Lipsus UMP Sultra 2026

Cek Kenaikan UMP 2026 Gunakan Formula Baru, Bocoran Jadwal Pengumuman Upah Minimum Provinsi

Cek kenaikan UMP 2026, bocoran formula besaran upahnya, hingga jadwal pengumuman Upah Minimum Provinsi (UMP) di seluruh Indonesia.

Penulis: Sri Rahayu | Editor: Aqsa
Kolase foto dok Kemenaker, handover
PENETAPAN UMP 2026 - Kolase foto arsip Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli dan ilustrasi kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP). Yassierli mengatakan, proses penetapan UMP 2026 memasuki fase transisi, pemerintah tengah menyusun aturan baru yang menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168 Tahun 2023. 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Cek kenaikan UMP 2026, bocoran formula besaran upahnya, hingga jadwal pengumuman Upah Minimum Provinsi (UMP) di seluruh Indonesia.

Penetapan UMP tahun 2026 dilaksanakan dalam waktu dekat ini, meski pemerintah sebelumnya urung mengumumkannya, pada Jumat (21/11/2025), seiring perubahan regulasi.

Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang menggunakan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker), landasan hukum selanjutnya berbentuk Peraturan Pemerintah (PP).

Dengan perubahan ini, kewajiban pengumuman UMP pada tanggal 21 November setiap tahunnya sebagaimana tercantum dalam PP No 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan tidak berlaku lagi.

Berdasarkan Pasal 1 Permenaker Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025, upah minimum adalah upah bulanan terendah di perusahaan yang ditetapkan oleh gubernur.

Sementara, pemerintah provinsi (pemprov) begitupun pemerintah kabupaten/ kota masih menunggu regulasi baru dari pemerintah pusat.

Untuk menetapkan UMP 2026, begitupun Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK).

Pemprov Sulawesi Tenggara (Sultra) misalnya yang masih menunggu edaran terkait formula penetapan UMP Sultra 2026.

“Kami sedang menunggu formula yang dibuat kementerian,” kata Kepala Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja atau Distransnaker Sultra, Laode Muhammad Ali Haswandy, belum lama ini.

Senada disampaikan Wakil Bupati Konawe, Syamsul Ibrahim, yang sudah menerima usulan dari Dewan Pengupahan daerahnya.

“Kita tetap mengacu regulasi terbaru. Semua sudah ada di situ baik penetapan UMP maupun UMK, itu yang kita tunggu,” jelasnya.

Sementara, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan, proses penetapan UMP 2026 memasuki fase transisi.

Pemerintah tengah menyusun aturan baru yang menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168 Tahun 2023.

Sehingga, jadwal pengumuman UMP yang biasanya dilakukan serentak pada 21 November dipastikan tidak berlaku tahun ini.

“Terkait dengan tanggal, memang kalau ini berupa PP (baru berdasarkan putusan MK), artinya kita tidak terikat dengan tanggal yang ada pada PP 36,” ujarnya, Kamis (20/11/2025).

Baca juga: Penetapan Upah Minimum Provinsi Sulawesi Tenggara 2026, Kenaikan UMP Sultra dari Tahun ke Tahun

“Jadi tidak ada terikat dengan tanggal harus 21 November,” jelasnya menambahkan di Kantor Kemenaker Kementerian Ketenagakerjaan, Setiabudi, Jakarta Selatan.

Besaran UMP

Menaker Yassierli menjelaskan, pemerintah saat ini fokus merumuskan formula baru UMP yang sesuai dengan amanat MK.

Formula tersebut yakni menggunakan pendekatan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, dan produktivitas.

“Kita membaca, kita menelaah dengan cermat, di situ ada amanat terkait dengan bagaimana upah itu mempertimbangkan kebutuhan hidup layak,” ujar menteri asal Padang, Sumatera Barat (Sumbar) ini.

“Sehingga kita membentuk tim untuk merumuskan dan menghitung, mengestimasi kira-kira kebutuhan hidup layak itu berapa,” kata menteri berlatar belakang akademisi tersebut menambahkan.

Formula atau rumus perhitungan dasar UMP selama ini tertuang dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 Perubahan atas PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Aturan ini dipakai untuk merumuskan UMP 2024 dan 2025 yang selanjutnya besaran penetapannya tertuang dalam Permenaker.

Gubernur dalam penetapan UMP lalu menggunakan formula penghitungan UMP 2024 ditambah nilai kenaikan UMP 2025.

Nilai kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5 persen dari UMP 2024, berikut rincian besarannya di 38 provinsi se-Indonesia:

1. Aceh: Rp3.685.616 

2. Sumatera Utara: Rp2.992.559 

3. Sumatera Barat: Rp2.994.193

4. Sumatera Selatan: Rp3.681.571

5. Kepulauan Riau: Rp3.623.654 

6. Riau: Rp3.508.776,22 

7. Lampung: Rp2.893.070 

8. Bengkulu: Rp2.670.039 

9. Jambi: Rp3.234.535 

10. Bangka Belitung: Rp3.623.653 

11. Banten: Rp2.905.119 

12. Jakarta: Rp5.396.761

13. Jawa Barat: Rp2.191.232 

14. Jawa Timur: Rp2.305.985

15. Daerah Istimewa Yogyakarta: Rp2.264.080,95 

16. Jawa Tengah: Rp2.169.349

17. Bali: Rp2.996.500

18. Nusa Tenggara Timur: Rp2. 328.969

19. Nusa Tenggara Barat: Rp2.602.931

20. Maluku Utara: Rp3.408.000 

Baca juga: Besaran UMK Konawe 2026 Tunggu UMP Sulawesi Tenggara, Pemkab Kawal Usul Dewan Pengupahan ke Provinsi

21. Maluku: Rp3.141.700 

22. Sulawesi Tengah: Rp2.915.000 

23. Sulawesi Tenggara: Rp3.073.551 

24. Sulawesi Utara: Rp3.775.425  

25. Sulawesi Selatan: Rp3.657.527

26. Gorontalo: Rp3.221.731 

27. Sulawesi Barat: Rp3.104.430 

28. Kalimantan Barat: Rp2.878.285 

29. Kalimantan Tengah: Rp3.473.621,04 

30. Kalimantan Selatan: Rp3.496.194 

31. Kalimantan Utara: Rp3.580.160 

32. Kalimantan Timur: Rp3.579.314 

33. Papua: Rp4.285.850

34. Papua Barat: Rp3.393.500 

35. Papua Tengah: Rp4,285.848

36. Papua Barat Daya: Rp3.614.000

37. Papua Selatan: Rp4.285.850

38. Papua Pegunungan: Rp4.285.847.(*)

Formula Baru UMP 2026

Pemerintah sedang menyusun konsep baru pengupahan termasuk dalam penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026.

Berikut bocoran formula baru diungkap Menaker Yassierli yang dihimpun TribunnewsSultra.com:

1. Pendekatan KHL dan Pertumbuhan Ekonomi

Menaker Yassierli menjelaskan, formula baru UMP menggunakan pendekatan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, dan produktivitas.

KHL adalah standar kebutuhan seorang pekerja atau buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan satu bulan. 

Dikutip dari Permenaker yang sebelumnya berlaku, Kebutuhan Hidup Layak itu mencakup 7 komponen mendasar dan 60 jenis kebutuhan.

Dalam beleid baru nantinya, KHL yang menjadi variabel penting dalam perhitungan upah minimum akan lebih adaptif.

Sehingga, UMP dapat lebih sesuai dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan pekerja setempat.

2. Berbeda Setiap Daerah

Kenaikan upah tidak lagi berbentuk satu angka yang berlaku secara nasional.

Tapi berbeda untuk setiap daerah menyesuaikan dengan kondisi daerah bersangkutan.

“Masing-masing daerah memiliki pertumbuhan ekonomi, kondisi ekonomi yang beragam. Jadi kalau ada berita naiknya sekian itu berarti kita tidak ke sana,” kata Yassierli.

Skema ini dinilai penting untuk mengatasi disparitas upah minimum antarprovinsi dan antarkabupaten/kota yang selama ini cukup lebar.

3. Aturan PP Bukan Permenaker

Pemerintah juga menginginkan aturan baru ini berbentuk PP bukan lagi Permenaker seperti sebelum-sebelumnya.

Payung hukum tersebut agar kerangka penetapan upah lebih kuat dan komprehensif.

4. Wewenang Daerah Lebih Besar

Sesuai putusan MK, proses penetapan UMP ke depan akan memberi ruang lebih besar kepada Dewan Pengupahan Provinsi maupun kabupaten/kota.

Untuk melakukan kajian dan memberikan rekomendasi kepada gubernur sebelum ditetapkan menjadi UMP.

“Ini juga sesuai dengan amanat MK untuk memberikan kewenangan kepada Dewan Pengupahan Provinsi, Dewan Pengupahan Kota/Kabupaten untuk mengkaji, menyampaikan kepada gubernur dan untuk ditetapkan oleh gubernur,” ujar Yassierli.

Dengan penjelasan ini, jadwal penetapan atau pengumuman besaran UMP 2026 sejauh ini masih menunggu terbitnya aturan baru.

Yassierli pun belum merinci kapan beleid baru terkait UMP tahun 2026 akan terbit.(*)

(TribunnewsSultra.com/Sri Rahayu, Tribunnews.com/Lita Febriani)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved