PPKM Mikro

PPKM Mikro Batasi Ibadah di Masjid, PWNU Sultra: Ibadah Urusan Hati, Tak Boleh Jadi Mudarat

Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sultra, KH Muslim, mengatakan, kebijakan pemerintah menutup sementara tempat ibadah itu sudah tepat.

Penulis: Risno Mawandili | Editor: Laode Ari
Dokumen TribunnewsSultra.com
Ketua PWNU Sultra KH Mursalim 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM,KENDARI- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) resmi menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro. 

Pemprov Sultra terapkan PPKM Mikro pada 15 kabupaten dan 2 kota madya, terhitung 6-20 Juli 2021. 

Berdasarkan instruksi Gubernur Sultra Ali Mazi, terdapat 11 aturan dan pembatasan dalam menerapkan PPKM Mikro

Salah satu poinnya, membatasi kegiatan keagamaan di rumah ibadah. Bahkan aturan itu mengatur agar tempat ibadah ditutup selama berlaku PPKM Mikro.  

Baca juga: Selama PPKM Mikro Berlaku, Warga yang Masuk ke Sulawesi Tenggara Wajib Test Swab PCR

Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama atau PWNU Sultra, KH. Muslim, mengatakan, kebijakan pemerintah menutup sementara tempat ibadah itu sudah tepat.

"Namanya kebijakan pemerintah, apa lagi menyangkut kebijakan untuk kemaslahatan umat, tidak dianggap  pelangaran yang menjerumuskan kedalam kehinaan, itu kita patuhi," ujarnya lewat panggilan telepon, Rabu (7/7/2021). 

Ia menjelaskan, ibadah merupakan urusan hati dengan Tuhan.  

Dalam hal mengamalkan ibadah, tak boleh membawa mudarat. 

"Yang namanya ibadah itu persolan hati, dan tidak boleh membawa mudarat. Mudah-mudahan Allah SWT mendengarkan kita, sehingga wabah Covid-19 ini segera berlalu," tuturnya.  

Ketua PWNU Sultra itu, menjelaskan, ibadah tak boleh dilarang dan tak bisa dilarang.  

Tetapi ibadah dapat diatur tata cara mendirikan dan melaksakannya.  

"Persoalan ibadah, sekarang ada yang mengatakan bahwa kenapa ibadah harus ditiadakan. Sebenarnya ibadah itu bukan ditiadakan, tapi diatur tatacaranya," terang Muslim. 

Ia menegaskan, Tuhan telah memberi kebebasan kepada manusia untuk berikhtiar. 

Salah satu ikhtiar tersebut adalah menghindari wabah.  

"Karena manusia itu diberikan kebebasan untuk beriktiar. Salah satunya adalah mengindarkan diri dari wabah, dari mudarat," tegasnya. 

Bukan saja wabah, ibadah boleh ditangguhkan jika disaat yang bersamaan ada angin topan atau bahaya lainya.

Baca juga: PPKM Mikro Kendari, Syarat Perjalanan Pesawat, Laut, Darat Diperketat di Kota Kendari, Swab PCR

KH Muslim mengatakan, jika suatu kondisi menyebabkan kemaslahatan dan mengancam jiwa, maka boleh melakukan shalat tathawwu. 

Dimana mendirikan salat dalam kondisi genting yang mengancam jiwa. 

KH Muslim mencontohkan yang dilakukan Muhammad SAW saat masa perang. 

Ketika itu didirikan salat berjamaah secara bergantian. 

"Dulu zaman nabi salatnya ada bergiliran. Ada yang rukuk, sujud, berdiri, disaat bersamaan," paparnya. 

Kalau dalam kondisi wabah saat ini, menurutnya tidak ada alasan tak menggelar salat berjamaah. 

Pasalnya salat bisa dilakukan di rumah masing-masing dengan sanak saudara. 

"Kemudian Idul Adha nanti, kalau ada keinginan berjamaah, boleh dilakukan. Caranya berjamaah di rumah, dengan sanak saudara.  Kan sudah ada petunjuknya," terang KH Muslim. 

Ia mengingatkan, saat ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat. 

Terlebih menyebar isu, membandingkan Tuhan dengan Covid-19 di mata umat. 

"Tidak boleh kita bentur-benturkaan, soal kenapa takut dengan virus corona tetapi tidak takut dengan Allah SWT. Itu tidak benar, karena ibadah itu tak mungkin bisa dilarang," tegasnya. 

Baca juga: Lonjakan Covid-19 Terapkan PPKM, Anggaran Pemkot Kendari Sisa Rp10 Miliar: Fokus Penuhi Obat Pasien

Ia menambahkan, jika memang ada yang ingin tetap berjamaah di masjid, maka lakukan tanpa menimbulkan mudarat. 

"Tetapi kalau yang semangat berjamaahnya tinggi, silahkan laksakan, asalkan tidak mendatangkan mudarat," imbuhnya.

Tanggapan MUI Sultra

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) KH Mursyidin.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) KH Mursyidin. (Dokumentasi TribunnewsSultra.com)

Sementara berlakunya aturan menutup tempat ibadah selama PPKM Mikro di Sultra juga disambut baik dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Tenggara.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sultra, KH Mursyidin, mengapresiasi langkah pemerintah guna menangani wabah virus corona. 

"Apa yang dilakukan pemerintah hari ini merupakan langkah yang baik. Mengingat penularan Covid-19 yang terus meningkat," ujarnya lewat panggilan telepon, Rabu (7/7/2021). 

Tetapi menurut Ketua MUI Sultra itu, pemerintah melalui Satgas Covid-19 Sultra tidak konsisten dengan data yang disajikan. 

KH Mursyidin memandang, data pemetaan penularan Covid-19 di Sultra tak maksimal. 

Pemerintah menyebut jika penularan Covid-19 meningkat, tetapi pemetaan wilayah masih banyak zona hijau. 

"Seharusnya pemerintah lewat Satgas Covid-19 melakukan pemetaan yang luas," jelasnya. 

Ia menegaskan, data yang baik dapat menyadarkan masyarakat untuk patuh. 

Sebaliknya, data yang kabur bikin masyarakat masa bodoh dan lalai menerapkan protokol kesehatan. 

"Masyarakat itu semua sudah tahu jika Covid-19 itu berbahaya, tetapi mengira wilayahnya dalam kondisi baik-baik saja," imbuhnya. 

Terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Kendari, Nahwa Umar, membenarkan jika pemetaan bekum maksimal. 

Ia menjabarkan, saat ini Satgas Covid-19 Kota Kendari belum melakukan traching secara meluas. 

Sejauh ini, warga yang diketahui tertular Covid-19 karena berobat di rumah sakit. 

Atau seseorang yang dengan sadar memeriksakan diri. 

Pemkot Kendari belum jemput bola, melakukan traching secara massal dan terstruktur. 

"Sejauh ini memang traching belum kita lakukan secara meluas. Dalam waktu dekat ini kami bakal mengkaji untuk swab antigen secara massal," ujarnya. (*)

(TribunnewsSultra.com/Risno Mawandili) 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved