Alasan Komnas HAM Tolak Hukuman Mati Herry Wirawan Guru Ponpes yang Rudapaksa 13 Santriwati

Penulis: Nina Yuniar
Editor: Ifa Nabila
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ekspresi Wajah Herry Wirawan saat Divonis Hukuman Mati Mengejutkan Jaksa, Pemerkosa Santriwati Tidak Merasa Bersalah.

TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tak setuju atas vonis mati terhadap Herry Wirawan, perudapaksa 13 santriwati di Bandung, Jawa Barat (Jabar).

Diketahui bahwa Herry Wirawan merupakan pimpinan sekaligus guru pondok pesantren (ponpes) di Bandung yang memerkosa 13 santriwatinya hingga hamil.

Dalam persidangan banding tingkat banding pada Senin (4/4/2022), Herry Wirawan dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi (PT) Bandung.

Sebelumnya, pada sidang tingkat pertama di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Herry Wirawan divonis penjara seumur hidup atas perkara rudapaksa ini.

Baca juga: Alasan Hakim Hukum Mati Herry Wirawan Perudakpaksa 13 Santriwati: Bukan Balas Dendam, tapi untuk Ini

Dilansir TribunnewsSultra.com dari Kompas.com, Komnas HAM pun menanggapi vonis hukuman mati Herry Wirawan ini.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menilai bahwa secara hukuman mati melanggar hak hidup yang seharusnya dilindungi, bahkan tak bisa dikurangi dalam bentuk apa pun dan oleh siapa pun.

"Kalau kita lihat dalam konstitusi kita, UUD 1945 Pasal 28I ayat (1), dikatakan bahwa hak untuk hidup adalah hak yang tidak bisa dikurangi atau dibatasi dalam kondisi apa pun. Oleh karena itu dia merupakan hak asasi yang absolut," terang Ahmad lewat keterangan video, Selasa (5/4/2022).

Dalam hal jika Herry Wirawan berencana mengajukan upaya hukum kasasi, Taufan berharap, majelis hakim kasasi atau Mahkamah Agung (MA) dapat mempertimbangkan ulang vonis mati tersebut.

Baca juga: Akhirnya, Herry Wirawan Pelaku Pencabulan 13 Santriwati Divonis Mati dan Restitusi Rp 300 Juta

"Kami berharap hakim kasasi nanti mempertimbangkan satu tren global di mana hukuman mati secara bertahap telah dihapuskan, hanya tinggal berapa negara lagi yang mengadopsi hukuman mati, termasuk Indonesia," papar Taufan.

Taufan pun menegaskan bahwa ini bukan kali pertama Komnas HAM menolak vonis hukuman mati.

Menurut Taufan, Komnas HAM juga pernah menolak hukuman mati pada perkara lain, tak hanya pada kasus rudapaksa Herry Wirawan.

Secara esensial, kata Taufan, hukuman mati juga tak mempunyai korelasi apa pun dengan pemulihan korban maupun efek jera bagi pelaku tindak pidana serupa di masa depan.

Baca juga: Tak Tinggal Diam, Ini yang Dilakukan Herry Wirawan untuk Lawan Hukuman Mati dalam Banding JPU

Lebih lanjut Taufan menyebutkan bahwa hal ini berlaku pada vonis mati terhadap terpidana kasus kekerasan seksual, terorisme, narkoba, dan pidana lainnya.

Taufan menilai fokus pada pemulihan korban-korban Herry justru lebih utama, walaupun ia menyatakan bahwa terdakwa tetap perlu diadili.

"Perlu dipahami dalam konteks ini, Komnas HAM juga tentu saja sangat berempati pada korban." sebut Taufan.

"Maka kami juga sangat kuat mendorong ada proses restitusi, rehabilitasi, dan perhatian yang lebih serius, (baik) dalam kasus Herry Wirawan maupun kasus-kasus lainny, kepada korban anak-anak yang ditimbulkan dari kasus kekerasan seksual atau perkosaan ini," sambungnya.

Baca juga: Kukuh Tuntut Herry Wirawan Pelaku Rudapaksa 13 Santriwati Dihukum Mati, JPU Resmi Ajukan Banding

Herry Wirawan Dijatuhi Hukuman Mati

Dilansir TribunnewsSultra.com dari TribunJabar.id, dalam putusannya, PT Bandung mengabulkan tuntutan banding Jaksa Penuntut Umum dan menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Herry Wirawan dengan hukuman mati.

"Menerima permintaan banding dari jaksa/penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," ujar hakim PT Bandung, Herri Swantoro sebagaimana bunyi petikan putusan yang diterima, Senin (4/4/2022).

Dengan demikian, putusan banding PT Bandung ini membatalkan putusan hakim PN Bandung yang sebelumnya hanya memvonis Herry Wirawam dengan hukuman penjara seumur hidup.

Baca juga: Begini Nasib 9 Anak Herry Wirawan yang Lahir dari Para Santriwati Korban Rudapaksa

Herry Wirawan Dibebani Pembayaran Restitusi

Dilansir TribunnewsSultra.com dari TribunJabar.id, tak hanya divonis hukuman mati, Herry Wirawan juga diminta majelis hakim PT Bandung untuk membayar uang pengganti kerugian atau restitusi kepada para korbannya.

"Membebankan restitusi kepada terdakwa Herry Wirawan alias Heri bin Dede," kata hakim PT Bandung yang diketuai oleh Herri Swantoro, Senin (4/4/2022).

Adapun total biaya restitusi yang harus dibayar Herry Wirawan yakni sekitar Rp 300 juta untuk 13 santriwati korban rudapaksa.

Baca juga: Tak Terima Herry Wirawan Lolos Hukuman Mati, Keluarga Korban Rudapaksa Desak Jaksa untuk Banding

Sebagaiman diketahui, Hakim PN Bandung sebelumnya membebankan restitusi perkara Herry Wirawan ini kepada negara.

Tetapi, hakim PT Bandung tak setuju jika pembebanan restitusi dialihkan ke negara.

"Menimbang, bahwa majelis hakim tingkat pertama telah menjatuhkan putusan untuk membebankan restitusi kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Bahwa hal ini bertentangan dengan hukum positif yang berlaku," ucapnya.

Ada beberapa pertimbangan hakim PT Bandung mengenai restitusi, salah satunya efek jera terhadap pelaku kejahatan apabila pembayaran restitusi dibebankam pada negara.

(TribunnewsSultra.com/Nina Yuniar) (Kompas.com/Vitorio Mantalean) (TribunJabar.id/Nazmi Abdurrahman)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Komnas HAM Tak Sepakat Vonis Mati Herry Wirawan Pemerkosa 13 Santriwati di Bandung" dan di TribunJabar.id dengan judul "BREAKING NEWS, Herry Wirawan Divonis Hukuman Mati Pengadilan Tinggi Bandung, Banding Jaksa Diterima", "Selain Dihukum Mati, Herry Wirawan Harus Bayar Restitusi yang Sempat Dibebankan ke Negara"