan.

RMY mengakui, korporasi yang dipimpinnya tidak mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), tapi telah memiliki izin usaha pertambangan (IUP).

"Sudah keluar IUP saya pak, memang IPPKH -nya belum keluar, statusnya sudah keluar rekomendasi gubernur, itu yang saya lakukan," kata RMY diwawancarai usai rilis kasus ini.

RMY lantas membantah menambang di kawasan hutan, melainkan hanya membuka jalan tambang.

Sosok bos tambang ditangkap gegara diduga menambang ilegal di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Dia diduga melakukan aktivitas pertambangan tanpa izin dan merusak hutan di Desa Lamondowo, Kecamatan Mandiodo, Kabupaten Konut, Provinsi Sultra.
Sosok bos tambang ditangkap gegara diduga menambang ilegal di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Dia diduga melakukan aktivitas pertambangan tanpa izin dan merusak hutan di Desa Lamondowo, Kecamatan Mandiodo, Kabupaten Konut, Provinsi Sultra. (Fadli Aksar/ TribunnewsSultra.com)

"(Lokasi) IUP saya masih hijau, yang lain itu sudah gersang, yang belum kerja itu cuma saya, yang dibilang barang bukti (ore nikel) oleh pihak Gakkum itu sudah dicuri, saya juga tidak tahu," bebernya.

Kronologi Penangkapan

Kepala Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah Sulawesi, Dodi Kurniawan membeberkan kronologi penangkapan.

Dodi menjelaskan, penangkapan ini berawal dari informasi masyarakat terkait aktivitas penambangan nikel dalam kawasan hutan tanpa izin di Kabupaten Konawe Utara, Sultra.

Berdasarkan informasi itu, polisi hutan Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi bersama Polda Sultra, menggelar operasi penyelamatan sumber daya alam di Mandiodo, Kecamatan Andowia, Konut.

Baca juga: Sosok Bos Tambang Ditangkap Diduga Menambang Ilegal di Konawe Utara, 3 Excavator dan 3 Truk Disita

"Tim menemukan kegiatan penambangan nikel dengan menggunakan tiga unit excavator dan tiga unit mobil dump truk," kata Dodi saat menggelar rilis bersama di Rumah Penitipan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Kendari, pada Kamis (10/3/2022).

Hasil pemeriksaan, pengawas, operator, dan sopir menunjukkan penambangan nikel yang dilakukan PT JAP adalah ilegal.

"Karena tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dan perizinan lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku," tegas Dodi.

Dodi Kurniawan menambahkan bahwa kemudian tim menangkap para pelaku lapangan dan menitipkan barang bukti di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Kendari.

"Kami menangkap RMY pada 14 Februari 2021 lalu. Saat ini, kami menyerahkannya ke jaksa untuk disidangkan," katanya.

Baca juga: Peringatan Keras Dirjen Gakkum KLHK untuk Penambang Ilegal di Sultra, Dihukum Seberat-beratnya

Jadi Tersangka

Dodi Kurniawan mengatakan, PT JAP ini diduga melakukan kejahatan lingkungan seluas 2,8 hektare dalam wilayah hutan produksi.

Diketahui, aktivitas penambangan nikel tanpa IPPKH tersebut dilakukan sejak Mei 2021 sampai Oktober 2021 lalu.

"Dua alat bukti yang kita punyai, bukti surat, adanya kerja sama dengan direktur lain, didukung juga keterangan ahli, bahwa kegiatan itu tidak memiliki izin penggunaan kawasan hutan," kata Dodi.

Atas perbuatannya, bos tambang RMY dijerat dengan Pasal 78 ayat (2) juncto Pasal 50 ayat (3) huruf “a” Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Dodi Kurniawan, menunjukkan gambar aktivitas tambang PT JAP yang dipimpin RMY diduga melakukan kejahatan lingkungan di Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), pada rilis kasus tersebut, Kamis (10/3/2022).
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Dodi Kurniawan, menunjukkan gambar aktivitas tambang PT JAP yang dipimpin RMY diduga melakukan kejahatan lingkungan di Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), pada rilis kasus tersebut, Kamis (10/3/2022). (Fadli Aksar/ TribunnewsSultra.com)

Sebagaimana telah diubah dalam Pasal 36 angka 19 Pasal 78 ayat (2) juncto Pasal 36 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf “a” Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dan atau Pasal 89 ayat (1) huruf a, b dan/ atau Pasal 90 ayat (1) juncto Pasal 17 ayat (1) huruf a, b, c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Sebagaimana diubah dalam Pasal 37 angka 5 Pasal 17 ayat (1) huruf a, b, c Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Atas kejahatan ini tersangka RMY diancam hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar," tandasnya.

Respons Dirjen Gakkum KLHK

Baca juga: Gakkum KLHK Tangkap Bos Tambang di Konawe Utara Sulawesi Tenggara, Diduga Menambang Tanpa Izin

Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan, pelaku penambangan ilegal tidak hanya merusak kawasan hutan dan lingkungan hidup tapi juga merugikan negara.

Selain itu, kata dia, penambangan ilegal juga mengancam keselamatan masyarakat akibat bencana ekologis.

Menurut dia, pelaku penambangan ilegal seperti yang dilakukan tersangka RMY adalah pelaku kejahatan lingkungan.

"Kami ingatkan kembali para pelaku kejahatan lingkungan dan kehutanan, khususnya penambang ilegal kami tidak akan berhenti untuk menindak pelaku kejahatan," kata Rasio Ridho Sani di Kendari, Kamis (10/3/2022).

Apalagi, tutur Rasio, pelaku kejahatan ini mendapatkan keuntungan pribadi di atas kerusakan lingkungan, penderitaan masyarakat serta kerugian negara.

Baca juga: Dirjen PSKL KLHK Bambang Supriyanto Tanam Mangrove di Sekitar Teluk Kendari, Dihadiri 10 Gubernur

Baginya, kejahatan seperti ini telah mengorbankan banyak pihak untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan melanggar hukum.

"Sehingga sudah sepantasnya mereka dihukum seberat-beratnya. Saya sudah meminta penyidik untuk mengembangkan kasus ini," tegasnya.

Ia meminta, penyidikan kasus ini tidak boleh berhenti hanya sampai tersangka RMY.

Rasio bilang, kejahatan penambangan ilegal, termasuk nikel merupakan kejahatan luar biasa, terorganisir, banyak pihak terlibat, termasuk yang mendanai dan membeli hasil tambang ilegal.

"Kami diperintahkan Menteri LHK, Siti Nurbaya untuk menindak tegas pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, biar ada efek jera," tandasnya.

Baca juga: Tambang Galian C di Konawe Diduga Ilegal, Demonstran Ultimatum DPRD dan Polres

Sampai saat ini KLHK telah membawa 1.203 kasus kejahatan lingkungan dan kehutanan ke pengadilan, serta telah melakukan 1.783 operasi pemulihan keamanan. (*)

(TribunnewsSultra.com/Fadli Aksar)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved