Sosok Mahasiswa Palsukan Tanda Tangan Gugatan IKN yang Dibongkar Hakim Mahkamah Konstitusi

Sosok mahasiswa palsukan tanda tangan gugatan pengangkatan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) yang dibongkar Hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Penulis: Risno Mawandili | Editor: Aqsa
Tangkapan layar YouTube Mahkamah Konstitusi RI
Sosok mahasiswa palsukan tanda tangan gugatan pengangkatan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) yang dibongkar Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Dugaan pemalsuan tanda tangan itu terungkap dalam sidang lanjutan uji materiil yang digelar oleh MK pada Rabu (13/07/2022) lalu. 

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung atau FH Unila tersebut yakni:

1. M Yuhiqqul Haqqa Gunadi

2. Hurriyah Ainaa Mardiyah

3. Ackas Depry Aryando

4. Rafi Muhammad

5. Dea Karisna

6. Nanda Trisua Hardianto

Dalam sidang yang berlangsung pada 27 Juni 2022 lalu, para pemohon mendalilkan sebagian frasa dan kata dalam Pasal 5 ayat (4), Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 13 ayat (1) UU IKN bertentangan dengan UUD 1945.

Menurut para pemohon dikutip TribunnewsSultra.com dari mkri.id, pasal-pasal tersebut telah menciderai demokrasi dan tidak menghargai reformasi sebagai sejarah bangsa.

Menimbulkan kerugian nyata bagi para pemohon khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya yang pada dasarnya memiliki hak politik, hak ikut serta dalam pemerintahan dan hak untuk memilih/ dipilih.

Menurut para pemohon, penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan partisipasi rakyat.

Dalam pengambilan kebijakan dan pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat dan kepala daerah secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil.

Asas demokrasi menjamin semua warga negara memiliki hak yang setara untuk menentukan keputusan yang diambil dalam pengambilan keputusan untuk keberlangsungan hidup masing-masing warga negara.

Para pemohon beranggapan, masyarakat atau warga negara secara bebas harus dapat menentukan sendiri pilihan mereka.

Terhadap wakil rakyat dan kepala daerah yang akan memimpin mereka dan berpartisipasi aktif baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan atas pengambilan kebijakan pemerintah.

Dengan adanya Pasal 9 ayat (1) dalam UU IKN, hal tersebut mematikan asas demokrasi rakyat untuk berpartisipasi langsung dalam memilih kepala daerahnya sendiri yang kemudian bertentangan dengan Pasal 18 ayat (3) UUD 1945.

Untuk itu, dalam petitumnya, para pemohon meminta agar Mahkamah membatalkan keberlakuan pasal-pasal tersebut dan menyatakan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945.(*)

(TribunnewsSultra.com/Risno Mawandili)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved