Berita Sulawesi Tenggara

Ketua DEMA IAIN Kendari Sebut Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 Masih Ada Kekurangan

Namun, Buyung tak menampik soal kontra dalam Permendibud itu dirasanya beberapa diksi kalimat memang harus lebih terdengar pro ditelingah masyarkat.

Penulis: Mukhtar Kamal | Editor: Muhammad Israjab
Istimewa
Ketua DEMA IAIN Kendari, Buyung Muh Rantau 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Permendikbud Ristek nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi menuai pro dan kontra.

Permendikbud Ristek nomor 30 Tahun 2021 tersebut bakal menjadi landasan hukum bagi petinggi perguruan tinggi dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Menanggapi Permendikbud Ristek nomor 30 Tahun 2021, Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) IAIN Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara, Buyung Muh Rantau beri dukungan.

Kata Buyung sapaan akrabnya, kiranya agar semua pihak dapat mengkaji dengan baik Permendikbud Ristek nomor 30 Tahun 2021 itu.

Baca juga: Hari Ini Dilantik Jokowi Jadi Panglima TNI, Simak Jejak Karier Militer Jenderal TNI Andika Perkasa

Namun, Buyung tak menampik soal kontra dalam Permendibud itu dirasanya beberapa diksi kalimat memang harus lebih terdengar pro ditelingah masyarkat.

"Sekarang ini marak diperbincangan dan menuai perdebatan dari beberapa kalangan, artinya tidak sepenuhnya permendikbud ini bisa langsung diterima dan dipakai sebagai peraturan," katanya, Rabu (17/11/2021).

Terlebih beberapa penjelasan didalamnya memang dapat menjadi pemicu timbulnya kritikan.

Presiden Mahasiswa kampus yang sedang mencanangkan berpindahan nama universitas ini juga merasa UU Permendikbud nomor 30 tahun 2021 itu dapat menjadi payung hukum bagi mahasiswi yang mengalami tindakan tak senonoh dari birokrasi kampus.

Baca juga: Sara Wijayanto Dituduh Bikin Konten Panggil Arwah Vanessa Angel, Demian Aditya Ambil Jalur Hukum

"Terus terang saya informasikan bahwa di kampus saat ini pun sangat rentan terhadap kasus-kasus pelecehan seksual dan sampai hari ini birokrat dan juga pemerintah belum mengeluarkan antivirus terhadap pelaku kejahatan seperti itu untuk membuat efek jeranya," jelasnya.

Sehingga atas hal itu, Buyung menerangkan banyak mahasiswi yang mengalami tidakan kekerasan seksual tak berani speak up.

"Mungkin saat ini banyak mahasiswi takut terhadap dosen yang melakukan itu, akan tetapi kalau dibiarkan seperti itu maka akan menjamur pelaku kejahatan seksual," terangnya.

"Lebih konyolnya lagi instansi yang tau akan hal itu tutup mata dan telinga apabila mengetahui hal seperti itu di kampus untuk menutup soal citra kampus," tuturnya menambahkan.

Ia juga turut menyarankan kepada pemerintah seharusnya lebih memperhatikan aspek penyebab barulah mengeluarkan hukum atau sanksi yang dapat dikenakan pelaku.

Baca juga: 8 Siswa SD Dipaksa Turun Kelas, Diduga karena Orangtua Tak Pilih Suami Kepala Sekolah Jadi Kades

"Pihak birokrasi harus paham dan tegas bahwa bangsa kita adalah bangsa yang beradab, harusnya ada tindak nyata untuk membunuh para virus-virus pelecehan seksual ini," tegasnya.

Ketua BEM kampus negeri berbasis Islam di Kota Kendari itu mengatakan Permendibud No 30/2021 itu sangat perlu, namun mesti dipertegas aturan yang jelas kepada para pelaku.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved