Berita Konkep Terkini Hari Ini
Rancangan RTRW Konkep Disusupi Kepentingan Industri Tambang, Ancaman Besar bagi Masyarakat Konkep
Rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) atau Pulau Wawonii, kini kembali dibahas.
Penulis: Amelda Devi Indriyani | Editor: Sitti Nurmalasari
Selain itu, dalam Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi Tenggara, meski di batang tubuh perda tersebut tak ada alokasi ruang untuk tambang, tetapi pada bagian lampiran masih diselundupkan ihwal alokasi ruang untuk tambang.
Terutama bagi perusahaan yang izinnya sudah terlanjur ada sebelum Perda RTRW disahkan.
Dalam rapat yang tidak melibatkan warga pulau itu, mengemuka opsi soal upaya untuk tetap memasukan alokasi ruang bagi sektor pertambangan.
Wilayah-wilayah itu antara lain Kecamatan Wawonii Tenggara dan Kecamatan Wawonii Selatan.
Di dua kecamatan itu, terdapat tiga perusahaan tambang yang izinnya masih aktif, yakni PT Derawan Berjaya Mining, PT Bumi Konawe Mining, dan PT Gema Kreasi Perdana.
Baca juga: Bingung Lihat Janin Nyangkut di Sungai, Anak 13 Tahun di Kolaka Lapor Ayahnya
Baca juga: BI Sultra Minta Antisipasi Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok di Sulawesi Tenggara, Ikan hingga Cabai
Sejarah perlawanan tambang
Secara historis, keberadaan industri tambang di Pulau Wawonii telah mendapat penolakan dari masyarakat.
Terhitung sejak PT Derawan Berjaya Mining yang hendak menambang pasir krom di Desa Polara dan Desa Tondongito, Kecamatan Wawonii Tenggara pada 2007 lalu.
Warga yang khawatir dan terancam keselamatan dan ruang produksinya, kemudian melawan.
Hingga puncaknya, pada Minggu, 8 Maret 2015, warga terpaksa membakar kompleks pabrik serta peralatan perusahaan.
Akibatnya, 14 warga luka-luka akibat represif aparat keamanan dan satu orang mendekam di penjara karena dituduh sebagai pimpinan pembakaran perusahaan PT Derawan Berjaya Mining.
Resistensi warga terhadap tambang tak berhenti di situ.
Sikap ngotot pemerintah yang abai terhadap aspirasi warga, juga terjadi ketika PT Gema Kreasi Perdana (GKP) hendak menambang nikel di Pulau Wawonii.
PT GKP yang membangun jalan tambang ke wilayah konsesi, dengan menerobos lahan-lahan milik warga, memicu konflik yang besar dan berkepanjangan.
Sebanyak 28 warga dikriminalisasi dengan tuduhan mengada-ada, mulai dari perampasan kemerdekaan, ancaman, penganiayaan, hingga pencemaran nama baik.