Pemekaran Provinsi Kepulauan Buton

Enam Alasan Provinsi Kepulauan Buton Wajib Mekar Versi Akademisi UHO

Alasan itu diutarakan akademisi Universitas Halu Oleo (UHO) Najib Husain saat menjadi pembicara dalam diskusi publik bersama tokoh masyarakat Kepton.

Editor: Fadli Aksar
tangkapan layar Facebook Komunitas Masyarakat Kepulauan Buton
Diskusi publik bertema Provinsi Kepulauan Buton di Simpang Jalan Peluang dan Tantangan. Berikut enam alasan Provinsi Kepulauan Buton (Kepton) harus berpisah dari Sulawesi Tenggara (Sultra). Alasan itu diutarakan akademisi Universitas Halu Oleo (UHO) Najib Husain saat menjadi pembicara dalam diskusi publik bersama tokoh masyarakat Kepton. Diskusi berlangsung di Warkop X Bro, Jl Made Sabara, Kelurahan Korumba, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari, Jumat (26/3/2021). 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Berikut enam alasan Provinsi Kepulauan Buton (Kepton) harus berpisah dari Sulawesi Tenggara (Sultra).

Alasan itu diutarakan akademisi Universitas Halu Oleo (UHO) Najib Husain saat menjadi pembicara dalam diskusi publik bersama tokoh masyarakat Kepton.

Diskusi berlangsung di Warkop X Bro, Jl Made Sabara, Kelurahan Korumba, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari, Jumat (26/3/2021).

Acara ini merupakan diskusi publik bertema Provinsi Kepulauan Buton di Simpang Jalan Peluang dan Tantangan.

Baca juga: Legislator Kendari Ini Ajak DPRD se Sultra Duduki Gedung Parlemen Perjuangkan Pemekaran Kepton

Baca juga: Anggota DPR RI Hugua: Kami Bisa Memberontak Jika Hanya Provinsi Kepulauan Buton yang Belum Mekar

"Pertama pertimbangan pelayanan, jauhnya pelayanan di ibukota Provinsi Sultra harus ke Kota Kendari," kata Najib.

Kata dia, masyarakat Kepton selama ini harus mengurus administrasi dengan jarak yang jauh, menghabiskan waktu yang lama dan biaya yang besar.

Tapi dengan mekarnya Kepton maka masalah itu bisa teratasi dengan mengubah rute pelayanan di Kota Baubau.

"Kita bisa mengubah rute dengan menjadikan Baubau ibukota Provinsi," jelasnya.

Pertimbangan berikutnya adalah alasan historis.

Menurut Pengamat Politik Sulawesi Tenggara (Sultra) ini, Buton adalah bekas kerajaan, menjadi sebuah simbol peradaban yang sangat tinggi.

Peradaban yang besar itu mengajarkan pola tindak, pola pikir dan pola perilaku, sehingga Buton harus mekar menjadi sebuah provinsi.

Ketiga pertimbangan budaya, kata Najib, sudah pasti akan banyak manfaat didapatkan ketika Kepton menjadi provinsi.

"Buton sangat kaya dengan budaya, bahasa. Sehingga apabila tidak dikelola, tidak diberi ruang akan hilang dengan sendirinya," ucap dia.

Keempat adalah pertimbangan ekonomi.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Hugua
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Hugua (tangkapan live streaming facebook Komunitas Masyarakat Kepulauan Buton)

Ketua Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) UHO itu mengatakan, pelabuhan paling besar di Sultra ada di Kota Baubau.

Seharusnya dengan posisi strategis itu, Kepton akan mendapatkan perlakuan jauh lebih bagus untuk bisa menjadi daerah otonomi baru (DOB).

Kelima adalah pertimbangan anggaran, sebab, menjadi provinsi baru, akan banyak sumber-sumber keuangan bisa didapatkan.

Antara lain dana alokasi khusus (DAK) dan dana alokasi umum (DAU) akan diberikan kepada daerah yang baru mekar.

Alasan keenam menurut Najib adalah pertimbangan keadilan.

Baca juga: Tokoh Buton Kumpul Bahas Pemekaran Provinsi Kepulauan Buton, Anggota DPR dan DPD RI Jadi Pembicara

Baca juga: Anggota DPR RI Ini Sarankan Lobi-Lobi Ketimbang Menekan Presiden untuk Mekarkan Provinsi Kepton

Kata dia, pembangunan yang berkeadilan diharapkan bisa menjadi nilai tawar Provinsi Kepton lepas dari Sultra.

Sebab, selama ini pembangunan di Sultra hanya dirasakan di Kota Kendari.

Dengan alasan pemerataan pembangunan seperti di wilayah pelosok Buton Tengah, Buton, dan Buton Selatan maka layak Kepton merdeka.

"Dengan enam pertimbangan itu sudah seharusnya Kepulauan Buton kayak merdeka atau mekar," katanya.

Melobi Presiden

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Hugua menyarankan kepada masyarakat Buton untuk melobi Presiden Joko Widodo

Daripada memilih jalan menekan untuk memekarkan Provinsi Kepulauan Buton (Kepton) di masa pandemi Covid-19 saat ini.

"Saat ini bukan saatnya untuk menekan, tapi melobi mempengaruhi pemerintah pusat dengan nurani yang kita sentuh," kata Hugua.

Kendati begitu, Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengatakan mempresure dan melobi sama pentingnya.

Namun jika ingin menekan mesti melihat momentum yang tepat.

Sebab, saat ini bukan waktu yang tepat untuk menekan Presiden RI untuk membahas wacana pemekaran.

Karena pemerintah tengah fokus memilihkan ekonomi nasional dan APBN digunakan untuk itu.

"Jangan sampai kita tiba-tiba bareng-bareng ke Jakarta ternyata momentumnya belum arah ke sana, masih covid-19," jelasnya.

Kata Bupati Wakatobi Periode 2005-2010 dan 2010-2015 itu, melobi Presiden adalah cara yang tepat.

Dengan memberikan sentuhan pengaruh kepada Presiden RI Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

"Jangan melakukan gerakan yang menimbulkan kontraproduktif. Tapi begitu ada momentum baru kita lakukan," ucapnya.

Tunggu Momentum

Hugua menyatakan bisa memberontak untuk memekarkan Provinsi Kepulauan Buton (Kepton).

"Kalau cuma Kepton (belum mekar) bisa kami memberontak, 313 sudah pemekaran Kepton tidak, baru kami bisa memberontak," kata Hugua.

Bupati Wakatobi Periode 2005-2010 dan 2010-2015 itu meminta masyarakat Buton untuk menahan diri menekan pemerintah memekarkan Provinsi Kepton.

Lantaran, masalah ini merupakan masalah nasional, sebab ada 313 termasuk 40 provinsi calon daerah otonomi baru (DOB) lain yang juga menunggu pemekaran.

Sehingga kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP ini) menyarankan untuk mencari momentum yang pas jika ingin mempresur pemekaran itu.

Apalagi, saat ini pemerintah tengah fokus memilihkan ekonomi nasional akibat wabah Covid-19.

Sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk wacana mendanai pemekaran digunakan tidak ada.

"Jadi yang diskusi malam ini bukan cuma kami, tapi ada 314 paguyuban seluruh Indonesia mereka juga gelisah," katanya.

Diskusi Publik

Sejumlah tokoh masyarakat Buton bertemu di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) membahas pemekaran Kepulauan Buton (Kepton).

Agenda berlangsung di Warung Kopi (Warkop) X Bro, Jl Made Sabara, Kelurahan Korumba, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Jumat (26/3/2021) malam.

Tokoh tersebut antara lain Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Ir Hugua selaku perwakilan Kabupaten Wakatobi.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Amirul Tamim perwakilan Kota Baubau.

Tak hanya itu, hadir pula akademisi Universitas Halu Oleo (UHO) Najib Husain.

Ketiga tokoh tersebut didapuk sebagai narasumber.

Acara ini merupakan diskusi publik bertema Provinsi Kepulauan Buton di Simpang Jalan Peluang dan Tantangan.

Diskusi ini dimoderatori tokoh asal Kepton Dr La Ode Taalami.

Taalami mengatakan, wilayah bekas kerajaan Buton sudah ditetapkan DPRD Provinsi Sultra 2008 berdasarkan surat keputusan nomor 9 Tahun 2008.

Selanjutnya ditetapkan kembali dengan nama yang sama dengan SK nomor 6.

Pada 2015 kembali ditetapkan DPRD Provinsi Sultra dengan nama Kepulauan Buton (Kepton).

Namun, selama itu Kepton tak kunjung mekar menjadi sebuah provinsi baru.

"Bagi saya itu adalah sesuatu yang melahirkan pertanyaan besar, lima tahun ini kita ke mana," kata La Ode Taalami membuka diskusi.

Namun, saat ini masyarakat Kepton punya harapan besar kepada wakil rakyat Ir Hugua dan senator asal Sultra Amirul Tamim.

Diskusi ini dihadiri puluhan tokoh dan masyarakat Kepton diantaranya, mantan Bupati Buton Utara (Butur) Abu Hasan.

Selanjutnya Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari Subhan, sebagai perwakilan Kabupaten Buton Tengah (Buteng).(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved