Breaking News

Derap Nusantara

Mata Sehat Investasi Menuju Generasi Emas Berkualitas

Hari Penglihatan Sedunia atau "World Sight Day" yang diperingati setiap 13 Oktober menjadi pengingat agar masyarakat mencintai kesehatan mata.

Penulis: Content Writer | Editor: Sitti Nurmalasari
ANTARA/Zita Meirina
Ilustrasi: Hari Penglihatan Sedunia atau "World Sight Day" yang diperingati setiap 13 Oktober menjadi pengingat agar masyarakat mencintai kesehatan mata. Sekaligus mengingatkan kembali pada masyarakat untuk peduli terhadap kesehatan mata dan mempertahankan mata untuk tetap sehat, tidak hanya saat ini, tetapi juga untuk hari mendatang. 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, JAKARTA - Hari Penglihatan Sedunia atau "World Sight Day" yang diperingati setiap 13 Oktober menjadi pengingat agar masyarakat mencintai kesehatan mata.

Sekaligus mengingatkan kembali pada masyarakat untuk peduli terhadap kesehatan mata dan mempertahankan mata untuk tetap sehat, tidak hanya saat ini, tetapi juga untuk hari mendatang.

Data World Report on Vision tahun 2019 menyatakan saat ini di seluruh dunia terdapat 2,2 miliar orang yang mengalami gangguan penglihatan

Sebanyak 65 juta adalah anak-anak yang menderita mata minus atau miopia dan diprediksi meningkat menjadi 275 juta anak tahun 2050.

Gangguan penglihatan, saat ini telah menjadi masalah di tingkat nasional maupun global, dan di Indonesia prevalensi gangguan penglihatan pada anak usia sekolah, yakni 5 sampai 19 tahun, diperkirakan mencapai 10 persen.

Sementara itu, hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menyatakan, prevalensi disabilitas penglihatan pada penduduk umur di atas 1 tahun sebesar 0,4 persen dan proporsi penggunaan alat bantu lihat pada penduduk umur di atas 1 tahun di Indonesia sebesar 11,9 persen.

Pada anak-anak, mata yang sehat berperan penting dalam pencapaian prestasi belajar.

Untuk itu, pemberian kacamata pada anak yang membutuhkan dapat mengurangi kegagalan belajar hingga 44 persen dan menekan terjadinya gangguan penglihatan yang lebih parah hingga terjadi ancaman kebutaan.

Terkait dengan masalah gangguan penglihatan anak, Ikatan Profesi Optometris Indonesia (IROPIN) menyatakan bahwa sejak pandemi COVID-19 didapati 400 dari 1.000 anak Indonesia mengalami gangguan mata atau kelainan refraksi dini, sehingga membutuhkan kacamata.

Salah satu penyebabnya adalah kebiasaan mengakses gawai yang tidak terkontrol dan membuat anak melebihi batas waktu ideal terpapar layar gawai.

Tren peningkatan gangguan penglihatan pada anak dari hasil penapisan yang dilakukan organisasi itu pada tahun 2023 di sejumlah wilayah memang didapatkan faktor sangat signifikan, terutama dua tahun terakhir, setelah pandemi.

Kondisi tersebut dimungkinkan terjadi karena dalam program pendidikan jarak jauh, setiap hari anak-anak bersentuhan dengan layar gawai yang memicu peningkatan gangguan refraksi.

Kelainan fraksi mata menjadi salah satu masalah penglihatan yang sering terjadi.

Orang dengan kondisi ini akan merasakan keluhan pandangan buram saat melihat benda yang letaknya jauh, dekat, atau keduanya

Ketua Umum IROPIN Nova Joko Pamungkas mengatakan banyak guru di sekolah dan orang tua di Indonesia yang terlambat mendeteksi gangguan penglihatan pada anak.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA
    Komentar

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved