Prof B Dituntut Penjara

Jaringan Perempuan Pesisir Sulawesi Tenggara Kecam Tuntutan Ringan Terhadap Prof B di Kendari Sultra

Jaringan Perempuan Pesisir Sulawesi Tenggara atau JPPST mengecam tuntutan ringan terhadap pelaku kekerasan seksual, Prof B.

Penulis: Naufal Fajrin JN | Editor: Sitti Nurmalasari
Istimewa
Jaringan Perempuan Pesisir Sulawesi Tenggara atau JPPST mengecam tuntutan ringan terhadap pelaku kekerasan seksual, Prof B. Prof B dituntut dengan pidana penjara 2 tahun 6 bulan, denda sebanyak Rp50 juta, dan subsider 6 bulan kurungan. 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Jaringan Perempuan Pesisir Sulawesi Tenggara atau JPPST mengecam tuntutan ringan terhadap pelaku kekerasan seksual, Prof B.

Prof B dituntut dengan pidana penjara 2 tahun 6 bulan, denda sebanyak Rp50 juta, dan subsider 6 bulan kurungan.

Tuntutan tersebut dianggap ringan oleh Jaringan Perempuan Pesisir Sultra dan dinilai sarat akan kejanggalan.

Koordinator JPPST, Mutmainna, mengatakan kejanggalan tersebut ditemukan selama masa persidangan berlangsung.

Awal pihaknya mulai menyadari adanya kejanggalan tersebut ketika sidang yang digelar pada 13 Januari 2023 lalu.

Di mana, persidangan tersebut digelar untuk melakukan pemeriksaan terhadap terduga korban berinisial RN.

Saat itu, RN tidak diizinkan untuk mendapat pendampingan khusus selama persidangan berlangsung di Pengadilan Negeri Kendari.

Baca juga: Pengadilan Negeri Kendari Majukan Sidang Pembacaan Tuntutan Prof B Tanpa Sepengetahuan Pihak Korban

"Sidang pemeriksaan korban RN tidak boleh didampingi oleh keluarga korban di dalam pengadilan dengan alasan korban sudah dewasa," katanya melalui keterangan resmi, Kamis (11/5/2023).

Sikap Pengadilan Negeri Kendari lantas dianggap melanggar ketentuan yang telah diatur secara jelas dalam UU Nomor 12 Pasal 25 Ayat 1.

Pasal tersebut mengatur secara khusus hak yang diterima korban kekerasan seksual dalam menjalani penanganan hukum berupa pendampingan yang dilakukan oleh keluarga dan pekerja sosial.

Akibat tak mendapat pendampingan, alhasil RN menjalani persidangan sendirian dan mendapati dirinya dicerca oleh pertanyaan yang dinilai menyudutkan korban.

"Korban sengaja dibiarkan sendiri dan kemudian diserang bertubi-tubi oleh tujuh pengacara pelaku dalam persidangan yang menciptakan trauma terhadap korban," lanjutnya.

Terlebih, pihak keluarga korban dan pekerja sosial yang mengawal kasus tersebut sama sekali tidak diberi ruang selama persidangan bergulir di Pengadilan Negeri Kendari.

Hal itu dinilai JPPST juga melanggar Peraturan Jaksa Agung RI Nomor PER-014/A/JA/11/2012 tentang Kode Etik Jaksa yang tidak boleh memberikan keuntungan kepada pihak terdakwa.

Baca juga: Soal Perubahan Jadwal Sidang Kasus Dugaan Pelecehan Prof B di Kendari Sultra, Ini Penjelasan Kejari

Kejanggalan tersebut berlanjut hingga sidang pembacaan tuntutan oleh pihak terdakwa dalam hal ini Prof B.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved