Opini
Opini: Perayaan Kemerdekaan dan Cengkraman Asing
Perjuangan mengisi kemerdekaan dengan pembangunan. Menata suasana negara dengan keadilan, kesejahteraan, kemakmuran serta keberkahan dari sang Kuasa.
Asing juga telah menguasai sektor tanah, dan air. Sektor perkebunan, data yang di lansir oleh Sawit Watch menyebutkan sekitar 50% dari luas areal perkebunan sawit di Indonesia, 7,8 juta hektar berada di tangan asing.
Dan pada sektor pertambangan sekira 75 persen juga dalam gurita asing. Tidak berhenti di situ, asing juga menguasai sektor kakao Indonesia.
Produksi kakao Indonesia yang mencapai 700 ribu ton pertahun, sebanyak 75 persen pabrik pengolahannya adalah perusahaan multinasional. Pada sektor saham, cengkraman asing juga amat tinggi.
Menurut data Indonesian Stock Xchange, sekitar 64,3 persen saham dikuasai oleh investor asing. Sektor infrastruktur Indonesia pun tidak ketinggalan dari keganasan asing. Bahkan telah disapu bersih oleh korporasi Tiongkok.
Lebih dari itu, asing juga telah menguasai 16 pulau Indonesia. Hal ini di dinyatakan oleh Pusat Data dan Informasi KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan) bahwa sebanyak 16 pulau yang dikuasai asing dan tidak bisa diakses tanpa izin di DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat.
Di tambah dengan gelagat paradoks pemimpin yang melakukan korupsi mencapai kerugian negara triliunan rupiah.
Kemudian beralih pada keadaan lautan Indonesia yang sangat luas, terhitung 3.554.743,9 km persegi dan dengan garis pantai terpanjang di dunia.
Namun ironi dan menyedihkan negeri ini harus mendatangkan garam dari Australia. Daratan yang terbentang luas dan subur tetapi kebutuhan beras pun masih juga bergantung pada impor.
Pada fenomena sosial, berbagai kegaduhan terjadi, yang tidak kunjung menemui jalan terpecahkan. Bahkan semakin meruncing. Kasus separatisme, disintegrasi, radikalisme, penyalahgunaan narkoba, dan lain-lain.
Dari deretan kondisi tersebut, lalu muncul narasi-narasi dengan nada tegas bahwa para pemimpin negeri ini telah mengisi kemerdekaan dengan baik. Adalah naif gelagat tersebut.
Umur 76 tahun Indonesia seharusnya semakin menunjukan cahaya harapan kemajuan yang gradual. Namun kenyataan menunjukan sebaliknya.
Mungkin harus berkaca kembali pada misi leluhur bangsa ini. Seakan-akan ada yang keliru dalam penataan sistem bernegara.
Sebab merdeka bukan semata terlepas dari penjajahan fisik, namun pembangunan yang adil, rakyat berkecukupan ekonomi, terpenuhi hak-haknya sebagai warga negara, jauh dari hegemoni asing, serta keberkahan dari Tuhan.
Untuk menciptakan kemerdekaan hakiki, sebuah keharusan adanya kekuatan semangat besar dan persatuan memperjuangkan cita-cita bangsa, kesadaran yang amat mendalam terhadap persoalan bangsa ini.
Selebihnya upaya solusi permasalahan yanga ada harus menerpa pemikiran setiap individu dan masyarakat atau minimal para penggerak perubahan secara mengakar.
Tujuannya menggariskan rel yang lurus dalam pembangunan dan jauh dari pencari kenikmatan semata.
Sehingga pada momen besar selain kemerdekaan bukan menjadi seruan slogan merdeka semata. Tetapi penanjakan kelas kebangkitan menuju kemajuan bangsa. (*)