Sosok Mahasiswa Palsukan Tanda Tangan Gugatan IKN yang Dibongkar Hakim Mahkamah Konstitusi

Sosok mahasiswa palsukan tanda tangan gugatan pengangkatan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) yang dibongkar Hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Penulis: Risno Mawandili | Editor: Aqsa
Tangkapan layar YouTube Mahkamah Konstitusi RI
Sosok mahasiswa palsukan tanda tangan gugatan pengangkatan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) yang dibongkar Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Dugaan pemalsuan tanda tangan itu terungkap dalam sidang lanjutan uji materiil yang digelar oleh MK pada Rabu (13/07/2022) lalu. 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Sosok mahasiswa palsukan tanda tangan gugatan pengangkatan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) yang dibongkar Hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Dugaan pemalsuan tanda tangan itu terungkap dalam sidang lanjutan uji materiil yang digelar oleh MK pada Rabu (13/07/2022) lalu.

Pada Jumat (15/07/2022), tindakan mahasiswa palsukan tanda tangan gugatan itupun ramai menjadi sorotan di media sosial (medsos).

Bahkan, tagar #mahasiswa yang beberapa di antaranya mengenai artikel pemalsuan tanda tangan itu menjadi trending Twitter.

Uji materiil terkait aturan pengangkatan Kepala Otorita IKN sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara atau UU IKN.

Baca juga: Karir Mentereng Debby Kurniawan Sosok Anggota DPR RI Partai Demokrat, Anak Bupati Lamongan 2010-2021

Gugatan diajukan 6 sosok mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lampung atau FH Unila.

Sosok para pemohon tersebut yakni M Yuhiqqul Haqqa Gunadi (Pemohon I), Hurriyah Ainaa Mardiyah (Pemohon II), dan Ackas Depry Aryando (Pemohon III).

Selain itu, Rafi Muhammad (Pemohon IV), Dea Karisna (Pemohon V), dan Nanda Trisua Hardianto (Pemohon VI).

Terbongkarnya pemalsuan tanda tangan gugatan oleh Hakim MK tersebut terjadi pada sidang kedua Perkara Nomor 66/PUU-XX/2022 yang digelar pada Rabu (13/7/2022).

Dikutip TribunnewsSultra.com dari laman resmi MK, www.mkri.id, sidang uji materiil aturan pengangkatan Kepala Otorita IKN tersebut seharusnya beragendakan perbaikan permohonan.

Tetapi, panel hakim MK yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat justru menemukan kejanggalan tanda tangan pemohon pada perbaikan permohonan.

Arief didampingi oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P Foekh.

“Ada beberapa hal yang perlu saya minta konfirmasi. Ini Saudara tanda tangannya betul atau tanda tangan palsu ini?,” tanya Arief kepad pemohon yang mengikuti sidang lanjutan secara online.

“Kalau kita lihat, tanda tangan ini mencurigakan, bukan tanda tangan asli dari Para Pemohon,” ujar Arief menambahkan.

Awalnya, para pemohon yang merupakan mahasiswa FH Unila bersikukuh bahwa tanda tangan mereka tersebut asli.

Mereka menegaskan kalau tanda tangannya tersebut berupa tanda tangan digital.

Menanggapi jawaban pemohon, Arief menekankan akan memproses terkait tanda tangan palsu tersebut kepada pihak kepolisian.

“Coba kita lihat di KTP Dea Karisna, tanda tangannya beda antara di KTP dan di permohonan. Gimana ini Dea Karisna? Mana Dea Karisna?,” jelas Arief.

Arief pun mempertanyakan tanda tangan sejumlah pemohon lainnya yang juga berbeda.

“Terus kemudian, tanda tangan Nanda Trisua juga beda. Ini jangan bermain main, lho. Rafi juga beda. Kemudian tanda tanga Ackas ini beda sekali, juga Hurriyah,” ujarnya.

Baca juga: Sosok Istri Ferdy Sambo Sebenarnya, Nama Lengkap, Gelar Pendidikan, Perilakunya yang Baik Terungkap

Diapun menegaskan tindakan pemalsuan tanda tangan itu bisa dilaporkan ke pihak kepolisian.

“Ini bisa dilaporkan ke polisi, kena pidana, bermain main di instansi yang resmi. Beda semua antara KTP dengan permohonan,” kata Arief.

Akui Tanda Tangan Palsu

Dicecar pertanyaan oleh hakim MK, Hurriyah Ainaa Mardiyah, salah seorang pemohon pun menjelaskan ihwal tanda tangan rekan-rekannya.

Dia menyebut bahwa dari enam pemohon, sebanyak dua pemohon tidak menandatangani perbaikan permohonan tersebut.

Atas hal tersebut, diapun meminta maaf kepada Panel Hakim MK.

“Baik Yang Mulia, izin menjawab. Sebelumnya mohon maaf, karena tidak semuanya tanda tangan sama dengan yang ada di KTP,” jelasnya.

“Tanda tangan Dea Karisna dan Nanda Trisua itu memang sebenarnya sudah dengan atas kesepakatan dari yang bersangkutan,” ujarnya menambahkan.

Dia berdalih dua mahasiswi tersebut tidak berada bersama pemohon lainnya saat perbaikan permohonan uji materiil tersebut.

“Karena yang bersangkutan tidak sedang berada bersama kami saat perbaikan permohonan tersebut. Begitu, Yang Mulia,” kata Hurriyah.

Suasana sidang lanjutan uji materiil aturan pengangkatan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (13/07/2022) lalu. Dalam sidang ini, Hakim MK membongkar pemalsuan tanda tangan pemohon pada perbaikan permohonan yang diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Lampung atau FH Unila.
Suasana sidang lanjutan uji materiil aturan pengangkatan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (13/07/2022) lalu. Dalam sidang ini, Hakim MK membongkar pemalsuan tanda tangan pemohon pada perbaikan permohonan yang diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Lampung atau FH Unila. (Tangkapan layar YouTube Mahkamah Konstitusi RI)

Mahasiswa Cabut Permohonan

Setelah mempertimbangkan lebih jauh, Panel Hakim MK memberikan pilihan pemohon agar mereka mencabut permohonan.

“Kemudian kalau Saudara akan mengajukan permohonan kembali, silakan mengajukan permohonan dengan tanda tangan yang asli, atau yang memalsukan dan yang dipalsukan kita urus ke kepolisian,” kata Arief.

“Bagaimana? Yang Saudara mau? Jadi Anda itu mahasiswa harus tahu persis, apalagi Mahasiswa Fakultas Hukum. Anda itu berhadapan dengan lembaga negara,” jelasnya menambahkan.

Menurut Arief, tindakan mahasiswa palsukan tanda tangan tersebut tidak pantas dilakukan, apalagi kepada lembaga negara.

“Ini Mahkamah Konstitusi itu lembaga negara. Anda memalsukan tanda tangan, ini perbuatan yang tidak bisa ditolerir,” ujar Arief.

“Itu sesuatu hal yang tidak sepantasnya dilakukan oleh mahasiswa fakultas hukum karena itu merupakan pelanggaran hukum,” lanjutnya.

Diapun memberikan opsi kepada para pemohon untuk mencabut permohonannya.

“Bagaimana? Kalau kita bertiga sepakat ini Anda cabut, nanti Anda kalau mau mengajukan lagi, silakan mengajukan lagi,” kata Arief.

Para pemohon selanjutnya menyatakan siap untuk mencabut permohonan tersebut.

Baca juga: Nasib Malang Jessica Iskandar Sampai Drop dan Menangis ‘Ini Uang Buat Masa Depan El dan Baby Don’

Selanjutnya, Panel Hakim MK meminta para pemohon secara resmi mencabut permohonan di depan persidangan dan mengajukan surat resmi untuk mencabut permohonan.

Para mahasiswa FH Unila yang mengajukan uji materiil itupun mencabut permohonannya sekaligus meminta maaf.

“Baik, Yang Mulia. Maka dengan ini, kami mohon maaf atas kesalahan kami dan kelalaian kami,” jelas Hurriyah selaku juru bicara (jubir) para pemohon.

“Kami akan mencabut permohonan kami. Perkara Nomor 66/PUU-XX/2022 pada Rabu 13 Juli 2022,” ujarnya menambahkan.

Sosok Mahasiswa Pemohon

Berikut sosok 6 mahasiswa pemohon uji materiil terkait aturan pengangkatan kepala otorita IKN sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara atau IKN tersebut.

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung atau FH Unila tersebut yakni:

1. M Yuhiqqul Haqqa Gunadi

2. Hurriyah Ainaa Mardiyah

3. Ackas Depry Aryando

4. Rafi Muhammad

5. Dea Karisna

6. Nanda Trisua Hardianto

Dalam sidang yang berlangsung pada 27 Juni 2022 lalu, para pemohon mendalilkan sebagian frasa dan kata dalam Pasal 5 ayat (4), Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 13 ayat (1) UU IKN bertentangan dengan UUD 1945.

Menurut para pemohon dikutip TribunnewsSultra.com dari mkri.id, pasal-pasal tersebut telah menciderai demokrasi dan tidak menghargai reformasi sebagai sejarah bangsa.

Menimbulkan kerugian nyata bagi para pemohon khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya yang pada dasarnya memiliki hak politik, hak ikut serta dalam pemerintahan dan hak untuk memilih/ dipilih.

Menurut para pemohon, penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan partisipasi rakyat.

Dalam pengambilan kebijakan dan pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat dan kepala daerah secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil.

Asas demokrasi menjamin semua warga negara memiliki hak yang setara untuk menentukan keputusan yang diambil dalam pengambilan keputusan untuk keberlangsungan hidup masing-masing warga negara.

Para pemohon beranggapan, masyarakat atau warga negara secara bebas harus dapat menentukan sendiri pilihan mereka.

Terhadap wakil rakyat dan kepala daerah yang akan memimpin mereka dan berpartisipasi aktif baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan atas pengambilan kebijakan pemerintah.

Dengan adanya Pasal 9 ayat (1) dalam UU IKN, hal tersebut mematikan asas demokrasi rakyat untuk berpartisipasi langsung dalam memilih kepala daerahnya sendiri yang kemudian bertentangan dengan Pasal 18 ayat (3) UUD 1945.

Untuk itu, dalam petitumnya, para pemohon meminta agar Mahkamah membatalkan keberlakuan pasal-pasal tersebut dan menyatakan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945.(*)

(TribunnewsSultra.com/Risno Mawandili)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved