Berita Wakatobi
Kisah Nur Ayni Jadi Relawan Pendidikan, Mengatasi Buta Baca Alquran Untuk Anak-anak Pedesaan
Sosok itu bernama Nur Ayni, ia merupakan seorang relawan pendidikan Alquran yang telah mengabdikan dirinya selama tujuh tahun, di kampungnya sendiri.
Penulis: Muh Ridwan Kadir | Editor: Muhammad Israjab
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Menjadi seorang relawan tidaklah mudah untuk menjalaninya.
Hanya segelintir orang yang mampu untuk menembus dinding kesabaran, perjuangan serta konsistensi demi aksi sosial dan kemanusiaan.
Sosok itu bernama Nur Ayni, ia merupakan seorang relawan pendidikan Alquran yang telah mengabdikan dirinya selama tujuh tahun.
Nur Ayni memulai kisahnya menjadi relawan pendidikan sejak tahun 2015, saat itu ia masih menempuh pendidikan di SMA 4 Wangi Wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, yang masih kelas 3.
Pada waktu itu ia menjadi salah satu pengurus di Istana Baca Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Seiring berjalannya waktu seusai lulus SMA ia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo angkatan 2016 yang kini telah menjadi alumni.
Baca juga: KGSB Majukan Kemampuan Literasi Menulis Tenaga Pendidik Peringati Hari Guru, Dipandu Jurnalis Senior
Sehingga sempat berhenti namun jika balik ke kampung halaman ia melanjutkan tugasnya.
"Dan sekarang Alhamdulillah sudah menetap dan fokus mengajar InsyaAllah," katanya, Sabtu (26/11/2022).
Menurutnya apa yang ia lakukan merupakan tugas mulia karena bisa mengajar anak-anak di desa yang masih menempuh pendidikan Sekolah Dasar atau SD.
Dengan fokus utama yang diajarkan adalah tentang membaca Al Quran dan aqidah karena ia memandang hal itu yang paling mereka butuhkan saat ini.
Selain itu, Nur Ayni membagikan ilmunya tentang menulis dan menghafal Al Quran, adab, fikih, Sirah, dan juga pelajaran umum lainnya.
"Saya ngajar di rumah tetapi ada kesempatan tertentu mengajar mereka belajar diluar seperti di Masjid, pantai atau lintas alam,"tuturnya.
"Biasanya juga supaya tidak bosan belajar biasa mengajak anak-anak untuk buat kerajinan atau makanan,"imbuhnya.
Nur Ayni menceritakan pada tahun 2015 ia membantu salah seorang relawan pendidikan asal Boyolali yang ditugaskan di Desa Liya One Melangka, Wakatobi.
Baca juga: Anggaran Beasiswa Mahasiswa Tak Kunjung Cair, Ini Jawaban Disdik Wakatobi: Masih Tahap Persiapan
Saat itu dirinya ikut menjadi relawan, pada waktu itu, ia menemukan kesenangan tersendiri saat memberi ilmu bermanfaat kepada anak-anak sekitar.
Melihat yang awalnya belum lancar dalam membaca Al Quran menjadi bisa, awalnya susah diatur menjadi santun, yang awalnya diremehkan kini mereka dipertimbangkan.
Awalnya sebatas itu, namun semakin ia belajar tentang keyakinannya yakni Agama Islam ia menemukan bahwa ada 3 perkara yang tidak akan terputus meski kematian datang salah satunya ilmu yang bermanfaat.
"Maka saat ini saya memandang bahwa mengajar adalah investasi akhirat untuk saya,"imbuhnya.
Tiap kali mengajar anak-anak membaca Al Quran dan membayangkan jika suatu saat kematian menghampirinya.
Sedangkan di dunia mereka masih membaca Al Quran niscaya pahala yang mereka dapatkan juga akan ia peroleh dari ilmu bermanfaat yang dibagikan.
"Padahal itu baru satu sisi, bagaimana jika diajarkan wudhu, sholat, dan semacamnya,"katanya.
"Maka keyakinan itu yang selalu menjadi obat ketika lelah. Dan semoga Allah ta'ala menjadikan hati kami ikhlas dalam melakukannya,"kata Nur Ayni.
Lantas apa yang membuat Nur Ayni sebagai Relawan Pendidikan mampu bertahan sejauh ini?
Baca juga: Video Viral Lucu Sopir Mobil Google Cari Jalan Keluar Hingga Kesasar, Berujung Tanya Pada Warga
Ia menjawab, sebenarnya sering muncul dilema ketika banyak tawaran pekerjaan datang.
Dengan catatan harus keluar kota dan itu artinya harus meninggalkan anak-anak yang kini diajarnya.
Belum lagi dengan stereotip sarjana yang harusnya bekerja dan menghasilkan uang.
Kenyataannya ia memiliki jalan tersendiri untuk meraup keuntungan dan kebahagiaan dalam satu peran bernama relawan.
Dan alasan terbesar mengapa bertahan adalah karena pelajaran dari masa lalu.
Masa lalu yang akhirnya membuat ia mempunyai sudut pandang dan pertimbangan tersendiri.
"Saat di pondok saya menjadi satu-satunya santriwati dengan status mahasiswa, itu artinya saya yang paling tua saat itu,"katanya.
Lanjutnya, sedangkan ada yang baru lulus SD sudah duduk bersamanya dalam satu majelis ilmu.
Diumur yang sama ia bahkan belum mengenal tentang cara seorang muslimah berhijab sesuai apa yang Allah perintahkan.
"Fatalnya lagi saya beberapa kali jatuh dalam kesyirikan tanpa sadar,"ungkap Nur Ayni.
Kenyataan yang membuat ia protes pada awalnya, kenapa tidak pernah ada yang mengingatkan tentang kekeliruan?
Mengapa begitu terlambat untuk mengenali kebenaran?
Baca juga: Deretan Peringatan Tanggal 28 November, Hari Menanam Pohon, Hari Dongeng, Revolusi Oranye di Ukraina
Dirinya tidak punya kemampuan untuk mengembalikan waktu, namun jika boleh berharap agar masa kecilnya tidak terulang kepada mereka generasi selanjutnya saat ini.
"Maka disini saya sekarang mengajar dan mengingatkan sebatas yang saya mampu,"katanya.
Ia juga menjelaskan sampai sejauh ini menjadi relawan pendidikan sukanya banyak karena apa yang dijalani menyenangkan hatinya dan tidak ada dukanya.
Melihat perjuangan selama menjadi relawan pendidikan tentunya ada beberapa warga maupun pihak lainnya yang menentangnya.
Ia pun menceritakan pada awalnya ada penentangan agar tidak mendirikan rumah baca ini.
Khususnya dari orang terdekat mungkin akan menilainya aneh dan bodoh.
"Kata mereka waktu terlalu mahal untuk dihabiskan dalam pekerjaan tak berpenghasilan,"cerita Relawan Pendidikan itu.
Kemudian ada muncul pemikiran beberapa orang berpikiran bahwa wanita bercadar adalah radikal dan keras.
"Tapi siapa peduli, bagi saya fokus saja memberi manfaat,"katanya.
Nur Ayni berharap walau saat ini dirinya mengajar sendirian namun ada impian kedepannya agar bisa membangun pusat pendidikan bermanfaat.
"Harapannya agar anak-anak semoga bisa menjadi generasi yang Rabbani, saat belajar agama tak dituntut untuk menjadi ulama,"katanya.
Ia menambahkan akan tetapi yang diinginkan adalah jika dimasa depan mereka menjadi dokter jadilah dokter yang bertakwa, guru yang bertakwa, polisi yang bertakwa, dan profesi apapun itu jadilah yang terbaik.
"Dan untuk pendidik mendidiklah dengan cinta,"pungkasnya.
(TribunnewsSultra.com/Muh Ridwan Kadir)