Menyapa Nusantara

Gulma Liar Benteng Ekosistem Pertanian

Pengelolaan gulma yang tepat dapat membantu Indonesia mencapai swasembada pangan karena banyak berperan sebagai inang (rumah) alternatif bagi hama

(ANTARA/HO-Fitrianingrum K.)
TANAMAN GULMA - Salah satu contoh gulma yang dapat menjadi benteng hama dan penyakit adalah Bidens pilosa. Petani lebih akrab memanggilnya bunga ketul. B. pilosa terbukti mampu beradaptasi tinggi pada berbagai kondisi lingkungan sehingga membuatnya sulit dikendalikan dengan cara konvensional. (ANTARA/HO-Fitrianingrum K.) 

Vektor dapat menyebarkan semua jenis patogen tanaman termasuk cendawan, bakteri, fitoplasma, virus, nematoda, dan protozoa. Penelitian oleh Smith et al. (2011) dan Loredo Varela & Fail (2022) menunjukkan bahwa bunga ketul (B. pilosa) mampu mendukung kelangsungan hidup thrips di luar musim tanam tanaman utama, memperpanjang risiko serangan secara berkelanjutan dalam sistem tanam monokultur.

Peran B. pilosa juga dapat menjangkau lebih luas. Beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa gulma ini berpotensi menjadi inang alternatif bagi nematoda patogen tanaman, terutama nematoda puru akar dari genus Meloidogyne.

Nematoda ini bersifat kosmopolit dengan inang yang luas, termasuk endoparasit menetap, dan dapat menyebabkan kerugian besar pada berbagai komoditas hortikultura (tomat, mentimun, bit, krisan, kentang), pangan (padi, jagung, kacang-kacangan) dan perkebunan (lada, tebu, kopi).

Kerusakan yang ditimbulkan antara lain pembentukan puru akar, penurunan kemampuan tanaman dalam menyerap nutrisi, serta menyebabkan tanaman tampak kerdil dan tidak produktif. Keberadaan nematoda di gulma ini memperkuat pentingnya pengawasan vegetasi liar di sekitar lahan pertanian.

Pengelolaan Gulma

Dalam kajian lapangan yang dilakukan di beberapa wilayah tropis, ditemukan bahwa akar B. pilosa menunjukkan gejala infeksi nematoda puru akar, seperti adanya puru kecil pada sistem perakaran. 

Hal ini menunjukkan bahwa B. pilosa tidak hanya menjadi tempat bertahan hidup bagi nematoda selama tidak adanya tanaman inang utama, tetapi juga memungkinkan siklus hidup patogen tersebut tetap berlangsung.

Ketika musim tanam dimulai kembali, nematoda yang berada di sekitar akar gulma dapat berpindah ke tanaman budi daya, meningkatkan potensi infeksi awal yang sulit dikendalikan secara preventif.

Keberadaan gulma B. pilosa di sekitar pertanaman, terutama dalam sistem tanam intensif yang minim rotasi dan pengelolaan gulma, dapat menjadi sumber inokulum awal bagi nematoda.

Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian nematoda tidak cukup hanya dengan perlakuan kimia atau pemilihan varietas tahan, tetapi juga harus memperhatikan vegetasi non-budi daya di sekitar lahan.

Pengelolaan gulma menjadi bagian integral dari strategi pengendalian nematoda terpadu, yang mencakup aspek ekologis dan keberlanjutan jangka panjang.

Selain menjadi tempat berkembang biaknya T. tabaci dan nematoda, gulma B. pilosa juga berpotensi menjadi tempat bertahan patogen lainnya seperti cendawan tular tanah dan bakteri.

Oleh karena itu, dalam pendekatan pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) penting untuk memperhitungkan peran gulma dalam sistem pertanian secara menyeluruh.

Kegagalan mengelola gulma seperti B. pilosa dapat menyebabkan ketidakefektifan strategi pengendalian lainnya, bahkan memperparah siklus infeksi dari musim ke musim dan memperbesar beban ekonomi bagi petani kecil.

Strategi pengendalian bunga B. pilosa dapat dilakukan melalui pendekatan mekanis, kimiawi, maupun preventif jangka panjang. Penyiangan rutin dan penggunaan mulsa organik dapat menekan pertumbuhan gulma di antara barisan tanaman.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Komentar

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved