Sejarah Halal Bihalal Ramai Digelar Pasca Idul Fitri, Ajang Silahturahmi Sejak Zaman Bung Karno
Berikut ini sejarah halal bihalal ramai digelar sejumlah organisasi ataupun instansi pasca hari raya Idul Fitri.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Desi Triana Aswan
Sedangkan halal bihalal, menjadikan sikap satu pihak terhadap pihak lain yang tadinya haram dan berakibat dosa, menjadi halal dengan jalan memohon maaf.
Kata halal bihalal sudah dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesai (KBBI) dan memiliki dua arti.
Arti pertama adalah perihal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, dikutip dari laman Kemdikbud.
Kedua, juga diartikan sebagai bentuk silaturahmi, biasanya oleh sekelompok orang dengan cara berkumpul di suatu tempat yang luas, bersalam-salaman dan makan bersama.
Lantas, bagaimana asal usul halal bihalal ?
Asal Usul Tradisi Halal bihalal
Baca juga: Pj Gubernur Sultra Bakal Adakan Halal Bihalal Hari Pertama Ngantor, Harap ASN Tak Tambah Libur
Dikutip dari laman Menpan RB, Mahbub Djunaidi, tokoh pers nasional yang juga mantan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tahun 1965-1970, dalam buku Asal Usul mengatakan, “Acara Halal Bihalal itu bukannya acara wajib melainkan tradisi belaka, namun manfaat bersilaturahmi itu amatlah besar.”
Halal Bihalal sendiri sebenarnya sudah dimulai sejak KGPAA Mangkunegara I yang bernama kecil Raden Mas Said atau lebih dikenal dengan Pangeran Sambernyawa.
Namun, istilah Halal Bihalal saat itu dikenal dengan istilah sungkeman.
Para prajurit sekaligus masyarakat melakukan sungkem dengan keluarga Mangkunegara sekaligus bermaafan satu sama lain.
Hal ini menegaskan, tradisi silaturahmi pasca Idul Fitri (Halal Bihahal) itu sudah dimulai jauh sebelum tercetusnya istilah Halal Bihalal sendiri.
Tercetusnya Halal Bihalal tidak lepas dari situasi politik yang berkecamuk pada masa Ir Sukarno memimpin, tepatnya pada 1948 ketika Indonesia mengalami disintegrasi bangsa.
Para elit politik saling bertengkar, tidak mau duduk dalam satu forum.
Sementara pemberontakan terjadi di mana-mana, di antaranya adalah DI/TII dan PKI Madiun.
Bertepatan dengan bulan Ramadan, Bung Karno memanggil KH Wahab Hasbullah ke Istana Negara untuk dimintai saran terkait situasi dan kondisi politik yang berkecamuk.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.