Berita Sulawesi Tenggara

Isu Kesehatan Penyakit TBC Sultra: Data Kota Kendari Teratas, Alasan Penderita Laki-laki Terbanyak

Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulawesi Tenggara mengungkapkan kalau jumlah penderita penyakit tuberkulosis (TBC) di Kota Kendari tertinggi.

hanover
Kasus Tuberkulosis (TBC) di Kota Kendari tertinggi di Sulawesi Tenggara (Sultra) sejak Mei 2024. 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Penyakit tuberkulosis ( TBC ) di Kota Kendari menjadi yang tertinggi di Sulawesi Tenggara (Sultra).

Hal ini berdasarkan data yang diungkap Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulawesi Tenggara.

Dengan data yang diungkap Dinkes Sultra, perlukah kita mewaspadai jumlah penderita TBC di Kota Kendari?

Data yang diungkap Kepala Dinkes Sulawesi Tenggara (Sultra), Usnia, tentu ada alasan tingginya kasus TBC di Kendari.

Namun dari presentase yang ada, salah satu wilayah turut mendapat apresiasi.

Baca juga: Pemkot Kendari Minta Masyarakat Waspadai Penyakit Menular Hewan Kurban Jelang Idul Adha 2024

Karena jumlah penderita TBC tak terlalu signifikan. Yakni di di Konawe Kepulauan (Konkep), Provinsi Sultra.

Jumlah data penderita ini berdasarkan perhitungan bulan Mei 2024.

“Sebanyak 2.024 pasien tersebar di 17 Kabupaten dan Kota di Sultra,” tutur Usnia.

Menurut Usnia, jumlah penderita TBC di Kota Kendari mencapai 453 jiwa.

Hanya saja dari jumlah tersebut tak diungkap pasti, baik itu jenis kelamin atau pun usia penderita.

Sehingga kita tak bisa mengetahui, apakah jumlah penderita TB di Kota Kendari didominasi jenis kelamin hingga umur.

Dengan keadaan ini, tentunya kewaspadaan perlu ditingkatkan publik.

Baca juga: Cara Mencegah Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 Dibagikan AMSA UHO Kendari Sulawesi Tenggara

Bukan saja ketika sudah mengalaminya, namun bagaimana seseorang dapat mencegah maupun menghindari penyakit tersebut.

Sementara, Usnia juga menjelaskan terkait data penderita TBC di Konkep yakni hanya 21 jiwa.

Jumlah ini bisa dikatakan karena jumlah penduduk di wilayah tersebut, relatif kecil.

Karakteristik Penderita TBC di Puskesmas Poasia Kendari

Kampus Universitas Halu Oleo Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra)
Kampus Universitas Halu Oleo Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) (Dok: TribunnewsSultra.com)

Sementara itu, mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Halu Oleo Kendari merilis hasil penelitian terkait penderita TBC.

Dua tahun terakhir, kasus tuberkulosis meningkat sekitar 46 persen.

Dari 806 kasus ditahun 2021 meningkat menjadi 1.181 kasus di tahun 2022.

Puskesmas Poasia urutan pertama tertinggi kasus tuberkulosis dari 15 puskesmas di Kota Kendari.

"Jumlah kasus terduga tuberkulosis sebanyak 465. Dengan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 283 kasus."

Baca juga: Mahasiswa PSPPA UHO Kendari Kampanyekan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik, Upaya Penanggulangan DBD

"Dengan tingkat keberhasilan pengobatan setiap kasus TB sebanyak 130 kasus," ungkap hasil penelitian tiga mahasiswa bernama Yuyun Puspita, Devi Savitri Effendy dan Renni Meliahsari.

Terungkap pula kalau karakteristik penderita TB paru banyak ditemukan kategori umur 19-45.

Dari data sampel yang diambil kepada 101 orang, pekerja swasta lebih tinggi menderita penyakit tersebut.

Sedangkan paling terendah menderita TBC dialami pegawai
negeri sipil (PNS).

"Usia produktif, seseorang memiliki lebih banyak waktu dan tenaga dihabiskan untuk bekerja."

"Memiliki risiko mengalami penurunan daya tahan tubuh karena kurangnya waktu istirahat."

"Karena orang harus bertemu dengan lebih banyak orang di tempat kerja, lingkungan tempat kerja juga dapat menyebabkan TB menyebar," ungkap hasil penelitian tersebut.

Berdasarkan jenis kelamin, penderita tuberkulosis di Puskesmas Poasia didominasi laki-laki.

Karena kebiasaan merokok merupakan salah satu penyebab utama tuberkulosis paru-paru.

Baca juga: Badan Pengawas Rumah Sakit Sudah Tindak Lanjuti Keluhan Warga Soal Pelayanan RSUD Kota Kendari

Peneliti menduga laki-laki adalah jenis kelamin yang paling sering menderita tuberkulosis paru.

"Faktanya, seseorang mengalami TB paru karena terjangkit bakteri Mikobacterium Tuberculosis yang hidup dan berkembang biak didalam tubuh penderita," ungkap hasil penelitian tersebut.

Skrining Gejala TBC

Lapas Kelas IIA Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), melaksanakan kegiatan Active Case Finding Penyakit Tuberkulosis (TBC)
Lapas Kelas IIA Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), melaksanakan kegiatan Active Case Finding Penyakit Tuberkulosis (TBC) (istimewa)

Untuk memperketat penyebaran penyakit TBC, instansi Lapas Kelas IIA Kendari melakukan pengawasan ketat

Yakni kegiatan Active Case Finding Penyakit Tuberkulosis (TBC). Melalui Skrining Gejala dan Rongent Dada.

Ini berlaku ke seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas Kelas IIA Kendari, Sultra

Mereka bekerjasama Divisi Pemasyarakatan, Dinas Kesehatan serta Fasyankes dan Pelaksana Rongent dari PT Tirta Medika.

Jika ditemukan hasil Rongentnya mengindikasikan infeksi TBC maka maka pemeriksaan dahak dengan Tes Cepat Molekuler (TCM) dilaksanakan Fasyankes setempat.

Baca juga: Dinas Pertanian Baubau Sultra Beri Tanda Ini ke Hewan Kurban yang Sehat Jelang Idul Adha 2024

"Active Case Finding Atau penemuan kasus secara aktif terhadap penyakit TBC, yang dilaksanakan di Lapas Kendari ini memberikan manfaat yang sangat baik."

"Secara tidak langsung WBP dapat mengetahui status kesehatanya khususnya penyakit TBC secara umum."

"Dapat menjadi tindakan antisipatif atas penularan penyebaran Penyakit TBC di Lapas Kendari. Saat ini telah overcrowded 115 persen," ungkap Kasi Binadik, Agus Risdianto.

Data Penemuan dan Keberhasilan Pengobatan TBC di Sultra

Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengungkap data penemuan dan keberhasilan pengobatan TBC tahun 2024.
Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengungkap data penemuan dan keberhasilan pengobatan TBC tahun 2024. (hanover)

Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengungkap angka penemuan TBC.

Sekaligus keberhasilan pengobatan TBC yang diungkap pada tahun 2024, usai pendataan tahun 2023 lalu.

Presentase penemuan TBC di Konawe Utara (Konut) menjadi yang tertinggi, yakni 95,13 persen.

Di urutan kedua wilayah Kota Kendari mencapai 77,75 persen.

Sementara Kabupaten Buton berada di urutan ketiga dengan presentase 62,89 persen.

Baca juga: Kadis Kesehatan Sulawesi Tenggara Imbau Warga Periksa ke Dokter Jika Batuk Tak Kunjung Sembuh

Di sisi lain BPS Sultra juga mengungkap angka keberhasilan pengobatan TBC.

Kabupaten Buton Tengah mencapai 95,02 persen angka keberhasilan pengobatan TBC.

Buton Selatan menempati urutan kedua, dengan presentase keberhasilan pengobatan 93,13 persen.

Sedangkan posisi ketiga, yakni Kabupaten Buton dengan angka keberhasilan mencapai 92,80 persen.

Strategi Pemprov Sulawesi Tenggara

Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara (Sultra), Usnia mengimbau warga untuk melakukan pemeriksaan, jika mengalami batuk yang tidak kunjung sembuh.
Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara (Sultra), Usnia mengimbau warga untuk melakukan pemeriksaan, jika mengalami batuk yang tidak kunjung sembuh. ((Dok.Tribunnewssultra.com))

Di sisi lain, agar peningkatan kasus TBC bisa dihindari, pihak pemerintah Pemprov Sultra sudah menyiapkan strategi.

Dinkes Sultra sudah melakukan kerjasama dengan Global Fund.

Yakni pengobatan pasien yang resisten TBC. Kemudian, memperkuat sistem kesehatan.

Khususnya ketenagaan dan pengelolaan program sesuai standar pelayanan minimal (SPM).

Dengan kata lain, memberikan tugas pokok dan fungsi pelayanan.

Yang tetap melekat ke semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau Fasyankes.

Tanpa harus melihat ada tidaknya tenaga yang sudah terlatih menangani kasus TBC.

Standar kebutuhan Fasyankes dan pelatihannya disesuaikan berdasarkan kebutuhan jenis dan jumlahnya.

Baca juga: Lapas Kelas IIA Kendari Rutin Periksa Kesehatan Warga Binaan, Tingkatkan Pelayanan Bersama Puskesmas

Ada pula pembekalan atau sosialisasi program Pencegahan dan Penanggulangan atau P2TB kepada dokter PTT.

Ini diberikan pada tingkatan kabupaten dan Kota dalam masa pra tugas.

Sehingga dokter PTT dapat terlibat program TB pada saat tugas.

Ada pula cara untuk meningkatkan pengawasan dan motivasi petugas.

Terkait pembuatan pencatatan dan pelaporan yang lengkap, valid dan tepat waktu.

Meningkatkan pembinaan dan motivasi agar penanggunjawab TB Fasyankes secara rutin melakukan analisis terhadap manajemen dan cakupan program.

Serta feedback terhadap pimpinan dan pihak-pihak terkait atau pihak yang berkepentingan.

Selanjutnya, membuat perjanjian peserta latih atau surat pernyataan untuk mengelola program TB di Fasyankes.

Minimal 3 tahun pasca pelatihan yang nantinya diteruskan ke pihak instansi BKD.

Fasyankes juga disarankan membuat analisa ketenagaan dan kebutuhan pelatihan.

Hingga memberikan motivasi ke Fasyankes. Supaya memperhatikan dan memenuhi standar ketenagaan SPM.

“Membuat feedback tenaga terlatih TB ke pimpinan petugas TB terlatih."

"Fasyankes, Dinkes Kabupaten dan Kota, dan BKD Kabupaten dan Kota,” ungkap Usnia. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved