Penyebab Erupsi Gunung Semeru Menurut Pakar Vulkanologi: Ternyata Bukan dari Perut Bumi

Pakar Vulkanologi, Surono, menjelaskan penyebab sebenarnya apa yang membuat erupsi Gunung Semeru.

Penulis: Ifa Nabila | Editor: Ifa Nabila
YouTube KOMPASTV
Rumah warga Lumajang, Jawa Timur, tertimbun material abu vulkanik dari erupsi Gunung Semeru. 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Gunung Semeru di Jawa Timur mengalami erupsi pada Sabtu (4/12/2021).

Penyebab erupsi Gunung Semeru ternyata berbeda dengan erupsi gunung-gunung lain di Indonesia.

Erupsi Gunung Semeru tidak ada suara gemuruh sebagai pertanda akan meletus.

Dikutip TribunnewsSulta.com dari YouTube tvOneNews, Pakar Vulkanologi, Surono, menjelaskan penyebabnya.

Baca juga: Anak Perjalanan Pulang Kampung saat Gunung Semeru Erupsi, Kini Menangis di Hadapan Jenazah Ibu

"Kalau misal letusannya material yang disemburkan dari dalam perut Gunung Semeru sebelum letusan, pasti ada gemuruh," ungkap Surono.

Ternyata, material yang turun dari Gunung Semeru adalah material yang diproduksi harian sehingga menumpuk menjadi kubah lava.

"Ini kan cuma gundukan lava yang sudah sebagian membeku menjadi batu," lanjutnya.

Sedangkan kubah lava tersebut masih mengandung gas yang bisa menimbulkan suhu panas.

Baca juga: Bertambah Jadi 14 Orang, Berikut Daftar Korban Jiwa Bencana Erupsi Gunung Semeru

"Sebagian masih cair dan banyak gas tentunya di dalam gundukan itu longsor," tuturnya.

Surono menyimpulkan, erupsi Gunung Semeru tak ada kaitannya dengan aktivitas perut bumi seperti letusan gunung pada umumnya.

Adanya hujan pun memicu longsornya material dan juga mengaktivasi panas di dalamnya.

"Jadi tidak ada kaitannya dengan perut Gunung Api Semeru secara langsung."

"Ini sudah ditumpuk sekian lama. Karena sudah semakin besar volumenya, dan hujan salah satu trigger terjadinya guguran tadi," paparnya.

Baca juga: Detik-detik Warga Terhempas Lava Erupsi Gunung Semeru: Saya sampai Merangkak karena Napas Sesak

"Jadi bukan sesuatu yang disemburkan dari dalam perut bumi," sambungnya.

Jika letusan dari perut bumi disebut awan panas letusan, untuk erupsi Gunung Semeru ini disebut awan panas guguran.

"Makanya disebut awan panas guguran, karena terproduksi dari luberan lava yang gugur atau longsor."

"Tapi kalau dia keluar meledak tinggi sekali dari suatu letusan dari perut gunung api, biasanya disebut awan panas letusan," jelas Surono.

Meski penyebab erupsi berbeda, namun awan panas guguran juga mengandung hawa panas cukup tinggi dan bergerak cepat.

"Tapi sama-sama panas dan dia bergerak sangat cepat tergantung dari kecuraman lereng, paling tidak bisa sampai 200 kilometer per jam," kata Surono.

Walaupun tidak sepanas awan letusan, awan guguran bisa mecapai suhu 400 derajat celcius yang nantinya bisa menurun menjadi 200 hingga 100 derajat celcius.

Jika terkena air pun masih sangat membahayakan karena timbul letupan-letupan.

Sampai Merangkak karena Napas Sesak

Berbagai kisah pilu muncul dari para korban erupsi Gunung Semeru.

Di antaranya seorang warga bernama Buari yang kini menjadi Satgas Gunung Semeru membantu warga lain yang terdampak.

Baca juga: Rumah Warga Rusak Terdampak Erupsi Gunung Semeru, Kepala BNPB Janji: Kami akan Bangun Kembali

Dikutip TribunnewsSultra.com dari unggahan YouTube KOMPASTV, Buari adalah warga Desa Sumberwuluh yang letaknya hanya 4 kilometer dari Gunung Semeru.

Warga dua dusun tempat Buari tinggal belum sempat menyelamatkan semua barang yang ada di rumah.

Tampak pakaian yang dijemur, sepeda motor yang terparkir, hingga mainan anak masih berada di luar rumah tertutup debu vulkanik.

Baca juga: Gubernur Jatim Khofifah Tinjau Lokasi Terdampak Erupsi Gunung Semeru: Jangan Remehkan Fenomena Alam

Bahkan, tembok hingga keramik sudah terutup warna abu-abu.

Buari menyebut, dua dusun itu kini disterilkan sampai waktu yang belum ditentukan.

"Pertama, itu kan takut ada susulan. Yang kedua, barang-barang warga masih ada di dalam rumah. Jadi, takutnya ada orang yang jauh masuk ke sini," ungkap Buari.

Buari menceritakan, detik-detik erupsi Gunung Semeru terjadi, dirinya sedang bekerja.

Baca juga: Bertambah, Korban Jiwa Erupsi Gunung Semeru Jadi 13 Orang, 2 Berhasil Diidentifikasi

"Saat itu saya kerja di Curakoban, di situ tiba-tiba ada asap yang tinggi sekali, hitam," ujarnya.

Ia langsung berlari menuju rumahnya hingga sempat terhempas lava sampai merangkak.

"Di situ saya sudah terhempas oleh lava."

"Jadi saya pulang, ke tempat saya itu berlari sampai merangkak juga, karena napas sesak," paparnya.

Sesampainya di rumah, ternyata tempat tinggalnya sudah hancur dan keluarga sudah dievakuasi.

"Setelah sampai di rumah, rumah sudah hancur dan keluarga pun enggak ada di rumah saat itu
Tahunya sudah dievakuasi," tuturnya.

Baca juga: UPDATE Korban Erupsi Gunung Semeru, 1 Warga Tewas, 2 Orang Hilang, 300 KK Mengungsi

"Alhamdulilah (keluarga) selamat."

"(Barang berharga) masih (di rumah). Semua milik warga belum dievakuasi," sambungnya.

Ia menegaskan, peristiwa meletusnya gunung itu begitu cepat sehingga tak ada waktu untuk menyelamatkan harta benda.

"Tidak bisa, terlalu cepat," ucapnya.

Dikutip TribunnewsSultra.com dari Kompas.com, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang mencatat, ada 2.970 rumah rusak akibat erupsi Gunung Semeru.

Selain itu, 13 fasilitas umum berupa jembatan, sarana pendidikan, dan tempat ibadah, juga mengalami kerusakan.

Hingga Minggu (5/12/2021) malam, tercatat 14 orang warga meninggal dunia dan 69 warga luka-luka.

Adapun korban luka tersebut dirawat di beberapa puskesmas dan rumah sakit di Lumajang.

(TribunnewsSultra.com/ Ifa Nabila) (Kompas.com)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved