Sejarah Halal Bihalal Ramai Digelar Pasca Idul Fitri, Ajang Silahturahmi Sejak Zaman Bung Karno

Berikut ini sejarah halal bihalal ramai digelar sejumlah organisasi ataupun instansi pasca hari raya Idul Fitri.

Kolase TribunnewsSultra.com
ILUSTRASI- Berikut ini sejarah halal bihalal ramai digelar sejumlah organisasi ataupun instansi pasca hari raya Idul Fitri. Ternyata ajak silahturahmi ini menjadi tradisi di Indonesia yang sudah ada sejak zaman Bung Karno, Presiden pertama tanah air. Saat halal bihalal digelar, dihadiri hingga ratusan ataupun ribuan orang tergantung undangan dari penyelenggara. 

KH Wahab pun memenuhi panggilan Bung Karno untuk membahas kondisi republik yang baru berumur 3 tahun.

Kemudian kedua tokoh tersebut mengeksekusi pemikiran itu di ranah masing-masing.

Ir Sukarno berpikir di jajaran masyarakat atas dalam hal ini para elite politik.

Sedangkan KH Wahab Hasbullah pada masyarakat bawah dan kalangan pesantren yang memang menjadi basis para Kyai NU.

Maka kemudian KH Wahab Hasbullah, kiai yang juga pencipta Mars Syubbanul Wathan ini menuturkan, “Sebentar lagi kan Idul Fitri, adakan pertemuan saja acara silaturahmi.”

Menanggapi ide tersebut, Bung Karno pun langsung menjawab saran Kiai Wahab, “Silaturahmi itu kan biasa. Saya pengen istilah lain.”

Tanpa basa-basi Kiai Wahab dengan entengnya menjawab.

“Itu masalah gampang. Begini, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah halal bihalal,” tegas Kiai Wahab.

Atas saran Kiai Wahab, Bung Karno mengundang para elit politik ke Istana Negara untuk halal Bihalal.

Sejak itu pula para elit politik bisa duduk bersama saling memaafkan dan membahas bangsa ini secara bersama-sama.

Tradisi Sungkeman

Seperti yang telah disebutkan di atas, tradisi Sungkeman dimulai sejak KGPAA Mangkunegara I yang bernama kecil Raden Mas Said atau lebih dikenal dengan Pangeran Sambernyawa.

Kegiatan sungkeman kemudian berkembang.

Sungkeman biasanya dilakukan saat lebaran dan dimulai dari orang yang lebih muda untuk meminta restu dan maaf pada orang yang lebih tua.

Secara teknis, cara sungkem lebaran dapat digambarkan dengan duduk bersimpuh atau berjongkok sambil mencium tangan orang yang lebih tua, dikutip dari laman Desa Rejuno Kabupaten Ngawi.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved