Skandal Bank Sultra

Praktisi Hukum Kendari Ragukan Keseriusan Polda Sultra Tangani Kasus Dugaan Korupsi Bank Sultra

Penyidikan kasus dugaan korupsi Bank Sultra sudah berjalan sekira 4 bulan, terhitung sejak 20 April 2021.

Penulis: Risno Mawandili | Editor: Fadli Aksar
Handover
Praktisi hukum Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Anselmus AR Masiku (kiri) dan Dahlan Moga. Keduanya meragukan keseriusan Kepolisian Daerah atau Polda Sultra menangani kasus dugaan korupsi Bank Sultra. 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Penyidikan kasus dugaan korupsi Bank Sultra sudah berjalan sekira 4 bulan, terhitung sejak 20 April 2021.

Meski demikian, dugaan rasuah ini belum menemui titik terang, Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara ( Polda Sultra) belum menetapkan tersangka.

Praktisi Hukum Anselmus AR Masiku meragukan keseriusan Kepolisian Daerah atau Polda Sultra menyidik dugaan korupsi Bank Sultra.

Anselmus AR Masiku menyatakan, keraguan dapat dilihat dari lambannya penetapan tersangka dugaan korupsi Bank Sultra.

Dijelaskan, penyidik seharusnya telah menetapkan tersangka ketika telah menaikan status penyelidikan menjadi penyidikan.

Alasannya, karena penyidik telah memiliki dua alat bukti yang cukup.

"Sudah masuk tahapan penyidikan berarti sudah seharusnya ada tersangka karena telah memiliki dua alat bukti yang yang valid," ujarnya lewat panggilan telepon, Jumat (6/8/2021).

Baca juga: 4 Bulan Penyidikan Dugaan Korupsi Bank Sultra Jalan di Tempat, Polisi Klaim Terkendala Audit BPKP

Senada, juga dijelaskan praktisi hukum lain Dahlan Moga mengatakan, dua alat bukti ketika dinaikan ke penyidikan seharusnya mencakup bukti penyalahgunaan wewenang dan kerugian keuangan negara.

"Konsep penyidikan harus dimaknai ketika sudah memiliki dua alat bukti yang cukup. Agak ironis jika penyidik belum cukup alat bukti untuk menetapkan tersangka," tegasnya.

Terpisah, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Sultra Kombes Pol Heri Tri Maryadi mengatakan, belum menetapkan tersangka karena menunggu hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Menurutnya, alat bukti berupa keterangan ahli BPKP diatur dalam Pasal 184 KUHP.

"Untuk penetapan tersangka korupsi harus ada alat bukti berupa keterangan ahli BPKP Sultra yang menyatakan adanya jumlah kerugian keuangan negara. Itulah yang saat ini kami tunggu," ujarnya lewat pesan Whatsapp Messenger.

Untuk diketahui, dugaan korupsi Bank Sultra mulai bergulir sejak Maret 2021.

Dugaan kasus fraud di Bank Sultra Cabang Pembantu Konawe Kepulauan (Capem Konkep), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) erus bergulir (ilustrasi kolase foto Kantor Pusat Bank Sultra dan Mapolda Sultra).
Dugaan kasus fraud di Bank Sultra Cabang Pembantu Konawe Kepulauan (Capem Konkep), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) erus bergulir (ilustrasi kolase foto Kantor Pusat Bank Sultra dan Mapolda Sultra). (kolase foto (handover))

Dugaan korupsi ini terjadi di Bank Sultra Cabang Pembantu Konawe Kepulauan.

Kasus ini pertama kali diketahui oleh Direksi Pusat Bank Sultra di Kendari.

Pasalnya, kas operasional Bank Sultra Cabang Pembantu Konawe Kepulauan senilai Rp9,6 miliar, raib.

Duit tersebut merupakan akumulasi dari kas operasional Bank Sultra Cabang Pembantu Konawe Kepulauan, selama periode 2017-2021.

Membiarkan Saksi Kunci

Keraguan perkara juga dinilai dari penyidik yang terkesan membiarkan saksi kunci perkara, eks Kepala Bank Sultra Cabang Pembantu Konawe Kepulauan berinisial IJP, tak memenuhi panggilan pemeriksaan.

Dikatakan sebagai saksi kunci, karena nama IJP santer dikatakan sebagai pelaku atas raibnya duit kas operasional Bank Sultra Cabang Pembantu Konawe Kepulauan, senilai senilai Rp9,6 miliar.

Menurut Kombes Pol Heri Maryadi, telah dilayangkan panggilan secara patut kepada IJP selaku saksi, tetapi tidak pernah hadir dan tanpa keterangan.

Ia pernah mengatakan akan memanggil paksa IJP untuk memenuhi pemeriksaan saksi.

Namun hingga saat ini IJP belum pernah diperiksa oleh penyidik tindak pidana korupsi Polda Sultra.

Baca juga: Tersangka Korupsi di Bank Sultra Belum Ditangkap, Polisi Beralasan Menunggu Hasil Audit BPKP

"Alamat (rumah IJP) ada, makanya perlu dievaluasi lagi untuk langkah selanjutnya pemanggilan pemeriksaan saksi," ujarnya beberapa waktu lalu.

Menurut Dahlan, seharusnya dilakukan pemanggilan paksa kepada IJP, bahkan dapat dikenakan pidana jika tetap enggan diperiksa.

Ia mengatakan, penyidik Polda Sultra sama saja melecehkan profesinya sebagai aparat penegak hukum jika tak melakukan pemanggilan paksa.

Pasalnya, undang-undang mengamanatkan agar saksi yang mengabaikan pemanggilan polisi dipanggil paksa.

"Kalau penyidik tidak melakukan upaya paksa maka itu penghinaan terhadap lembaga penyidikan. Penyidik artinya tidak menghormati lembaga penyidik dalam hal ini kepolisian sebagai aparat penegak hukum," tegas Dahlan.

Sementara itu, Anselmus AR Masiku mengatakan, tak memanggil paksa saksi kunci mengindikasikan polisi mengulur waktu penuntasan perkara.

"Ini penyidikan, berarti polisi sudah punya kewenangan untuk mengambil paksa. Kalau itu tidak dilakukan, ada indikasi, bisa jadi mengulur-ngulur waktu. Tidak patut menyatakan mengulur waktu tapi kalau indikasinya seperti itu bisa jadi," tuturnya.

Terkendala Audit BPKP

Lambannya penyidikan dikarenakan Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) menunggu hasil perhitungan keuangan negara dari Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Polda Sultra belum resmi menetapkan tersangka karena minim alat bukti, sebab terkendala hasil audit BPKP.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Sultra, Kombes Pol Heri Tri Maryadi mengatakan, penyidik pernah melakukan gelar perkara untuk penetapan tersangka.

Namun belum menetapkan tersangka karena hasil audit kerugian keuangan negara dari BPKP Sultra belum resmi diumumkan sebagai barang bukti.

"Gelar perkara pertama mau ditetapkan tersangka, tetapi hasil audit dari BPKP Sultra belum secara resmi diumumkan sebagai alat bukti," ujarnya lewat pesan Whatsapp Messenger, Jumat (6/8/2021).

Ia menjelaskan risalah audit dari BPKP Sultra sudah diterima penyidik, tetapi hitungan kerugian keuangan negara belum dijelaskan.

Baca juga: Dugaan Korupsi Bank Sultra, BPKP Sultra Hitung Kerugian Negara

Menurutnya, hitungan kerugian keuangan negara harus dijelaskan oleh ahli BPKP Sultra.

"Untuk penetapan tersangka korupsi harus ada alat bukti berupa keterangan ahli BPKP Sultra yang menyatakan adanya jumlah kerugian keuangan negara. Itulah yang saat ini kami tunggu," urainya.

Ditegaskan, hitungan kerugian negara ahli BPKP untuk menyempurnakan unsur pidana rasuah.

Ia merincikan, alat bukti berupa keterangan ahli BPKP diatur dalam Pasal 184 KUHP.

"Kalau sudah sempurna tindak pidana maka penyidik bisa menetapkan tersangka," imbuhnya.

Anselmus R Masiku mengatakan, sedianya penyidik dapat menetapkan tersangka jika sudah menemukan jejak kerugian negara dan tindakan penyalahgunaan wewenang.

Pasalnya, ketika penyidik menaikan status dari penyelidikan menjadi penyidikan maka telah mengantongi dua alat bukti yang valid.

"Jadi walaupun belum ada hitungan kerugian negara yang benar-benar sahih dari audit BPKP misalkan, namun penyidik bisa menentukan secara internal, maka sudah bisa menetapkan tersangka," ujarnya.

Pernyataan Anselmus dilandasi adanya beberapa saksi yang mengembalikan kerugian keuangan negara dari dugaan korupsi Bank Sultra.

Beberapa nama yang dikaitkan telah mengembalikan duit dugaan korupsi Bank Sultra.

Wakil Bupati Konawe Kepulauan, Andi Muhammad Lutfi, misalnya, telah mengembalikan uang dari dugaan korupsi Bank Sultra senilai Rp130 juta kepada Polda Sultra.

Baca juga: Tersangka Dugaan Korupsi Bank Sultra Belum Ditahan, Polda: Karena Minim Alat Bukti

Selain Andi Muhammad Lutfi, juga disebutkan sejumlah saksi yang diperiksa telah mengembalikan uang.

Total pengembalian keuangan negara yang dicatat Polda Sultra hingga saat ini telah mencapai Rp240 juta.

Sementara itu Dahlan Moga, menjelaskan, menaikan status penyelidikan menjadi penyidikan tindak pidana korupsi, berarti penyidik telah menemukan bukti adanya penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara.

Maka dari itu, dengan menilik jalannya proses penyidikan, seharusnya penyidik sudah bisa menentukan tersangka.

Ia menyayangkan penyidik yang saat ini belum mengantongi audit kerugian keuangan negara dari BPKP Sultra.

"Idealnya dalam minimal dua alat bukti untuk menaikan status penyelidikan menjadi penyidikan, harus mencatut dua hal. Pertama konteks pembuktian terbukti adanya penyalahgunaan wewenang dan adanya kerugian negara," katanya.(*)

(Risno Mawandili/TribunnewsSultra.com)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved