Berita Konawe Utara
Akibat Pertambangan, Terumbu Karang Wisata Labengki Konawe Utara dan Pulau Sambori Terancam Habis
Konawe Utara (Konut) merupakan daerah yang memiliki wilayah pertambagan nikel terbesar di Sulawesi Tenggara namun wilayah lautnya berpotensi rusak.
Penulis: Bima Saputra Lotunani | Editor: Muhammad Israjab
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KONUT - Konawe Utara (Konut) merupakan daerah yang memiliki wilayah pertambagan nikel terbesar di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Dengan potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang dimilikinya, membuat banyak investor luar daerah Sultra berbondong-bondong untuk mengelola SDA tersebut.
Seperti saat ini, pertambangan di Konut telah banyak di kelolah berbagi investor.
Mulai dari Tambang Nikel Langgikima, Morombo, Mandiodo, Beonaga maupun Boedingin kini telah di kelolah oleh para investor luar maupun lokal.
Akan tetapi, kehadiran pertambangan di Konut yang harusnya mensejaterahkan masyarakat, kini malah menjadi momok menakutkan bagi kehidupan generasi yang akan datang.
Baca juga: Temuan Investigasi Celebes Nature Watch, Diduga Ada Tambang Nikel Ilegal di Buton
Mengapa tidak, sejak munculnya pertambangan biji nikel di Konut kerusakan lingkungan khusunya di lautan kini makin memprihatinkan.
Banyak nelayan mengeluh karena pencemaran lingkungan. ikan telah jauh bahkan terumbu karang mati akibat lumpur tanah.

Kita tau sendiri bahwa terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae.
Habitat Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut.
Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, Eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine).
Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi.
Baca juga: Ketua Bawaslu Sulawesi Tenggara Sebut Pemilik Tambang Berpotensi Membiayai Calon Kepala Daerah
Sebagai contoh, Pulau Labengki yang terletak di Konawe Utara dan Pulau Sambori yang terletak di Sulawesi Tengah (Sulteng) memiliki terumbuh karang yang indah.
Dengan keidahan dua wisata ini, tentunya terumbu karang yang dimiliki harus terus di jaga dan dirawat.
Karena salah satu pesona keindahan dan daya tarik wisatawan terletak pada keindahan terumbu karangnya.
Tetapi, sejak kemunculan pertambagan di Konut, terumbu karang di kedua wisata ini terancam mati dan habis.

Hal itu seperti yang dikatakan, Ketua Tim Konservasi Kima Tolitoli-Labengli Habib Nadjar Buduha, bahwasanya, kondisi terumbu karang di pulau labengki dan pulau Bawulu dan sekitarnya sangat memprihatikan.
Dibuktikan saat dirinya beserta anggotanya melakukan survei dan penyelaman di kedua lokasi wisata tersebut.
Kata Habib Nadjar Buduha, sekarang Pulau Lebengki yang berhadapan langsung dengan daratan Boenaga dan Boedingin yang memiliki aktivitas pertambangan, kini banyak merusak terumbuh karang Labengki.
"Saat ini hasil penyelaman kami, kurang lebih 75 persen terumbu karang di pulau labengki sudah rusak," ucapnya saat di konfirmasi di telponnya baru-baru ini.
Ia mengatakan, saat dirinya melakukan penyelaman ke Morombo 100 meter dari pantai, kedalaman 15 meter, ia tidak mendapatkan dasar tempat terumbu karang karena telah tertutupi lumpur.
Baca juga: Nelayan di Konawe Utara Kehilangan Mata Pencaharian Akibat Pembangunan Pelabuhan Perusahaan Tambang
"Saya ukur sampai tenggelam tangganku saya belum dapat dasarnya semua timbunan lumpur, padahal dulu tempat tersebut merupakah tempat terumbu karang," jelasnya
"Artinya timbunan lumpur dikawasan tersebut paling kurang 1 meter ketebalannya, ini baru hampir lima tahun pertambangan bergerak, bagimana nanti kedepan, kemungkinan semua akan rusak," terangnya menambahkan.
Lepas dari tempat tersebut, ia menuju ke titik kedua bagian selatan pulau Bawulu, sekitar 5 kilo dari Morombo, ia kembali melakukan penyelaman dan mendapatkan Terumbu karang sudah tertutup sedimen.

"kita lihat di Pulau Sambori sekitar 2 mil sudah seperti sungai airnya sudah kabur, padahal survei kami dulu di kawasan waru-waru mempunyai terumbu karang yang sangat indah," katanya.
Dan saat ia melakukan survei penyelaman dua bulan lalu, terumbu karang ditempat tersebut sudah mati.
"Walaupun sambori berada di morowali namun kegiatan pertambangan lebih besar di kawasan Mandiodo yang dampaknya sampe kesana," jelasnya.
"Saya melihat, akibat pertambagan di Konawe Utara, dua wisata andalan yakni Pulau Labengki dan Pulau Sambori yang di kenal luar biasa terancam kedepannya," tungkasnya.
Baca juga: Ali Mazi Perkenalkan Kery ke Pengurus Sebut The Next Gubernur Sultra saat Rakorwil Partai NasDem
Habib Nadjar Buduha menuturkan, mungkin semua sudah terlambat, tapi ia tekankan jangan sampai terus dibiarkan seperti itu.
"Harus ada upaya bersama baik Instansi pemerintah, maupun rekan-rekan penambang agar tak egois melakukan hal tersebut karena merusak ekosistem," ungkapnya.
Ia berharap walaupun secara regulasi para penambang mempunyai ijin tapi beri moralitas terhadap ekosistem.
Ketua Bidang Marine Naturevolution Indonesia itu juga menjelaskan, bahwa ketika semua paham dan mengerti akan masa depan generasi, itu semua bisa di hindari.
Katanya, harusnya para penambang memahami dan membuat pembatas seperti tembok, agar material dari hasil olahan mereka berada di luar tembok dan tidak jatuh ke laut.

Sehingga tanah dan sedimen tidak langsung ke laut, "kalaupun sudah bikin temboknya dan masih ada yang keluar itu sudah menjadi resiko. Akan tetapi tidak terlalu terdampak seperti saat ini,".
"Kalau saya tidak salah undang- undang pertambangan itu ditegaskan, tetapi kita lihat saat ini, itu tidak kita temukan perusahaan yang membuat," imbuhnya.
Ia juga mengatakan saat ini pembangunan jeti juga sangat tidak karuan, hanya mengunakan batu dan ditimbun tanah di atas.
"Nah tanah timbunan itulah yang akan kembali jatuh ke laut. Akibatnya laut kita rusak dan terumbuh karang kita mati," tambahnya.
Ia bergumam, kalau ini terus dibiarkan, maka secara tidak langsung kita sedang membunuh masa depan generasi kita.
Baca juga: Kades Mandiodo Konut Dituding Kerap Terima Upeti Perusahaan Tambang, Kejari Konawe Diminta Telusuri
"Sekarang mungkin belum terlalu terasa, tetapi nelayan sudah merasakan itu, tempat cari ikan makin jauh, mancing juga makin jauh, terumbuh karang juga mati karena ekosistem dilaut sudah rusak," bebernya.
Ia mengajak seluruh stakeholder agar memikirkan bagimana 10-20 tahun ke depan, sama halnya sedang membuatkan musibah masa depan untuk generasi kita.
Ia berharap besar siapapun baik penambang, dan semua stakeholder yang terlibat, ia meminta moralitas dan tidak memikirkan diri sendiri saja.
"Jangan hanya memikirkan menambang dan mendapatkan hasil yang berlimpah, tetapi punyalah moralitas juga untuk memikirkan masyarakat dan generasi kita kedepan, masa kita mau sisakan bencana ke mereka nantinya," harapnya.
Ia juga inginkan, Pemda Konut mengatur para penambang untuk membuat tembok pembatas agar pencemaran dan kerusakan terumbuh karang tidak bertambah.
"Dengan cara seperti itu masih ada kesempatan untuk memperbaiki kerusakan, dan mungkin juga teman-teman penambang bisa berkolaborasi untuk traspaltasi kembali tempat terumbu karang yang rusak,"tutupnya.
(TribunnewsSultra.com/Bima Saputra Lotunani)