Putusan Kasus Eks Wali Kota Kendari

Perjalanan Kasus PT Midi, Eks Wali Kota hingga Sekda Kendari Terlibat, Awalnya Bebas Kini Ditahan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Berikut ini perjalanan kasus PT Midi Utama Indonesia yang melibatkan mantan Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir hingga Sekretaris Daerah atau Sekda Kendari Sulawesi Tenggara, Ridwansyah Taridala. Awalnya, keduanya dinyatakan bebas dalam kasus ini. Namun setelah itu, usai jaksa penuntut umum atau JPU mengajukan banding ke Mahkamah Agung, putusan bebas berubah. Di mana, kedua terpida kasus korupsi tersebut akan menjalani hukuman selama satu tahun penjara.

"Sebagai imbalan akan diberikannya izin pendirian gerai Alfamidi di Kota Kendari."

"Padahal pengecatan Kampung Warna-Warni telah dibiayai dengan APBD Pemerintah Kota Kendari Tahun 2021," kata Ade dalam rilisnya. 

3. Proses Persidangan

Persidangan dalam kasus ini digelar beberapa kali bergulir sejak Agustus 2023, dengan menghadirkan sejumlah saksi. 

Hingga pada November 2023, sidang putusan dari kasus korupsi PT Midi itupun digelar. 

Dan hasilnya, Ridwansyah Taridala divonis bebas atas dugaan kasus korupsi PT Midi Utama Indonesia. 

Hal itu menjadi putusan dalam Sidang Putusan PN Tipikor Kendari, Kamis (10/11/2023).

Majelis Hakim Ketua PN Tipikor Kendari, Nuraeni mengatakan Sekda Kota Kendari Ridwansyah Taridala itu tidak secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan sebelumnya.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan pada salinan putusannya, Ketua majelis hakim PN Tipikor Kendari Nuraeni menuturkan, bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan atas dakwaan yang didakwakan kepada terdakwa.

"Tidak memenuhi unsur dari Pasal dakwah beserta kesesuaian keterangan atau fakta-fakta dalam persidangan," ungkapnya dalam pertimbangan hukum putusan.

Oleh karena itu terhadap terdakwa, tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sulawesi tenggara (Sultra).  

Sebelumnya JPU Kejati Sultra menuntut terdakwa Ridwansyah Taridala dengan pasal 56 KUHP subsider Pasal 12 huruf e Undang-undang 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman penjara empat tahun enam bulan.

Sementara itu, mantan tenaga ahli Walikota Kendari, Syarif Maulana divonis bebas oleh Majelis Hakim PN Tipikor Kendari Sulawesi Tenggara (Sultra) Jumat (10/11/2023). 

Saat diputuskan bebas, Syarif Maulana sujud syukur. 

Bahkan usai sidang, ia langsung memeluk salah seorang anggota keluarganya yang turut hadir dalam persidangan. 

Dalam putusan yang dibacakan Majelis Hakim PN Tipikor Kendari menyatakan terdakwa Syarif Maulana tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. 

Sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi atau Kejati Sulawesi Tenggara. 

Hal tersebut disampaikan Majelis Hakim PN Tipikor Kendari, Nuraeni dalam risalah pokok pertimbangan hukum dalam putusan.

Ketua majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut, Nuraeni menuturkan bahwa terdakwa SM tidak memenuhi unsur-unsur sebagaimana pasal yang didakwakan.

Di mana sebelumnya terdakwa Syarif Maulana didakwa kasus tindak pidana korupsi perizinan pendirian PT Midi Utama Indonesia di Kota Kendari Sulawesi Tenggara. 

Sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, dengan dituntut pidan pokok pasal 12  huruf e juncto pasal 56 KUHP subsider pasal 11 undang-undang pemberantasan korupsi.

Satu bulan setelahnya, mantan Walikota Kendari Sulkarnain Kadir yang diduga terlibat dalam kasus gratifikasi perizinan PT Midi Utama Indonesia divonis bebas sesuai fakta persidangan Rabu (27/12/2023). Dalam kasus dugaan gratifikasi serta pemerasan tersebut divonis bebas sesuai temuan fakta pada persidangan sebelumnya.

4. JPU Ajukan Kasasi

Dari keseluruhan hasil putusan persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) bakal mengajukan upaya hukum kasasi.

Langkah tersebut dilakukan usai tiga terdakwa kasus gratifikasi perizinan Anoa Mart divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kendari.

Kedua terdakwa kasus gratifikasi perizinan gerai PT Midi Utama Indonesia yakni Sekda Kendari, Ridwansyah Taridala dan mantan Tenaga Ahli Wali Kota Kendari, Syarif Maulana.

Termasuk dengan Sulkarnain Kadir yang mendapat putusan terakhir. 

Untuk diketahui, dalam kasus perizinan gerai Alfamidi, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Ridwansyah Taridala dengan tuntutan 4 tahun 6 bulan penjara.

Sementara Syarif Maulana didakwa 6 tahun penjara.

Sulkarnain Kadir sebelumnya dituntut JPU dengan ancaman hukuman 4 tahun 6 bulan dalam kasus korupsi perizinan PT Midi Utama Indonesia.

5. Kasasi Dikabulkan MA

Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sultra) memenangkan kasasi dalam kasus dugaan gratifikasi perizininan PT Midi Utama Indonesia di Kota Kendari.

Kasus tersebut diketahui menyeret Sekretaris Daerah Kota Kendari, Ridwansyah Taridala dan Tenaga Ahli Wali Kota Kendari, Syarif Maulana.

Dalam sidang yang dilaksanakan di Pengadilan Tipikor Kendari, pada Jumat (10/11/2023), Ridwansyah Taridala dan Syarif Maulana pada saat itu dibebaskan dari segala tuntutan yang dituduhkan.

Tak terima, Jaksa Penuntut Umum kemudian mengajukan banding di tingkat Mahkamah Agung.

Terbaru, dalam putusan Mahkamah Agung, Ridwansyah Taridala divonis bersalah.

Ia dijatuhi hukuman pidana penjara selama satu tahun dan denda Rp50 juta.

Kasipenkum Kejati Sultra, Dody membenarkan putusan Mahkamah Agung tersebut.

MA juga sudah mengeluarkan putusan terkait dengan kasus perizinan PT Midi Utama Indonesia yang menjerat eks Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir.

Dalam petikan putusan yang diterima TribunnewsSultra, Eks Wali Kota Kendari itu divonis satu tahun penjara dan denda Rp50 juta.

Kasipenkum Kejati Sultra, Dody membenarkan putusan untuk mantan Wali Kota Kendari tersebut.

"Iya benar, nanti sebentar dirilis," katanya, Rabu (23/10/2024).

Usai sang tenaga ahli juga mendapat vonis 1 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. 

Ia terbukti bersalah atas kasus korupsi PT Midi Utama Indonesia dengan denda Rp 50 juta rupiah. (*)

(TribunnewsSultra.com/Sugi Hartono/Desi Triana)