Bea Cukai Kendari Jelaskan 2 Penyebab Harga Rokok Naik

Bea Cukai Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) menjelaskan penyebab harga rokok di Indonesia mengalami kenaikan.

Penulis: Muh Ridwan Kadir | Editor: Risno Mawandili
Muhammad Ridwan Kadir/Tribunnewssultra.com
Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Bea Cukai Kendari, Affinutha 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM,KENDARI - Bea Cukai Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) menjelaskan penyebab mengapa harga rokok naik.

Menurut Bea Cukai Kendari, penyebab harga rokok naik kerana dua hal utama.

Yaitu untuk mengurangi konsumsi rokok dan menjaga kesehatan masyarakat Indonesia.

Harga rokok di Indonesia baru saja mengalami kenaikan signifikan seiring kenaikan cukai hasil tembakau.

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) di bulan Maret 2021, konsumsi rokok merupakan pengeluaran kedua tertinggi masyarakat miskin di perkotaan dan perdesaan setelah konsumsi beras.

Kepala Seksi Kepatuhan Internal Dan Penyuluhan Bea Cukai Kendari, Affinutha mengatakan dilihat dari total pengeluaran, konsumsi rokok mencapai 11,9 persen di perkotaan dan 11,24 persen di perdesaan.

"Angka tersebut hanya lebih rendah dari konsumsi beras dan bahkan lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk protein seperti daging, telur, tempe, serta ikan," bebernya di temudi di Kendari, Senin (27/12/2021).

Baca juga: Harga Rokok Naik Januari 2022, SIMAK Berikut Harga Rokok Tiap Negara di Dunia

Selain itu, menurut Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia, 1 persen peningkatan pengeluaran untuk rokok juga meningkatkan kemungkinan rumah tangga menjadi miskin sebesar 6 persen.

Menurutnya, kerugian akibat konsumsi rokok juga merambat ke perekonomian dan keuangan negara.

Di samping menimbulkan kerugian jangka panjang bagi perekonomian, rokok juga berdampak langsung pada kenaikan biaya kesehatan.

"Menurut kajian Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) di tahun 2021, biaya kesehatan akibat merokok tercatat sebesar Rp17,9-27,7 triliun setahun," tuturnya.

Lebih dari total biaya ini, terdapat Rp10,5 sampai Rp15,6 triliun yang merupakan biaya perawatan yang dikeluarkan BPJS Kesehatan karena seseorang sakit akibat asap rokok.

Biaya tersebut setara dengan 20-30 persen dari besaran subsidi Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per tahun sebesar Rp48,8 triliun yang dikeluarkan oleh APBN.

Ia mengatakan, pemerintah berkomitmen terus menekan konsumsi rokok, khususnya pada anak- anak.

"Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020- 2024, Pemerintah menargetkan prevalensi merokok anak Indonesia usia 10-18 tahun turun minimal menjadi 8,7 persen di tahun 202,"ungkapnya.

Baca juga: Harga Rokok Naik Lagi Mulai 1 Januari 2022, Tertinggi Rp40 Ribu Masih Rendah Dari Malaysia

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved