Berita Kendari

7 Saksi Dihadirkan Sidang 4 Buruh dan 1 Pengacara Bongkar Pagar Tutupi Badan Jalan Umum di Kendari

Sidang kasus empat buruh harian dan satu pengacara yang bongkar pagar tutupi jalan umum kembali digelar, Jumat (7/3/2025).

Penulis: Sugi Hartono | Editor: Sitti Nurmalasari
Istimewa
SIDANG PN KENDARI - Sidang kasus empat buruh harian dan satu pengacara yang bongkar pagar tutupi jalan umum kembali digelar, Jumat (7/3/2025). Sidang tersebut dilaksanakan di Pengadilan Negeri (PN) Tipulu Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). (Istimewa) 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Sidang kasus empat buruh harian dan satu pengacara yang bongkar pagar tutupi jalan umum kembali digelar, Jumat (7/3/2025).

Sidang tersebut dilaksanakan di Pengadilan Negeri (PN) Tipulu Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Sekitar pukul 11.00 Wita hingga kemudian berakhir sekitar pukul 17.30 Wita.

Dalam sidang tersebut, tujuh saksi dihadirkan untuk mendengarkan keterangannya mengenai kasus para buruh harian yang membongkar pagar tutupi jalan umum.

Pantaun TribunnewsSultra.com, sidang tersebut berjalan cukup alot.

Di mana, penasehat hukum mencecar beberapa saksi terkait dengan status tanah tersebut.

Perdebatan antara saksi dan penasehat hukum pun sering kali terjadi, hingga hakim beberapa kali mengambil alih pertanyaan para penasehat hukum.

Baca juga: Bongkar Fondasi yang Tutupi Jalan Umum, 4 Buruh Harian, Satu Pengacara Sidang Perdana di PN Kendari

Apalagi ketika Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi BA yang melaporkan pembongkaran tersebut ke polisi hingga kemudian empat buruh harian dan pengacara dipenjara.

BA beranggapan lokasi tersebut merupakan miliknya yang dibeli dari S ketika terjadi gugatan perdata hingga adanya kesepakatan berdamai.

BA bilang awalnya ia membeli tanah milik S berukuran 30 meter x 12 meter.

"Total keseluruhannya itu sebetulnya itu 34 meter tapi karena pada saat itu masih ada orang yang tinggal di belakang dan digunakan sebagai akses jalan jadinya saya cuma ambil 30 meter kali 12 meter," katanya.

Berjalan waktu BA kemudian digugat oleh S agar ikut membeli sisa empat meter yang kemudian dipagari menggunakan tembok.

"Saya tidak tahu alasannya kenapa dia gugat saya, jadi pada saat gugatan perdata mediator menjelaskan dan kami bersepakat untuk damai dan membeli tanah tersebut," ujarnya.

Berdasarkan surat perdamaian itu, ia pun kemudian membangun pagar dan dibongkar oleh empat buruh harian dan satu pengacara.

Baca juga: Buruh Unjuk Rasa Tolak Upah Rendah di Perusahaan Tambang di Morosi Konawe Sulawesi Tenggara

"Kerugian saya sekitar Rp6 juta," ujarnya.

Terkait dengan surat rekomendasi hasil RDP DPRD, BA mengaku sempat memperolehnya meski tak hadir dalam rapat tersebut.

Menurutnya ada dua surat dari DPRD yang dikeluarkan sebagai rekomendasi yakni RDP pada tahun 2022 dan 2024.

"Rekomendasi pertama meminta kepada pemerintah kota untuk menaikan status lokasi tersebut untuk menjadi aset, rekomendasi tahun 2024 memerintahkan kepada OPD untuk melakukan penelusuran. Dan apabila ada yang membangun di lokasi maka harus siap untuk dipidana," ujarnya.

Hanya saja hingga empat buruh harian dipenjara, Pemerintah Kota Kendari belum menunjukkan sikap mengenai lokasi tersebut sudah dinaikkan statusnya menjadi aset atau belum.

Sementara itu, penasehat hukum para buruh, Nur Salam mengatakan di lokasi tersebut merupakan jalan umum. 

Hal tersebut diperkuat dengan adanya surat dari BPN, termasuk surat rekomendasi dari DPRD yang mengatakan tanah itu merupakan jalan umum.

Baca juga: Viral Video Buruh dan Penumpang Saling Lempar di Pelabuhan Murhum Baubau, Begini Penjelasan Pelni

Diperkuat kembali dengan akta hibah pemilik dan surat perjanjian lorong yang menyatakan lokasi tersebut diperuntukkan untuk jalan umum.

"Tapi tadi seorang saksi yang merupakan pemilik pertama membantah, ia mengatakan tidak tahu menahu, tapi kan buktinya dia tanda tangan surat perjanjian lorong tersebut," katanya.

Lagipula kata Nur Salam, putusan Mahkamah Agung sudah menyatakan lokasi itu jalan umum.

"Kan di PN Kendari mereka menang, nah setelah banding, MA justru mengatakan itu jalan umum," katanya.

Ia pun kemudian menyayangkan sikap polisi dan jaksa yang terlalu terburu-buru melimpahkan kasus ini di pengadilan.

Ia menilai polisi dan jaksa kurang profesional melakukan pendalaman terkait status di lokasi tersebut.

"Tidak ada alas hak di lokasi itu, yang ada itu cuma kesepakatan damai di pengadilan, itupun belum melalui uji keabsahan hak kepemilikan," katanya.

Baca juga: Buruh Angkut di Pelabuhan Penyeberangan Kolaka Sulawesi Tenggara Dibagikan Rompi, Cegah Penipuan

Harusnya, kata dia, polisi harus terlebih dahulu meminta pendapat dari BPN selaku lembaga yang berwenang.

"Tapi buktinya dari dakwaan yang dibacakan JPU dan berkas perkara tidak ada pendapat dari BPN terkait status di lokasi tersebut, justru kami yang menghadirkan surat ataupun dokumen yang mengatakan kalau itu jalan umum," tuturnya. (*)

(TribunewsSultra.com/Sugi Hartono)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved